YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Persoalan sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) seakan tidak kunjung menemukan titik terang. Kondisi tersebut membuat sejumlah warga Murangan VII, Triharjo, Sleman, bergerak mandiri untuk menangani masalah sampah plastik.
Salah satu penggagas inovasi pengolahan sampah, Husni Heriyanto (45) mengatakan, sejak tahun lalu, Yogyakarta darurat sampah. Bahkan, kata dia, warga pun kebingungan karena tak bisa membuang sampah.
Baca juga: Komunitas Pemalang Bergerak Sulap Sampah Jadi Paving Block
"Di darurat sampah tahun 2023, sedih juga karena warga juga ribut nggak bisa membuang sampah," ujar Husni saat ditemui di lokasi pengolahan sampah, Sabtu (30/06/2024).
Melihat kondisi tersebut, dia bersama warga lainnya tergerak untuk ikut menuntaskan masalah sampah.
"Yogya menjadi sorotan satu tahun kemarin itu. Saya itu orang asli Yogya, mosok (masa) ya tidak berguna sama sekali untuk Yogyakarta, kan ya malu," tegasnya.
Husni dan sejumlah warga Murangan pun mulai memutar otak mencari cara untuk menangani sampah. Fokus utamanya adalah penanganan sampah plastik.
Sebab, dari informasi yang didapatnya, sampah di wilayah DIY didominasi oleh sampah plastik.
"Bagaimana caranya sampah plastik itu bisa berkurang. Karena dari data atau apa, sampah di DIY itu 60 persen sampai 80 persen itu sampah plastik. Beda dengan daerah lain sampahnya banyak organik," tuturnya.
Kemudian muncul ide untuk membuat alat yang bisa membakar habis sampah plastik. Ide tersebut muncul lantaran Husni dan sejumlah warga memang akrab dengan tungku untuk membuat arang.
"Awalnya ingin membakar habis plastik, bukan terus dijadikan apa gitu. Pokoknya bagaimana caranya sampah plastik itu memang hilang betulan," tandasnya.
Dari memusnahkan sampah plastik dengan cara dibakar habis tersebut, muncul ide mengembangkan alat destilasi asap. Sebab sampah plastik mengeluarkan asap ketika dimusnahkan dengan cara dibakar.
"Jadi dari bertahun-tahun melihat, kami sudah terbiasa mendestilasi asap, sudah tahu triknya lah. Apalagi kan arang sama plastik itu sama-sama ada asapnya, dan plastik itu kan gampang terbakar," ucapnya.
Butuh waktu berbulan-bulan untuk menciptakan alat tersebut. Heri dan beberapa warga bahu membahu, bongkar pasang dan melakukan berbagai uji coba demi untuk mendapatkan alat yang sesuai.
Mereka pun harus mengeluarkan dana secara mandiri untuk membiayai pembuatan alat tersebut. Alhasil, mereka harus patungan seadanya.
Keterbatasan biaya yang dimiliki, membuat mereka memanfaatkan barang-barang bekas yang ada.
Baca juga: Usai Buang Tumpukan Sampah ke TPA Piyungan, Pemkot Yogyakarta Bakal Andalkan TPST 3R