Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arane Wektu, Penyebutan Istilah Waktu dalam Bahasa Jawa

Kompas.com, 5 November 2023, 19:51 WIB
Puspasari Setyaningrum

Editor

KOMPAS.com - Dalam Bahasa Jawa sehari-hari, seringkali kita perlu menyebut atau merujuk pada rentang waktu tertentu.

Sayangnya, istilah waktu dalam bahasa Jawa memiliki penyebutan yang berbeda dengan bahasa Indonesia.

Padahal memahami istilah waktu cukup penting, agar tidak terjadi kesalahpahaman ketika berbicara.

Baca juga: 9 Istilah Musim dalam Bahasa Jawa, Ada Mangsa Ketiga hingga Pagebluk

Dalam bahasa Jawa, penyebutan istilah waktu atau penanda waktu dikenal sebagai arane wektu.

Penanda waktu dalam bahasa Jawa yang akan dijelaskan berikut ini merujuk kepada istilah wayah atau wanci dalam sehari.

Berikut adalah daftar arane wektu atau istilah penyebutan waktu dalam bahasa Jawa, lengkap dengan artinya.

Baca juga: Urutane Turunan, Silsilah Keluarga dalam Bahasa Jawa

1. Byar = Pukul 06.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika matahari telah terbit.

2. Gumantil = Pukul 09.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika orang sedang sibuk-sibuknya bekerja.

3. Pecat sawed = Pukul 10.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika para petani melepaskan kayu penggandeng sapi waktu membajak sawah untuk beristirahat sejenak.

Baca juga: Angka 1 sampai 100 dalam Bahasa Jawa Ngoko dan Kromo serta Filosofinya

4. Tengange = Pukul 11.30, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika matahari condong ke timur dari titik tertinggi.

5. Wisan gawe = Pukul 12.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika orang telah selesai bekerja.

6. Bedug dzuhur = Pukul 12.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu shalat dzuhur tiba yang biasanya ditandai dengan dipukulnya beduk.

7. Lingsir kulon = Pukul 14.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika matahari mulai bergerak condong ke arah barat.

8. Ngasar = Pukul 15.30, bisa diartikan sebagai penanda waktu shalat ashar tiba yang biasanya ditandai dengan dipukulnya beduk.

9. Tunggang gunung = Pukul 17.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu menjelang sore hari ketika matahari di atas punggung gunung sebelah barat.

10. Tibra layu = Pukul 17.30, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika matahari terbenam dan tampak guratan merah di langit, yang juga dikenal dengan wayah sandekolo.

11. Magrib = Pukul 18.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu shalat maghrib.

12. Bakda magrib = Pukul 18.30, bisa diartikan sebagai penanda waktu setelah selesai shalat maghrib, namun sebelum adzan shalat isya.

13. Ngisak = Pukul 19.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu shalat isya.

14. Bakda ngisak = Pukul 20.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu setelah shalat isya.

15. Sirep bocah = Pukul 22.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika anak-anak kecil sudah tidur.

16. Sirep wong = Pukul 23.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika orang-orang dewasa tidur.

17. Bedhug bengi = Pukul 24.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu yang ditandai dengan dipukulnya kentongan para penduduk desa yang sedang ronda malam.

18. Lingsir wengi = Pukul 01.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika malam mulai berkurang atau susut.

19. Titiyoni = Pukul 02.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika orang-orang sedang nyenyak tidur atau sirep.

20. Jago kluruk sepisan = Pukul 03.00, penanda waktu menggunakan tanda-tanda alam yaitu ketika ayam jantan berkokok yang pertama kali.

21. Subuh = Pukul 04.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu shalat subuh.

22. Jago kluruk pindo= Pukul 04.00, penanda waktu menggunakan tanda-tanda alam yaitu ketika ayam jantan berkokok yang kedua kali.

23. Jago kluruk telu = Pukul 05.00, penanda waktu menggunakan tanda-tanda alam yaitu ketika ayam jantan berkokok yang ketiga kali.

24. Saput lemah = Pukul 05.30, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika tanah mulai remang-remang di pagi hari, yaitu ketika kegelapan malam mulai diterangi oleh matahari yang tengah terbit.

Sumber:
mabasan.kemdikbud.go.id  
adjar.grid.id  

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Yogyakarta
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau