Salin Artikel

Arane Wektu, Penyebutan Istilah Waktu dalam Bahasa Jawa

KOMPAS.com - Dalam Bahasa Jawa sehari-hari, seringkali kita perlu menyebut atau merujuk pada rentang waktu tertentu.

Sayangnya, istilah waktu dalam bahasa Jawa memiliki penyebutan yang berbeda dengan bahasa Indonesia.

Padahal memahami istilah waktu cukup penting, agar tidak terjadi kesalahpahaman ketika berbicara.

Dalam bahasa Jawa, penyebutan istilah waktu atau penanda waktu dikenal sebagai arane wektu.

Penanda waktu dalam bahasa Jawa yang akan dijelaskan berikut ini merujuk kepada istilah wayah atau wanci dalam sehari.

Berikut adalah daftar arane wektu atau istilah penyebutan waktu dalam bahasa Jawa, lengkap dengan artinya.

1. Byar = Pukul 06.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika matahari telah terbit.

2. Gumantil = Pukul 09.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika orang sedang sibuk-sibuknya bekerja.

3. Pecat sawed = Pukul 10.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika para petani melepaskan kayu penggandeng sapi waktu membajak sawah untuk beristirahat sejenak.

4. Tengange = Pukul 11.30, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika matahari condong ke timur dari titik tertinggi.

5. Wisan gawe = Pukul 12.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika orang telah selesai bekerja.

6. Bedug dzuhur = Pukul 12.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu shalat dzuhur tiba yang biasanya ditandai dengan dipukulnya beduk.

7. Lingsir kulon = Pukul 14.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika matahari mulai bergerak condong ke arah barat.

8. Ngasar = Pukul 15.30, bisa diartikan sebagai penanda waktu shalat ashar tiba yang biasanya ditandai dengan dipukulnya beduk.

9. Tunggang gunung = Pukul 17.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu menjelang sore hari ketika matahari di atas punggung gunung sebelah barat.

10. Tibra layu = Pukul 17.30, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika matahari terbenam dan tampak guratan merah di langit, yang juga dikenal dengan wayah sandekolo.

11. Magrib = Pukul 18.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu shalat maghrib.

12. Bakda magrib = Pukul 18.30, bisa diartikan sebagai penanda waktu setelah selesai shalat maghrib, namun sebelum adzan shalat isya.

13. Ngisak = Pukul 19.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu shalat isya.

14. Bakda ngisak = Pukul 20.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu setelah shalat isya.

15. Sirep bocah = Pukul 22.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika anak-anak kecil sudah tidur.

16. Sirep wong = Pukul 23.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika orang-orang dewasa tidur.

17. Bedhug bengi = Pukul 24.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu yang ditandai dengan dipukulnya kentongan para penduduk desa yang sedang ronda malam.

18. Lingsir wengi = Pukul 01.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika malam mulai berkurang atau susut.

19. Titiyoni = Pukul 02.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika orang-orang sedang nyenyak tidur atau sirep.

20. Jago kluruk sepisan = Pukul 03.00, penanda waktu menggunakan tanda-tanda alam yaitu ketika ayam jantan berkokok yang pertama kali.

21. Subuh = Pukul 04.00, bisa diartikan sebagai penanda waktu shalat subuh.

22. Jago kluruk pindo= Pukul 04.00, penanda waktu menggunakan tanda-tanda alam yaitu ketika ayam jantan berkokok yang kedua kali.

23. Jago kluruk telu = Pukul 05.00, penanda waktu menggunakan tanda-tanda alam yaitu ketika ayam jantan berkokok yang ketiga kali.

24. Saput lemah = Pukul 05.30, bisa diartikan sebagai penanda waktu ketika tanah mulai remang-remang di pagi hari, yaitu ketika kegelapan malam mulai diterangi oleh matahari yang tengah terbit.

Sumber:
mabasan.kemdikbud.go.id  
adjar.grid.id  

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/11/05/195150778/arane-wektu-penyebutan-istilah-waktu-dalam-bahasa-jawa

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke