YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X menegaskan bahwa persoalan parkir liar harus segera ditangani Pemerintah Kota Yogyakarta, terutama menjelang libur Natal dan Tahun Baru (Nataru).
Sultan mengatakan praktik parkir liar menjadi salah satu penyebab munculnya parkir “nuthuk” atau tarif parkir yang dinaikkan tinggi tanpa aturan.
“Kita identifikasi itu banyak parkir liar yang terjadi,” kata Sultan, Kamis (11/12/2025).
Baca juga: Viral Video Wisatawan Tawar Tarif Parkir Malioboro, Dishub: Swasta Boleh Pasang Tarif 5 Kali Lipat
Sultan menambahkan bahwa meski ia mengetahui masalah tersebut, kewenangan penuh penertiban berada pada Pemkot Yogyakarta.
Sultan menegaskan tidak ingin mendahului kewenangan pemerintah kabupaten/kota. Namun, ia siap turun tangan jika Pemkot Yogyakarta tidak mampu menangani persoalan itu.
“Kalau kota kewalahan baru saya terjuni. Kita menghargai wewenang itu, jangan terus terobos itu saja,” ujar Sultan.
Selain penertiban parkir liar, Sultan juga mengingatkan pedagang dan juru parkir agar tidak menaikkan harga secara tidak wajar selama libur Nataru.
“Mereka yang jualan di kota kabupaten jangan naikkan harga dan sebagainya,” ucapnya.
Kepala Dinas Perhubungan Kota Yogyakarta Agus Arif Nugroho menjelaskan bahwa tarif parkir di Yogyakarta sudah memiliki batas aturan yang jelas.
Dalam Perda, pengelola parkir swasta dapat memungut tarif hingga lima kali lipat dari Tempat Khusus Parkir (TKP) milik Pemkot.
“Di dalam Perda ada batas atas yang bisa dimungkinkan. Saya punya tanah buat izin parkir, misalnya mal, mereka mau menerapkan dua jam pertama lima kali (lipat) sah-sah saja,” ujarnya, Selasa (9/12/2025).
Baca juga: Cegah Tarif Parkir Nuthuk, Yogyakarta Terapkan Pembayaran QRIS di 10 Titik Jalan
Ia mencontohkan, tarif parkir roda dua di TKP adalah Rp 2.000. Dengan demikian, swasta dapat menarik tarif hingga Rp 10.000 untuk dua jam pertama.
“Kalau motor mereka bisa Rp 10.000 2 jam pertama, maksimal,” kata Agus.
“Contoh parkir di depan PKU itu tingkat, mereka mau bikin 2 jam pertama Rp 10.000 itu gak apa-apa, kalau di Perda boleh. Cuma mereka ambil marginnya berapa itu kembali ke mereka,” lanjutnya.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang