KOMPAS.com - Kasus terkait penggunaan tanah kas desa (TKD) yang tidak sesuai dengan peruntukannya kembali ramai diperbincangkan, seperti yang terjadi di Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Hal ini membuat bangunan baik berbentuk ruang usaha dan pemukiman yang ketahuan berdiri di atas tanah kas desa terpaksa harus dilakukan penindakan.
Baca juga: Pakai Tanah Kas Desa Tanpa Izin, Lapangan Mini Soccer di Maguwoharjo Sleman Disegel
Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Daerah Istimewa Yogyakarta juga telah melakukan penindakan berupa penyegelan bangunan ilegal atau tanpa izin di atas tanah kas desa tersebut.
Hal ini karena pemanfaatan lahan tanah kas desa dinilai telah menyalahi regulasi yang ada, sehingga penindakan berupa penyegelan dan penutupan harus dilakukan.
Lalu sebenarnya apa itu tanah kas desa dan bagaimana aturan terkait dasar hukum dan pemanfaatannya?
Baca juga: Bangun Perumahan di Tanah Kas Desa di Gunungkidul, Developer Bongkar Sendiri Bangunannya
Dilansir dari laman Universitas Airlangga, tanah kas desa (TKD) adalah salah satu jenis tanah desa yang digunakan untuk kepentingan umum, menambah pendapatan asli desa, dan menjalankan fungsi sosial.
Tanah kas desa yang berupa tanah sawah biasanya diberikan kepada kepala desa dan para perangkat desa menurut jabatannya untuk dikelola sebagai upah menjalankan pemerintahan desa.
Tanah kas desa juga digunakan untuk pembangunan desa dan tidak jarang disewakan kepada warga desa untuk membantu perekonomian warga desa sekaligus menambah pendapatan asli desa.
Baca juga: Pemerintah DI Yogyakarta Perketat Izin Pemanfaatan Tanah Kas Desa, Ini Syaratnya...
Dilansir dari laman Universitas Jember, tanah kas desa adalah bagian dari “tanah desa” yang penggunaan atau pemanfaatannya digunakan untuk pembiayaan kelangsungan pelaksanaan pemerintahan desa.
Keberadaan tanah kas desa dapat memberikan sumber pendapatan dan pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan desa.
Selain itu, dengan adanya tanah kas desa yang mempunyai hasil yang cukup baik, diharapkan dapat dipergunakan untuk membiayai segala urusan pemerintahan desa, terutama pembiayaan urusan administrasi pemerintah desa dan memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat.
Sementara menurut Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta No. 34 Tahun 2017, disebutkan bahwa tanah kas desa adalah salah satu jenis tanah desa yang yang asal-usulnya dari Kasultanan dan/atau Kadipaten yang dikelola oleh Pemerintah Desa berdasarkan hak Anggaduh.
Hak Anggaduh adalah hak adat yang diberikan oleh Kasultanan atau Kadipaten untuk mengelola dan memungut/mengambil hasil dari Tanah Kasultanan atau Tanah Kadipaten terhadap tanah bukan keprabon atau dede keprabon kepada Desa dalam menyelenggarakan pemerintahan desa untuk jangka waktu selama dipergunakan.
Dilansir dari laman Universitas Airlangga, terdapat beberapa payung hukum yang mengatur pengelolaan tanah kas desa sebagai aset desa.
Seperti dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, dimana disebutkan bahwa kewenangan dalam mengelola aset desa dalam rangka menambah sumber pendapatan desa.