Pembangunan ini dilatarbelakangi perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda untuk membangun gedung dengan gaya bangunan mengikuti arsitektur Eropa yang disesuaikan pada iklim tropis.
Beberapa gubernur Belanda yang ernah mendiami gedung ini adalah J.E. Jasper (1926-1927), P.R.W. van Gesseler Verschuur (1929-1932), H.M.de Kock (1932-1935), J. Bijlevel (1935-940), serta L. Adam (1940-1942).
Kemudian pada masa pendudukan Jepang, gedung ini menjadi kediaman resmi penguasa Jepang di Yogyakarta, Koochi Zimmukyoku Tyookan.
Gadung ini mulai menjadi Istana Kepresidenan saat pemerintahan Republik Indonesia berhijrah dari Jakarta ke Yogyakarta pada 1946. Tak hanya pemimpin negara, tamu negara yang datang berkunjung juga pernah bermalam di Istana Kepresidenan Yogyakarta.
Monumen Pahlawan Pancasila yang dikenal sebagai ‘Lubang Buaya’ Yogyakarta adalah lokasi gugurnya dua pahlawan revolusi korban G30S.
Kedua pahlawan revolusi dari Yogyakarta tersebut adalah Brigadir Jenderal TNI Anumerta Katamso Darmokusumo (Brigjen Katamso) dan Kolonel Inf. (Anumerta) R. Sugiyono Mangunwiyoto (Kolonel Sugiyono).
Keduanya merupakan merupakan petinggi Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat (TNI AD) dari Korem 072/Pamungkas.
Lubang tempat jasad Brigjen Katamso dan Kolonel Sugiyono ditemukan kemudian disebut sebagai ‘Lubang Buaya’ Yogyakarta dan dibangun Monumen Pahlawan Pancasila.
Monumen Serangan Umum 1 Maret 1949 merupakan bangunan yang masih berada di sekitar Museum area Benteng Vredeburg, dan terletak di seberang Istana Kepresidenan Yogyakarta.
Monumen ini dibangun untuk mengenang perjuangan rakyat Yogyakarta pada peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949.
Serangan tersebut dilakukan rakyat sebagai perlawanan atas Agresi Militer Belanda ke-II yang menjadikan Yogyakarta sebagai sasaran utamanya.
keberhasilan serangan yang meski hanya mampu menguasai Yogyakarta selama enam jam saat itu membuktikan bahwa eksistensi tentara Indonesia masih ada.
Dampaknya juga sangat besar bagi pihak Indonesia karena memperkuat posisi tawar Indonesia dalam perundingan saat bersidang di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Monumen Yogya Kembali (Monjali) adalah bangunan untuk memperingati peristiwa berfungsinya kembali Kota Yogyakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia yang direbut dari penjajah Belanda pada tanggal 29 Juni 1949.
Monumen Yogya Kembali diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 6 Juli 1989.
Ide atau gagasan untuk mendirikan museum ini adalah Bapak Kolonel Soegiarto.
Bangunan ini berisi museum yang memuat berbagai koleksi seperti patung peraga, arsip, daftar nama pahlawan, relief, diorama, dan lain-lain.
Sumber:
kebudayaan.jogjakota.go.id
pariwisata.jogjakota.go.id
gramedia.com
budaya.jogjaprov.go.id
budaya.jogjaprov.go.id
warungbotokel.jogjakota.go.id
tataruang.jogjakota.go.id
vredeburg.id
emdikbud.go.id
yogyakarta.kompas.com
monjali-jogja.com