Situs Warungboto adalah sebuah tempat bersejarah di Yogyakarta yang berasal dari abad ke-18.
Pada zaman dahulu, tempat ini dikenal sebagai Pesanggrahan Rejowinangun yang dibangun oleh Sultan Hamengkubuwono II saat ia masih menjadi seorang pangeran dengan nama Pangeran Rejakusuma.
Gempa yang melanda Yogyakarta pada 26 Mei 2006 membuat Situs Warungboto mengalami kerusakan dan beberapa struktur bangunan runtuh.
Namun setelah dilakukan revitalisasi pada tahun 2015 hingga Desember 2016, tempat ini sudah mulai banyak dikunjungi wisatawan.
Kompleks Makam Raja-raja Mataram di Imogiri berada di Gunung Merak yang terletak di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kompleks pemakaman khusus keluarga raja ini dahulu dibangun oleh Sultan Agung (1613 M-1646 M), raja dari Kerajaan Mataram Islam.
Setelah terjadi Perjanjian Giyanti yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua, baik Kesultanan Yogyakarta serta Kasunanan Surakarta masih memiliki hak serta kewajiban yang sama dalam melakukan pemeliharaan kompleks makam ini.
Masyarakat dapat mengunjungi Kompleks Makam Raja-raja Mataram di Imogiri dengan mengikuti aturan berkunjung dan arahan dari abdi dalem yang akan memandu.
Tugu Pal Putih yang lebih dikenal sebagai Tugu Yogyakarta dibangun pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono VII (1877-1921).
Tugu Pal Putih ini menjadi pengganti Tugu Golong Gilig yang dibangun tahun 1756 dan roboh akibat gempa tektonik pada tahun 1867.
Nama Tugu Pal Putih berasal dari cat warna putih yang digunakan, serta fungsinya sebagai salah satu 'tetenger' atau penanda.
Sementara nama Tugu Golong Gilig yang merujuk bentuk awal tugu yang berupa silinder (golong) dengan puncak berupa bulatan (gilig) sebagai filosofi 'Manunggaling Kawula Gusti' atau bersatunya rakyat dengan rajanya.
Adapun bentuk Tugu Pal Putih ditengarai sebagai langkah Belanda untuk menghilangkan simbol kebersamaan raja dan rakyat pada desain tugu sebelumnya.
Benteng Vredeburg pertama kali dibangun pada tahun 1760 atas perintah dari Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Pembangunan Benteng Vredeburg merupakan permintaan Gubernur Direktur Pantai Utara Jawa, Nicholaas Hartingdengan dalih untuk menjaga keamanan keraton.
Padahal sebenarnya ini salah satu strategi Belanda untuk memudahkan pengawasan terhadap segala kegiatan yang dilakukan pihak Keraton Yogyakarta.
Semula benteng ini diberi nama "Rustenburg" yang berarti benteng peristirahatan. Namun setelah gempa tektonik pada tahun 1867, bangunan ini direnovasi dan namanya diganti menjadi "Vredeburg" yang berarti benteng perdamaian.
Gedung Agung atau Istana Kepresidenan Yogyakarta semula merupakan rumah kediaman resmi Anthonie Hendriks Smissaert, residen Belanda ke-18 yang bertugas di Yogyakarta (1823-1825).
Ia menggagas pembangunan Gedung Agung yang mulai didirikan pada bulan Mei 1824, dengan arsiteknya bernama A Payen.