Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korban Mafia Tanah Kas Desa di Sleman Mengadu ke Pemerintah DIY

Kompas.com - 05/09/2023, 23:53 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah korban investasi Jogja Eco Wisata yang terletak di Candibinangun, Pakem, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mendatangi kantor Pemerintah DIY, pada Selasa (5/9/2023).

Para korban yang tergabung dalam Paguyuban Investor Jogja Eco Wisata ini meminta adanya legalitas terhadap investasi yang telah mereka lakukan.

Untuk diketahui, Jogja Eco Wisata saat ini dalam keadaan mangkrak karena adanya masalah perizinan pembangunan di atas tanah kas desa (TKD). Saat ini, pengembangnya yakni Robinson Saalino sudah ditetapkan sebagai terdakwa.

Baca juga: Tersangka Kasus Mafia Tanah Sudah 5 Kali Kembalikan Uang Gratifikasi, Total Nilainya Rp 3,7 Miliar

Perwakilan Investor Jogja Eco Wisata, Aris Mutoyo menjelaskan audiensi yang pihaknya lakukan ini diharapkan dapat memberikan kejelasan. Dia menyebut bahwa para korban tidak melakukan kegiatan jual beli tetapi investasi lantaran dalam perjanjian ada hak pengelola (HPL) dengan masa sewa selama 20 tahun.

"Kegiatan di sana (sewa menyewa) dilindungi secara hukum, baik dari sisi ruang dan tanahnya. Artinya, tanah legal, ada izinnya, bangunan legal karena ada izinnya. Itu yang kami dapatkan," ucap dia, Selasa (5/9/2023).

Pihaknya pun membutuhkan arahan dari pemerintah DIY untuk mendapatkan legalitas tersebut.

"Untuk itu kami tidak bisa melakukan sendiri, perlu arahan dari Pemerintah setempat," kata Aris.

Menurut dia, korban dari investasi ini lebih dari 300 orang yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Bahkan untuk kerugian dia menyebut sampai puluhan miliar rupiah. Harga per unit mulai dari Rp 150 juta sampai dengan Rp 450 juta.

"Kerugian sampai Rp 40 miliar, rata-rata sudah lunas semua," kata dia.

Menurut Aris kondisi Jogja Eco Wisata sekarang ini masih banyak persoalan. Salah satunya banyak bangunan yang belum jadi. Bahkan beberapa belum terbangun sama sekali.

"Dalam perjanjian 9 bulan (terbangun), tapi nyatanya bertahun-tahun," ucapnya.

Dari audiensi yang dilakukan, pihaknya mengambil langkah membentuk koperasi untuk bisa melakukan mengambil langkah berikutnya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dia juga tidak menutup kemungkinan para korban akan menempuh jalur hukum melalui koperasi yang dibentuk.

Baca juga: Kepala Dispertaru Jadi Tersangka Kasus Mafia Tanah, Pemda DIY Siapkan Plt

"Barangkali dengan koperasi, secara organisasi melakukan hal tersebut (mengambil jalur hukum)," katanya.

Sementara itu, Ahli Madya Kebijakan Infrastruktur Daerah DIY, Dihin Nabrijanto menjelaskan langkah awal para korban akan membentuk koperasi berbadan hukum.

"Menjalin kerja sama dengan desa untuk bersama membuat kegiatan yang dapat menghasilkan paling tidak mengurangi kerugian mereka," kata dia.

Para korban juga akan membantu Pemerintah DIY untuk turut memberantas mafia tanah dengan informasi yang mereka punya.

"Anggota paguyuban sudah menyadari bahwa mereka memang tertipu namun mohon solusi pada Pemda jalan keluar apa yang harus mereka lakukan untuk paling tidak bisa meminimalisasi kerugian mereka," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tolak Larangan Study Tour, PHRI DIY: Awasi Kelayakan Kendaraan

Tolak Larangan Study Tour, PHRI DIY: Awasi Kelayakan Kendaraan

Yogyakarta
Jokowi Diminta Tetap Berpolitik Usai Tidak Jadi Presiden, Projo: Rakyat Masih Butuh Bapak

Jokowi Diminta Tetap Berpolitik Usai Tidak Jadi Presiden, Projo: Rakyat Masih Butuh Bapak

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok : Malam Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok : Malam Cerah Berawan

Yogyakarta
Bantul dan Yogyakarta Kerja Sama Olah Sampah, Sultan: Semoga UMKM Tumbuh

Bantul dan Yogyakarta Kerja Sama Olah Sampah, Sultan: Semoga UMKM Tumbuh

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok :Cerah Berawan Sepanjang Hari

Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok :Cerah Berawan Sepanjang Hari

Yogyakarta
Mahasiswa FH UGM Hendak Tabrak Mahasiswa Lain Pakai Mobil, Ini Penyebabnya

Mahasiswa FH UGM Hendak Tabrak Mahasiswa Lain Pakai Mobil, Ini Penyebabnya

Yogyakarta
Duet Kustini-Danang di Pilkada Sleman Masih Terbuka, meski Sama-sama Daftar Bakal Calon Bupati

Duet Kustini-Danang di Pilkada Sleman Masih Terbuka, meski Sama-sama Daftar Bakal Calon Bupati

Yogyakarta
Pemkot Yogyakarta Bakal Kirim Sampah ke Bantul untuk Diolah

Pemkot Yogyakarta Bakal Kirim Sampah ke Bantul untuk Diolah

Yogyakarta
Kantornya Digeruduk Warga Gara-gara Penumpukan Sampah, Ini Respons DLH Yogyakarta

Kantornya Digeruduk Warga Gara-gara Penumpukan Sampah, Ini Respons DLH Yogyakarta

Yogyakarta
Bupati Sleman Kustini Mendaftar Maju Pilkada lewat PDI-P

Bupati Sleman Kustini Mendaftar Maju Pilkada lewat PDI-P

Yogyakarta
Tumpukan Sampah di Depo Pengok Yogyakarta, Ekonomi Warga Terdampak

Tumpukan Sampah di Depo Pengok Yogyakarta, Ekonomi Warga Terdampak

Yogyakarta
Bau Sampah Tercium hingga Radius 1 Km, Warga Kampung Pengok Geruduk Kantor DLH Kota Yogyakarta

Bau Sampah Tercium hingga Radius 1 Km, Warga Kampung Pengok Geruduk Kantor DLH Kota Yogyakarta

Yogyakarta
Sayangkan Larangan 'Study Tour' di Sejumlah Daerah, PHRI Gunungkidul: Bisa Berdampak Luas

Sayangkan Larangan "Study Tour" di Sejumlah Daerah, PHRI Gunungkidul: Bisa Berdampak Luas

Yogyakarta
Beberapa Daerah Larang 'Study Tour', PHRI DIY: Apa Bedanya dengan Kunker?

Beberapa Daerah Larang "Study Tour", PHRI DIY: Apa Bedanya dengan Kunker?

Yogyakarta
Pegawai K2 Gunungkidul Minta Diangkat Jadi ASN, Sudah Mengabdi dan Sebagian Akan Pensiun

Pegawai K2 Gunungkidul Minta Diangkat Jadi ASN, Sudah Mengabdi dan Sebagian Akan Pensiun

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com