Raffles kemudian menginisiasi serangan dengan perencanaan matang, di tengah kondisi Kasultanan Yogyakarta yang sedang lemah karena dilanda konflik keluarga.
Raffles memulai serangan dengan mengerahkan pasukan kerajaan Eropa dan pasukan Sepoy sebanyak 1200 orang, pasukan Surakarta, Legiun Mangkunegaran sebanyak 800 orang, serta dukungan dari Pangeran Notokusumo dan Tan Jin Sing.
Pada 17 Juni 1812 malam, pasukan Inggris mulai memasuki Yogyakarta. Namun pada saat itu, pasukan Yogyakarta berhasil melukai dan menghalau bala tentara Inggris.
Keesokan harinya pada 18 Juni 1812, Inggris kembali mengirim utusan untuk bernegosiasi dengan Sri Sultan Hamengku Buwono II, namun utusan tersebut ditolak. Sesaat setelah utusan Inggris tersebut kembali ke pasukanya, api peperangan pun mulai berkobar.
Dari arah Keraton Yogyakarta, Tembakan meriam terdengar sebagai tanda sikap tidak mau kompromi dari Sri Sultan Hamengku Buwono II.
Artileri Inggris juga mulai menyulut meriam mereka setelah diplomasi terakhir gagal dan dibalas dengan meriam pasukan sutabel keraton.
Mayor William Thorn, seorang prajurit yang tergabung dalam pasukan Inggris, menggambarkan situasi Keraton Yogyakarta saat itu sebagai benteng pertahanan yang kokoh.
Keraton Yogyakarta dikelilingi parit-parit lebar dan dalam, dengan jembatan yang bisa diangkat sebagai pintu akses masuknya. Terdapat pula beberapa bastion tebal yang dilengkapi dengan meriam.
Adapun tembok-tembok tebal yang mengelilingi halaman-halaman istana juga dijaga oleh para prajurit bersenjata. Pintu utama menuju Keraton Yogyakarta juga dilengkapi dengan dua baris meriam.
William Thorn mencatat setidaknya ada 17.000 prajurit dan ratusan warga bersenjata tersebar di kampung-kampung yang berjuang mempertahankan wilayah Keraton Yogyakarta.
Serangan-serangan kecil terus berlangsung hingga tanggal 19 Juni 1812 pukul 9 malam. Setelah itu, kondisi Yogyakarta sempat kembali senyap dan tidak terdengar ledakan-ledakan meriam atau suara tembakan.
Namun tanggal 20 Juni 1812 dini hari, serangan meriam-meriam dari pihak Inggris kembali terdengar yang mengarah ke Alun-Alun Utara, tepat ke pintu masuk Keraton Yogyakarta.
Serangan besar-besaran pasukan Inggris menyusul pada pukul 5 pagi yang terdiri dari tentara Eropa dan pasukan Sepoy (India), dibantu pasukan dari Legiun Mangkunegaran.
Kekuatan utama serangan pasukan Inggris diarahkan ke sisi timur laut benteng Keraton Yogyakarta, yang dalam Babad Sepehi disebutkan bahwa bagian ini tidaklah terjaga kuat.
Hal ini membuat serangan tidak berjalan terlalu lama. Hanya beberapa jam saja pasukan Inggris sudah dapat meruntuhkan sudut benteng ini dengan diawali meledaknya meriam dan gudang mesiu.