Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Geger Sepehi 1812: Latar Belakang, Kronologi, dan Dampak

Kompas.com, 13 Agustus 2023, 18:21 WIB
Puspasari Setyaningrum

Editor

KOMPAS.com - Kasultanan Yogyakarta pernah mengalami masa kelam akibat sebuah peristiwa yang dikenal sebagai Geger Sepehi.

Hal ini seperti tercantum dalam Prasasti Geger Sepoy yang didirikan di Kampung Ketelan Wijilan, Jokteng Lor Wetan Yogyakarta bertanggal 10 November 2000.

Baca juga: Lokasi Penemuan Kerangka Manusia di Kecamatan Keraton Yogyakarta Ternyata Area Perang Sepehi

Pada prasasti berpagar hijau tersebut terdapat tulisan yang berbunyi, “Reruntuhan ini adalah sisa-sisa Bastion Benteng Kraton Ngayogyakarta, hancur diserang tentara Inggris tahun 1812 pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono II. Peristiwa tersebut dikenal sebagai Geger Sepoy atau Geger Sepei”.

Geger Sepehi atau Geger Sepoy adalah peristiwa penyerbuan Keraton Yogyakarta oleh pasukan Inggris yang terdiri dari tentara Eropa dan pasukan Sepoy (India), dibantu pasukan dari Legiun Mangkunegaran pada tahun 1812.

Baca juga: Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru, Beringin Pusaka Keraton Yogyakarta di Tengah Alun-alun Utara

Istilah geger berasal dari bahasa Jawa yang berarti heboh atau ramai. Sementara istilah sepehi (spei) adalah penyebutan masyarakat Jawa kepada Brigade Sepoy, yaitu yang direkrut dari warga India yang sudah terlebih dahulu dijajah oleh Inggris.

Latar Belakang Geger Sepehi

Dilansir dari laman kratonjogja.id, Geger Sepehi terjadi pasca wilayah Jawa yang sebelumnya dikuasai Belanda akhirnya jatuh ke tangan Inggris.

Baca juga: Benteng Baluwerti, Saksi Sejarah Perkembangan Keraton Yogyakarta

Perpindahan kekuasaan ini mengakibatkan Pulau Jawa kemudian menjadi bagian dari koloni Inggris yang berpusat di Kalkuta yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal Inggris di Kalkuta, Lord Minto.

Lord Minto kemudian menunjuk Thomas Stamford Raffles sebagai Letnan Gubernur yang berkedudukan di Jawa.

Raffles kemudian segera membuat kebijakan-kebijakan baru dan pada bulan November 1811, dengan menunjuk John Crawfurd sebagai Residen Yogyakarta.

Di sisi lain, momen tersebut dimanfaatkan Sri Sultan Hamengku Buwono II yang kerap disebut sebagai Sultan Sepuh untuk mengambil alih kembali kekuasaan Kasultanan Yogyakarta yang semula berada di bawah tekanan Belanda.

Hal Ini karena pada saat Belanda menguasai Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono II menentang aturan-aturan yang diterapkan oleh Daendels yang membuatnya dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan pada putra mahkota.

Nyatanya, kebijakan Raffles terkait pertanahan dan pengelolaan keuangan tidak jauh berbeda dengan kebijakan Daendels. Hal ini membuat Sri Sultan Hamengku Buwono II tidak berkenan dan menunjukkan sikap menentang, bahkan ia menghimpun kekuatan secara terang-terangan.

Raffles yang menganggapnya sebagai ancaman kemudian mengirim pasukan di bawah pimpinan Colonel Robert Rollo Gillespie untuk menyerang Yogyakarta.

Sementara dilansir dari laman kebudayaan.jogjakota.go.id, Raffles yang hendak menguasai sepenuhnya Pulau Jawa mendapat hambatan dari Sultan Hamengkubuwono II yang bersekutu dengan Sunan Pakubuwono IV dan mengutus John Crawfurd dan Pangeran Notokusumo untuk berdiplomasi.

Sayangnya Jalan diplomasi tersebut tidak menemukan titik terang sehingga berakhir dengan mempersiapkan pasukan sebagai upaya penaklukan Kasultanan Yogyakarta.

Raffles kemudian menginisiasi serangan dengan perencanaan matang, di tengah kondisi Kasultanan Yogyakarta yang sedang lemah karena dilanda konflik keluarga.

Prasasti Geger Sepoy yang didirikan di Kampung Ketelan Wijilan, Jokteng Lor Wetan Yogyakarta.kebudayaan.jogjakota.go.id Prasasti Geger Sepoy yang didirikan di Kampung Ketelan Wijilan, Jokteng Lor Wetan Yogyakarta.

Kronologi Geger Sepehi

Raffles memulai serangan dengan mengerahkan pasukan kerajaan Eropa dan pasukan Sepoy sebanyak 1200 orang, pasukan Surakarta, Legiun Mangkunegaran sebanyak 800 orang, serta dukungan dari Pangeran Notokusumo dan Tan Jin Sing.

Pada 17 Juni 1812 malam, pasukan Inggris mulai memasuki Yogyakarta. Namun pada saat itu, pasukan Yogyakarta berhasil melukai dan menghalau bala tentara Inggris.

Keesokan harinya pada 18 Juni 1812, Inggris kembali mengirim utusan untuk bernegosiasi dengan Sri Sultan Hamengku Buwono II, namun utusan tersebut ditolak. Sesaat setelah utusan Inggris tersebut kembali ke pasukanya, api peperangan pun mulai berkobar.

Dari arah Keraton Yogyakarta, Tembakan meriam terdengar sebagai tanda sikap tidak mau kompromi dari Sri Sultan Hamengku Buwono II.

Artileri Inggris juga mulai menyulut meriam mereka setelah diplomasi terakhir gagal dan dibalas dengan meriam pasukan sutabel keraton.

Mayor William Thorn, seorang prajurit yang tergabung dalam pasukan Inggris, menggambarkan situasi Keraton Yogyakarta saat itu sebagai benteng pertahanan yang kokoh.

Keraton Yogyakarta dikelilingi parit-parit lebar dan dalam, dengan jembatan yang bisa diangkat sebagai pintu akses masuknya. Terdapat pula beberapa bastion tebal yang dilengkapi dengan meriam.

Adapun tembok-tembok tebal yang mengelilingi halaman-halaman istana juga dijaga oleh para prajurit bersenjata. Pintu utama menuju Keraton Yogyakarta juga dilengkapi dengan dua baris meriam.

William Thorn mencatat setidaknya ada 17.000 prajurit dan ratusan warga bersenjata tersebar di kampung-kampung yang berjuang mempertahankan wilayah Keraton Yogyakarta.

Serangan-serangan kecil terus berlangsung hingga tanggal 19 Juni 1812 pukul 9 malam. Setelah itu, kondisi Yogyakarta sempat kembali senyap dan tidak terdengar ledakan-ledakan meriam atau suara tembakan.

Namun tanggal 20 Juni 1812 dini hari, serangan meriam-meriam dari pihak Inggris kembali terdengar yang mengarah ke Alun-Alun Utara, tepat ke pintu masuk Keraton Yogyakarta.

Serangan besar-besaran pasukan Inggris menyusul pada pukul 5 pagi yang terdiri dari tentara Eropa dan pasukan Sepoy (India), dibantu pasukan dari Legiun Mangkunegaran.

Kekuatan utama serangan pasukan Inggris diarahkan ke sisi timur laut benteng Keraton Yogyakarta, yang dalam Babad Sepehi disebutkan bahwa bagian ini tidaklah terjaga kuat.

Hal ini membuat serangan tidak berjalan terlalu lama. Hanya beberapa jam saja pasukan Inggris sudah dapat meruntuhkan sudut benteng ini dengan diawali meledaknya meriam dan gudang mesiu.

Sekitar jam 8 pagi, benteng benar-benar jatuh ke tangan pasukan Inggris. Segera setelah beteng ini direbut, pasukan Sepoy mengarahkan seluruh meriam ke arah Keraton Yogyakarta.

Serangan ini kemudian disusul dengan masuknya pasukan dari arah Plengkung Nirbaya di selatan Keraton Yogyakarta yang juga berhasil dikuasai pasukan Inggris.

Serangan ini berakhir setelah pasukan Inggris berhasil masuk ke Plataran Srimanganti dan membuat Sri Sultan Hamengku Buwono II menyerah.

Pada 20 Juni 1812, Sultan Hamengkubuwono II ditangkap beserta para pangeran yang masih tersisa.

Sementara Keraton Yogyakarta berhasil diduduki dan terjadi penjarahan besar-besaran terhadap harta-harta dan kekayaan intelektual yang ada di dalamnya.

Dampak Geger Sepehi

Geger Sepehi yang terjadi dalam waktu singkat tidak hanya menjadi sejarah kelam yang meruntuhkan kewibawaan Keraton Yogyakarta, namun juga menjadi titik lahirnya tatanan baru di tanah Mataram.

Berikut adalah dampak Geger Sepehi yang dirasakan Keraton Yogyakarta:

1. Lengsernya Sultan Hamengkubuwono II

Akibat penaklukan Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwono II dilengserkan dan dibuang ke Penang, Malaya.

Kemudian muncul kebijakan yang dilakukan Inggris dengan mengangkat Adipati Anom Surojo sebagai Sultan Hamengkubuwono III yang kemudian dipaksa tunduk kepada pemerintah Gubernurmen Inggris.

Saat itu, suksesi jumenengan yang biasanya dilakukan sesuai adat istiadat keraton berubah menjadi sesuai keinginan Kolonial Inggris.

Pelantikan Sultan Hamengkubuwono III hanya dilakukan di Loji Residen yang membuatnya terlihat seperti menyejajarkan pemimpin kolonial Inggris, Raffles, dengan sultan yang baru.

2. Penjarahan materi dan kekayaan intelektual

Kerugian besar juga datang dari materi serta kekayaan intelektual Keraton Yogyakarta yang dijarah.

Ribuan naskah dari perpustakaan keraton yang menceritakan sejarah panjang masyarakat Jawa yang kental akan berbagai macam bentuk filosofi ini turut dijarah oleh Inggris.

Raffles kemudian memanfaatkan pengetahuan dan wawasan Pangeran Natakusuma di bidang sastra untuk memilah dan menginventarisasinya sebelum dibawa ke Inggris, yang
sekarang disimpan di British Library.

3. Pengangkatan Adipati Pakualaman I

Pangeran Natakusuma sebagai pemimpin kepangeranan yang merdeka kemudian bergelar Adipati Pakualaman I.

Ia juga memiliki wilayah sendiri seluas 4000 cacah yang diambil dari wilayah Yogyakarta setingkat kadipaten dan dinamakan Pakualaman.

4. Pemangkasan wilayah kekuasan Keraton Yogyakarta

Pada 1 Agustus 1812, pemerintah Inggris memaksa Keraton Yogyakarta dan Surakarta untuk menandatangani perjanjian yang memangkas kekuatan militer kerajaan sampai sebatas yang diizinkan Inggris.

Beberapa wilayah mancanegara dan negaragung, seperti Japan (Mojokerto), Jipang, dan Grobogan, diambil paksa oleh pemerintah Inggris sehingga membuat para pejabat yang memerintah di sana kehilangan jabatan dan penghasilan.

5. Pengambilalihan penguasaan cukai dan pasar

Pemerintah Inggris juga mengambil alih pengelolaan gerbang-gerbang cukai jalan dan pasar. Tidak hanya menghilangkan pendapatan dari pungutan, hal ini juga membuat perdagangan dikuasai oleh pihak asing.

Selain itu, Inggris juga menetapkan bahwa semua orang asing dan orang Jawa yang lahir di luar wilayah kerajaan berada dalam hukum kolonial sehingga mereka tidak lagi dapat diadili di bawah hukum Jawa-Islam.

Sumber:
kratonjogja.id  
kebudayaan.jogjakota.go.id  

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau