Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Siti Hinggil, Tempat Singgasana Sultan di Keraton Yogyakarta

Kompas.com, 6 Juli 2023, 18:02 WIB
Puspasari Setyaningrum

Editor

KOMPAS.com - Sebagai istana Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, kawasan Keraton Yogyakarta terdiri dari serangkaian ruang terbuka dan bangunan yang menempati area seluas 14.000 meter persegi.

Selain bangunan-bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal Sultan, keluarga, dan abdi dalem, Keraton Yogyakarta juaga memiliki bangunan lain yang memiliki nama dan fungsi tertentu.

Arsitektur keraton dirancang oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I sekaligus pendiri Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.

Baca juga: Mengenal Abdi Dalem Keraton Yogyakarta: Tugas, Pangkat, Pengangkatan, hingga Pemberhentian

Salah satu bangunan penting yang ada di dalam lingkungan Keraton Yogyakarta dikenal dengan nama Siti Hinggil.

Dilansir dari laman kratonjogja.id, nama Siti Hinggil berasal dari istilah dalam Bahasa Jawa, yaitu “siti” yang artinya tanah atau area, serta “hinggil” yang artinya tinggi.

Sehingga Siti Hinggil dapat diartikan sebagai tanah atau area yang ditinggikan dengan fungsi filosofis sebagai tempat resmi kedudukan Sultan saat Miyos dan Siniwaka.

Baca juga: Kisah Abdi Dalem Mertolulut, Algojo Keraton Yogyakarta yang Melakukan Eksekusi Atas Perintah Raja

Miyos adalah kondisi dimana Sultan beserta pengiringnya meninggalkan kediamannya, sedangkan Siniwaka adalah ketika Sultan Lenggah Dampar atau duduk di singgasana.

Singgasana tersebut terletak di Bangsal Manguntur Tangkil yang digunakan pada saat penobatan (upacara Jumenengan) atau pada saat kraton menyelenggarakan upacara Pisowanan, Garebeg Dal, dan lain sebagainya.

Baca juga: Mengenal Cepuri Parangkusumo yang Konon Menjadi Tempat Panembahan Senopati Bertemu Kanjeng Ratu Kidul

Sejarah Pembangunan Siti Hinggil

Pembangunan Siti Hinggil dilakukan bersama dengan pembangunan Keraton Yogyakarta oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada 1755.

Hingga pada 7 Oktober 1756 atau hari Kamis pahing tanggal 13 Sura-Djimakir 1682 Jw, Sri Sultan Hamengkubuwono I akhirnya meninggalkan Pesanggrahan Ambarketawang untuk pindah ke Kraton Yogyakarta.

Dilansir dari laman Kemendikbud, bentuk bangunan Siti Hinggil hingga masa kepemimpinan Sri Sultan Hamengkubuwono VIII masih tampak sederhana.

Renovasi bangunan hingga terlihat megah seperti saat inii dilakukan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono VIII.

Tahun pembangunan diketahui dari candrasengkala memet berupa dua ekor naga dengan penutup kepala atau kuluk raja di antara sulur-suluran bunga yang dibaca “Pandhita Cakra Naga Wani”, yang berarti angka tahun 1857 Jawa.

Sementara untuk tahun masehi digambarkan dengan surya sengkala memet kumbang, tangan, dan suluran bunga yang dapat dibaca “Gana Asta Kembang Lata”, yang berarti angka tahun 1926.

Bangunan Siti Hinggil seperti halnya Pagelaran menggunakan kerangka besi dan ditopang dengan kolom besi cor yang didatangkan dari Belanda.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau