Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru, Beringin Pusaka Keraton Yogyakarta di Tengah Alun-alun Utara

Kompas.com - 18/07/2023, 17:13 WIB
Puspasari Setyaningrum

Editor

KOMPAS.com - Keraton Yogyakarta memiliki sepasang pusaka yang dikenal dengan nama Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru.

Uniknya, kedua pusaka Keraton Yogyakarta ini tidak disimpan di dalam ruangan, melainkan berada di tepat di tengah Alun-Alun Utara Yogyakarta.

Hal ini karena wujud pusaka Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru sangat besar, yaitu berupa pohon beringin.

Baca juga: Jamasan Pusaka, Salah Satu Tradisi Keraton Yogyakarta di Bulan Suro

Selain itu, pusaka Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru disebut juga sebagai Ringin Kurung. Istilah Ringin Kurung yang berarti beringin yang dikurung disematkan karena masing-masing pohon beringin ini diberi pagar keliling.

Di tengah kedua pohon beringin ini, dulu masyarakat bisa melakukan Tapa Pepe pada siang hari sebagai suatu bentuk unjuk diri dari rakyat agar didengar dan mendapat perhatian memohon keadilan langsung kepada Sultan.

Baca juga: Perbedaan Tradisi Malam 1 Suro di Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta

Kedua pohon beringin ini juga mengusung konsep Manunggaling Kawula Gusti, yaitu persatuan antara Raja dan rakyat serta kedekatan hubungan antara manusia dan Tuhan.

Sebagai pohon pusaka Keraton Yogyakarta beringin Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru juga dijamas setiap tahun dengan pemangkasan dahan-dahan agar pohon rapi dan tampak seperti payung.

Baca juga: Alun-alun Utara Yogyakarta: Sejarah, Fungsi, dan Makna Lautan Pasir

Pohon Beringin Kiai Dewadaru

Kiai Dewadaru atau juga dikenal sebagai Kiai Dewatadaru adalah pohon beringin pusaka Keraton Yogyakarta yang berada di sisi barat Alun-alun Utara.

Dilansir dari laman kratonjogja.id, nama Kiai Dewadaru berasal dari kata dewa yang bermakna sifat-sifat ketuhanan dan daru yang berarti cahaya.

Sehingga nama pohon beringin Kiai Dewadaru dapat diartikan sebagai cahaya ketuhanan.

Sementara di laman Kemendikbud disebutkan bahwa Kiai Dewadaru melambangkan persatuan antara Sultan dan Tuhan.

Dari maknanya, tidak heran jika posisi pohon beringin Kiai Dewadaru berada di sebelah barat sumbu filosofi atau di sisi yang sama dengan lokasi Masjid Gedhe yang berfungsi sebagai pusat keagamaan.

Konon, bibit Kiai Dewadaru berasal dari Majapahit dengan garis keturunan yang terus dijaga tiap kali ada pohon yang rubuh atau mati.

Pohon beringin Kiai Dewadaru pernah diganti pada tahun 1988, saat pohon tersebut roboh menjelang wafatnya Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Potret alun-alun utara Yogyakarta dengan pasir lembut sebagai penggambaran laut tak berpantai, dengan pohon beringin Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru di bagian kanan dan kirinya, Rabu (13/7/2022). 
Tribunjogja/Hari Susmayanti Potret alun-alun utara Yogyakarta dengan pasir lembut sebagai penggambaran laut tak berpantai, dengan pohon beringin Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru di bagian kanan dan kirinya, Rabu (13/7/2022).

Pohon Beringin Kiai Janadaru

Kiai Janadaru atau juga dikenal sebagai Kiai Jayadaru atau Kiai Wijayadaru adalah pohon beringin pusaka Keraton Yogyakarta yang berada di sisi timur Alun-alun Utara.

Dilansir dari laman kratonjogja.id, nama Kiai Janadaru berasal dari kata jana yang berarti manusia dan daru yang berarti cahaya.

Sehingga, nama pohon beringin Kiai Janadaru dapat diartikan sebagai cahaya kemanusiaan.

Sementara di laman Kemendikbud disebutkan bahwa Kiai Janadaru melambangkan persatuan antara Sultan dan rakyat.

Dari maknanya, tidak heran jika posisi pohon beringin Kiai Janadaru berada di sebelah timur sumbu filosofi atau di sisi yang sama dengan lokasi Pasar Gedhe (Pasar Beringharjo) yang berfungsi sebagai pusat ekonomi.

Konon, bibit Kiai Janadaru berasal dari Pajajaran dan pernah terbakar dan ditanam kembali karena tersambar petir pada tahun 1961.

Sebelumnya, pohon beringin Kiai Janadaru juga pernah diganti pada tahun 1926, di mana peristiwa ini dikisahkan cukup terperinci pada Serat Salokapatra.

Pohon beringin Kiai Janadaru yang saat itu sudah sakit selama sekitar dua tahun akhirnya roboh. Seluruh bagian pohon tersebut kemudian dikuburkan tidak jauh dari tempat semula.

Kiai Janadaru kemudian digantikan dengan bibit baru yang berasal dari cangkokannya sendiri yang ditanam kembali di tempatnya dahulu tumbuh.

Penanaman bibit tersebut dilakukan dalam sebuah upacara yang dipimpin oleh Patih Danureja VII dan diiringi doa-doa oleh Abdi Dalem Punokawan Kaji.

Potret udara alun-alun utara atau alun-alun lor di sisi depan dari Keraton Yogyakarta dengan dua pohon beringin di tengahnya.
Dok.kebudayaan.kemdikbud.go.id Potret udara alun-alun utara atau alun-alun lor di sisi depan dari Keraton Yogyakarta dengan dua pohon beringin di tengahnya.

Makna Pohon Beringin di Keraton Yogyakarta

Dalam pandangan masyarakat Jawa, pohon beringin (Ficus Benjamina) disebut sebagai pohon hayat karena dipandang sebagai pohon yang memberikan kehidupan dan juga memberikan pengayoman serta perlindungan kepada manusia,.

Wujud pohon beringin yang besar dan rimbun seperti pohon juga dianggap menimbulkan rasa gentar dan hormat.

Sejak masa Kerajaan Mataram Islam yang menjadi cikal bakal Kesultanan Yogyakarta, pohon beringin diperlakukan sebagai barang yang diangkut pada proses perpindahan keraton Mataram untuk kemudian ditanam kembali di ibu kota yang baru.

Pohon beringin juga memiliki posisi istimewa bagi Kesultanan Yogyakarta, di mana sebagai tanaman kerajaan, pohon beringin yang besar dan rimbun melambangkan pengayoman raja kepada rakyatnya.

Pohon beringin juga dianggap memiliki sifat-sifat yang dihubungkan dengan kebesaran Keraton Yogyakarta.

Ukuran pohon yang besar, tumbuh di segala musim, berumur panjang, dan akar-akarnya dalam dan kuat mencengkram tanah, memiliki kemampuan mengikat air dengan baik.

Daun-daun pohon beringin kecil rimbun memberi keteduhan dan pasokan oksigen dalam jumlah besar, memberi rasa aman bagi yang berteduh di bawahnya.

Bahkan, masyarakat Jawa masa lalu mengenal istilah "neres ringin kurung" yang secara harfiah berarti "menguliti kulit pohon beringin kurung". Istilah tersebut dimaknai sebagai sikap memberontak terhadap kekuasaan raja.

Sumber:
kratonjogja.id  
kratonjogja.id  
kebudayaan.kemdikbud.go.id  
pariwisata.jogjakota.go.id  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Beberapa Daerah Larang Study Tour, PHRI DIY: Apa Bedanya dengan Kunker?

Beberapa Daerah Larang Study Tour, PHRI DIY: Apa Bedanya dengan Kunker?

Yogyakarta
Pegawai K2 Gunungkidul Minta Diangkat Jadi ASN, Sudah Mengabdi dan Sebagian Akan Pensiun

Pegawai K2 Gunungkidul Minta Diangkat Jadi ASN, Sudah Mengabdi dan Sebagian Akan Pensiun

Yogyakarta
Sumbu Filosofi Yogyakarta Miliki Potensi Bencana, Apa Saja?

Sumbu Filosofi Yogyakarta Miliki Potensi Bencana, Apa Saja?

Yogyakarta
 Mengenal Hewan Raja Kaya dan Maknanya dalam Kehidupan Masyarakat Jawa

Mengenal Hewan Raja Kaya dan Maknanya dalam Kehidupan Masyarakat Jawa

Yogyakarta
Luncurkan Indonesia Heritage Agency, Nadiem: Jadikan Museum dan Cagar Budaya Tujuan Wisata Edukasi

Luncurkan Indonesia Heritage Agency, Nadiem: Jadikan Museum dan Cagar Budaya Tujuan Wisata Edukasi

Yogyakarta
Dipecat dan Tak Diberi Uang Layak, Pria di Kulon Progo Curi Rp 35 Juta Uang Kantor

Dipecat dan Tak Diberi Uang Layak, Pria di Kulon Progo Curi Rp 35 Juta Uang Kantor

Yogyakarta
Sleman Masih Kekurangan Ribuan Hewan Kurban untuk Idul Adha

Sleman Masih Kekurangan Ribuan Hewan Kurban untuk Idul Adha

Yogyakarta
Keluarga Jadi Korban Keracunan Massal di Gunungkidul, Adrian: Makan Mi dan Daging

Keluarga Jadi Korban Keracunan Massal di Gunungkidul, Adrian: Makan Mi dan Daging

Yogyakarta
Optimalisasi Pembenahan Museum dan Cagar Budaya Melalui Indonesia Heritage Agency

Optimalisasi Pembenahan Museum dan Cagar Budaya Melalui Indonesia Heritage Agency

Yogyakarta
Diare Massal di Gunungkidul, 89 Warga Diduga Keracunan Makanan di Acara 1.000 Hari Orang Meninggal

Diare Massal di Gunungkidul, 89 Warga Diduga Keracunan Makanan di Acara 1.000 Hari Orang Meninggal

Yogyakarta
Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta Siapkan Layanan Wisata Malam, Ini Jadwal dan Perinciannya...

Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta Siapkan Layanan Wisata Malam, Ini Jadwal dan Perinciannya...

Yogyakarta
Pelajar di Sleman Dipukuli Saat Berangkat Sekolah, Polisi Sebut Pelaku Sudah Ditangkap

Pelajar di Sleman Dipukuli Saat Berangkat Sekolah, Polisi Sebut Pelaku Sudah Ditangkap

Yogyakarta
Wacana Pembongkaran Separator di Ring Road Yogyakarta Batal, Ini Alasannya

Wacana Pembongkaran Separator di Ring Road Yogyakarta Batal, Ini Alasannya

Yogyakarta
Mengenal Apa Itu Indonesia Heritage Agency yang Akan Diluncurkan Nadiem Makarim di Yogyakarta

Mengenal Apa Itu Indonesia Heritage Agency yang Akan Diluncurkan Nadiem Makarim di Yogyakarta

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Kamis 16 Mei 2024, dan Besok : Cerah Berawan Sepanjang Hari

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Kamis 16 Mei 2024, dan Besok : Cerah Berawan Sepanjang Hari

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com