Salin Artikel

Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru, Beringin Pusaka Keraton Yogyakarta di Tengah Alun-alun Utara

KOMPAS.com - Keraton Yogyakarta memiliki sepasang pusaka yang dikenal dengan nama Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru.

Uniknya, kedua pusaka Keraton Yogyakarta ini tidak disimpan di dalam ruangan, melainkan berada di tepat di tengah Alun-Alun Utara Yogyakarta.

Hal ini karena wujud pusaka Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru sangat besar, yaitu berupa pohon beringin.

Selain itu, pusaka Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru disebut juga sebagai Ringin Kurung. Istilah Ringin Kurung yang berarti beringin yang dikurung disematkan karena masing-masing pohon beringin ini diberi pagar keliling.

Di tengah kedua pohon beringin ini, dulu masyarakat bisa melakukan Tapa Pepe pada siang hari sebagai suatu bentuk unjuk diri dari rakyat agar didengar dan mendapat perhatian memohon keadilan langsung kepada Sultan.

Kedua pohon beringin ini juga mengusung konsep Manunggaling Kawula Gusti, yaitu persatuan antara Raja dan rakyat serta kedekatan hubungan antara manusia dan Tuhan.

Sebagai pohon pusaka Keraton Yogyakarta beringin Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru juga dijamas setiap tahun dengan pemangkasan dahan-dahan agar pohon rapi dan tampak seperti payung.

Pohon Beringin Kiai Dewadaru

Kiai Dewadaru atau juga dikenal sebagai Kiai Dewatadaru adalah pohon beringin pusaka Keraton Yogyakarta yang berada di sisi barat Alun-alun Utara.

Dilansir dari laman kratonjogja.id, nama Kiai Dewadaru berasal dari kata dewa yang bermakna sifat-sifat ketuhanan dan daru yang berarti cahaya.

Sehingga nama pohon beringin Kiai Dewadaru dapat diartikan sebagai cahaya ketuhanan.

Sementara di laman Kemendikbud disebutkan bahwa Kiai Dewadaru melambangkan persatuan antara Sultan dan Tuhan.

Dari maknanya, tidak heran jika posisi pohon beringin Kiai Dewadaru berada di sebelah barat sumbu filosofi atau di sisi yang sama dengan lokasi Masjid Gedhe yang berfungsi sebagai pusat keagamaan.

Konon, bibit Kiai Dewadaru berasal dari Majapahit dengan garis keturunan yang terus dijaga tiap kali ada pohon yang rubuh atau mati.

Pohon beringin Kiai Dewadaru pernah diganti pada tahun 1988, saat pohon tersebut roboh menjelang wafatnya Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Pohon Beringin Kiai Janadaru

Kiai Janadaru atau juga dikenal sebagai Kiai Jayadaru atau Kiai Wijayadaru adalah pohon beringin pusaka Keraton Yogyakarta yang berada di sisi timur Alun-alun Utara.

Dilansir dari laman kratonjogja.id, nama Kiai Janadaru berasal dari kata jana yang berarti manusia dan daru yang berarti cahaya.

Sehingga, nama pohon beringin Kiai Janadaru dapat diartikan sebagai cahaya kemanusiaan.

Sementara di laman Kemendikbud disebutkan bahwa Kiai Janadaru melambangkan persatuan antara Sultan dan rakyat.

Dari maknanya, tidak heran jika posisi pohon beringin Kiai Janadaru berada di sebelah timur sumbu filosofi atau di sisi yang sama dengan lokasi Pasar Gedhe (Pasar Beringharjo) yang berfungsi sebagai pusat ekonomi.

Konon, bibit Kiai Janadaru berasal dari Pajajaran dan pernah terbakar dan ditanam kembali karena tersambar petir pada tahun 1961.

Sebelumnya, pohon beringin Kiai Janadaru juga pernah diganti pada tahun 1926, di mana peristiwa ini dikisahkan cukup terperinci pada Serat Salokapatra.

Pohon beringin Kiai Janadaru yang saat itu sudah sakit selama sekitar dua tahun akhirnya roboh. Seluruh bagian pohon tersebut kemudian dikuburkan tidak jauh dari tempat semula.

Kiai Janadaru kemudian digantikan dengan bibit baru yang berasal dari cangkokannya sendiri yang ditanam kembali di tempatnya dahulu tumbuh.

Penanaman bibit tersebut dilakukan dalam sebuah upacara yang dipimpin oleh Patih Danureja VII dan diiringi doa-doa oleh Abdi Dalem Punokawan Kaji.

Makna Pohon Beringin di Keraton Yogyakarta

Dalam pandangan masyarakat Jawa, pohon beringin (Ficus Benjamina) disebut sebagai pohon hayat karena dipandang sebagai pohon yang memberikan kehidupan dan juga memberikan pengayoman serta perlindungan kepada manusia,.

Wujud pohon beringin yang besar dan rimbun seperti pohon juga dianggap menimbulkan rasa gentar dan hormat.

Sejak masa Kerajaan Mataram Islam yang menjadi cikal bakal Kesultanan Yogyakarta, pohon beringin diperlakukan sebagai barang yang diangkut pada proses perpindahan keraton Mataram untuk kemudian ditanam kembali di ibu kota yang baru.

Pohon beringin juga memiliki posisi istimewa bagi Kesultanan Yogyakarta, di mana sebagai tanaman kerajaan, pohon beringin yang besar dan rimbun melambangkan pengayoman raja kepada rakyatnya.

Pohon beringin juga dianggap memiliki sifat-sifat yang dihubungkan dengan kebesaran Keraton Yogyakarta.

Ukuran pohon yang besar, tumbuh di segala musim, berumur panjang, dan akar-akarnya dalam dan kuat mencengkram tanah, memiliki kemampuan mengikat air dengan baik.

Daun-daun pohon beringin kecil rimbun memberi keteduhan dan pasokan oksigen dalam jumlah besar, memberi rasa aman bagi yang berteduh di bawahnya.

Bahkan, masyarakat Jawa masa lalu mengenal istilah "neres ringin kurung" yang secara harfiah berarti "menguliti kulit pohon beringin kurung". Istilah tersebut dimaknai sebagai sikap memberontak terhadap kekuasaan raja.

Sumber:
kratonjogja.id  
kratonjogja.id  
kebudayaan.kemdikbud.go.id  
pariwisata.jogjakota.go.id  

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/07/18/171325978/kiai-dewadaru-dan-kiai-janadaru-beringin-pusaka-keraton-yogyakarta-di

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke