Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benda Bercahaya Melintas di Langit Yogyakarta, Direktur Griya Antariksa Duga Itu Sampah Antariksa

Kompas.com, 15 September 2023, 13:12 WIB
Wijaya Kusuma,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Viral di media sosial video benda seperti bola api melewati langit DI Yogyakarta, pada Kamis (14/09/2023).

Terkait fenomena itu, Direktur Griya Antariksa Yogyakarta Mutoha Arkanuddin menyampaikan hasil analisisnya.

Mutoha Arkanuddin menyatakan, jatuhan benda angkasa itu ada banyak sebab. Kemudian, fenomena-fenomena membentuk ekor itu juga ada beberapa jenis.

"Yang pertama itu meteor, dengan ciri-cirinya ada ekornya, melesat, bercahaya dan sebagainya itu," ujar Mutoha saat dihubungi, Jumat (15/9/2023).

Baca juga: Penjual Beras di Yogyakarta Mengeluh Sulit Dapat Stok dari Bulog

Kedua adalah benda-benda buatan manusia di antariksa yang jatuh.

Saat ini, banyak sampah-sampah antariksa dan banyak juga yang tidak terkontrol, tidak terdata dan tidak terjadwal ketika jatuh.

Sampah antariksa tersebut jika jatuh pada malam hari juga menimbulkan cahaya.

"Yang kemungkinan lain kita belum bisa menjelaskan, karena itu masuk dalam fenomena unidentified, UFO atau sejenisnya. Itu karena belum jelas kan, belum bisa dijelaskan secara ilmiah," ucap dia.

Mutoha telah melihat sejumlah video terkait kasus ini. 

Dari analisisnya, besar kemungkinan jika benda yang jatuh tersebut bukan meteor.

Baca juga: Tanah Warisan Sang Ibu Beralih Kepemilikan, Warga Purworejo Polisikan Kades dan Pemilik Sertifikat

"Yang fenomena semalam, yang saya juga lihat banyak video, saya sendiri sementara menyimpulkan bahwa itu bukan meteor, bukan jatuhan meteor. Tapi, lebih kepada jatuhnya benda buatan manusia atau sering disebut sampah antariksa," ujar dia.

Mutoha mengungkapkan beberapa hal yang mendasari dari analisinya tersebut.

Dari video yang dilihatnya gerakan benda yang jatuh relatif lambat. Sementara untuk jatuhan meteor melesatnya lebih cepat.

"Saya kan sering mengamati meteor, hujan meteor dan sebagainya. Nah, itu gerakanya yang semalam itu relatif lambat, bahkan kita bisa melihat ekornya secara terus menerus," ungkap dia.

Mutoha mengatakan, cahaya benda tersebut juga tidak seterang seperti ketika meteor jatuh.

"Kemudian, tidak adanya suara ledakan atau apa yang biasa itu menyertai kejadian meteor besar. Yang semalam pecahannya merata, kalau meteor itu pecahnya biasanya nyebar, ini (fenomena semalam) mengikuti kepalanya. Ini ciri reentry sampah, salah satu cirinya itu," urai dia.

Pasca fenomena tersebut, Mutoha telah mencari berbagai sumber. Namun, dirinya belum menemukan pihak yang bertanggungjawab terkait benda diduga sampah antariksa tersebut.

"Saya mencoba mencari sumber-sumber itu, ternyata belum menemukan siapa pihak yang bertanggungjawab, baik itu yang punya sampah itu. Karena memang ada beberapa sampah yang memang tidak terkonfirmasi, mereka enggak memberikan informasinya di katalog itu," ujar dia.

Baca juga: Prakiraan Cuaca di Yogyakarta Hari Ini, 14 September 2023: Siang Cerah Berawan

Mutoha menuturkan, berdasarkan informasi yang melihat dari Yogyakarta, jatuhan benda tersebut ke arah utara.

Fenomena benda jatuh tersebut terlihat tidak hanya di DIY, namun juga Bandung dan Sragen.

"Dari beberapa saksi bahkan ada yang dari Bandung juga menyaksikan sehingga kalau yang paling timur itu Sragen, yang saya dapat infonya, paling barat itu Bandung," ujar dia.

Diberitakan sebelumnya, warga Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dihebohkan dengan video yang merekam seperti bola api melewati langit DIY pada Kamis (14/9/2023).

Dalam video yang diunggah, tampak benda tersebut seperti bola berwarna merah kekuningan yang memiliki ekor di langit.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Yogyakarta
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau