KOMPAS.com - Keraton Yogyakarta memiliki berbagai benda pusaka yang dijaga dan disakralkan, diantaranya berupa alat musik gamelan.
Gamelan adalah alat musik ansambel tradisional Jawa dengan tangga nada pentatonis dalam sistem tangga nada slendro dan pelog.
Baca juga: Mengenal Abdi Dalem Keraton Yogyakarta: Tugas, Pangkat, Pengangkatan, hingga Pemberhentian
Sebutan Gamelan berasal dari kata “gamel” dan akhiran “an” yang dalam Bahasa Jawa memiliki arti memukul atau menabuh yang merujuk pada kata benda. Sehingga gamelan bermakna seperangkat alat musik yang dimainkan dengan cara dipukul atau ditabuh.
Dilansir dari laman kratonjogja.id, masyarakat Jawa juga menyebut gamelan sebagai gangsa yang merupakan jarwa dhosok (akronim) dari tiga sedasa (tiga dan sepuluh).
Gangsa atau tiga sedasa merujuk pada elemen pembuat gamelan berupa perpaduan tiga bagian tembaga dan sepuluh bagian timah untuk menghasilkan perunggu yang dianggap sebagai bahan baku terbaik untuk membuat gamelan.
Baca juga: Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru, Beringin Pusaka Keraton Yogyakarta di Tengah Alun-alun Utara
Dalam hal ini, Keraton Yogyakarta diketahui memiliki pusaka berupa 21 perangkat gamelan yang dikelompokkan menjadi dua, yakni Gangsa Pakurmatan dan Gangsa Ageng.
Gangsa Pakurmatan dimainkan untuk mengiringi Hajad Dalem atau upacara adat keraton. Sementara Gangsa Ageng yang memiliki instrumen lebih lengkap dimainkan sebagai pengiring pagelaran seni budaya keraton.
Baca juga: Jamasan Pusaka, Salah Satu Tradisi Keraton Yogyakarta di Bulan Suro
Dilansir dari laman kratonjogja.id, berikut adalah nama 21 gamelan pusaka Keraton Yogyakarta beserta penjelasannya.
Gamelan Kanjeng Kiai Guntur Laut juga dikenal dengan nama Gangsa Monggang adalah gamelan yang termasuk dalam Gangsa Pakurmatan.
Gamelan Kanjeng Kiai Guntur Laut hanya dimainkan dalam upacara kenegaraan yang penting seperti Jumenengan (upacara penobatan) Sultan, menyambut tamu yang sangat terhormat di keraton, pernikahan kerajaan, dan Garebeg.
Gamelan Kanjeng Kiai Kebo Ganggang juga dikenal dengan nama Gamelan Kodhok Ngorek adalah gamelan yang termasuk dalam Gangsa Pakurmatan.
Gamelan Kanjeng Kiai Kebo Ganggang dimainkan bersama Kanjeng Kiai Guntur Laut pada acara tertentu, seperti pada Jumenengan Sultan dan Garebeg.
Kanjeng Kiai Gunturmadu merupakan salah satu dari Gamelan Kanjeng Kiai Sekati yang termasuk dalam Gangsa Pakurmatan dan khusus dimainkan pada perayaan Sekaten.
Pada perayaan Sekaten, Gamelan Kyai Guntur Madu yang lebih tua diletakkan di Pagongan Kidul Masjid Gedhe Kauman, yaitu di sebelah kanan Sultan.
Gamelan Kanjeng Kiai Nagawilaga merupakan salah satu dari Gamelan Kanjeng Kiai Sekati yang termasuk dalam Gangsa Pakurmatan dan khusus dimainkan pada perayaan Sekaten.
Pada perayaan Sekaten, Gamelan Kyai Nogo Wilogo yang lebih muda, diletakkan di Pagongan Lor Masjid Gedhe Kauman atau di sebelah kiri Sultan.
Gangsa Carabalen adalah gamelan yang termasuk dalam Gangsa Pakurmatan dan berfungsi antara lain untuk menyambut kedatangan tamu keraton, mengiringi latihan baris-berbaris prajurit putri, dan Garebeg.
Gamelan Kanjeng Kiai Surak adalah gamelan yang termasuk dalam Gangsa Ageng yang berlaras slendro.
Perangkat gamelan ini merupakan gamelan yang dibawa oleh Pangeran Mangkubumi (Sri Sultan Hamengku Buwono I) saat masih berperang melawan VOC untuk menggugah semangat juang para prajurit.
Saat kesultanan telah berdiri, gamelan ini dimainkan untuk mengiringi Ngabekten dan adu banteng melawan macan.
Gamelan Kanjeng Kiai Kancil Belik adalah gamelan yang termasuk dalam Gangsa Ageng yang berlaras pelog.
Perangkat gamelan ini merupakan gamelan yang dibawa dari Kasunanan Surakarta setelah perjanjian Giyanti.
Gamelan Kanjeng Kiai Kancil Beli ditabuh untuk mengiring kedatangan Sultan pada upacara Ngabekten, mengiringi Krama Dalem (pernikahan Sultan), dan Supitan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom (Putra Mahkota).
Gamelan Kanjeng Kiai Guntur Sari adalah gamelan yang termasuk dalam Gangsa Ageng yang berlaras pelog.
Perangkat gamelan ini merupakan peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono I.
Gamelan Kanjeng Kiai Guntur Sari digunakan untuk mengiringi tari Beksan Trunajaya, Hajad Dalem Supitan dan Tetesan, dan Prajurit Langenastra saat Garebeg Mulud.
Karena larasnya hampir sama dengan Gangsa Sekati, gamelan ini juga digunakan untuk latihan atau gladi resik sebelum acara Sekaten.
Gamelan Kanjeng Kiai Marikangen adalah gamelan yang termasuk dalam Gangsa Ageng yang berlaras slendro.
Perangkat gamelan ini merupakan peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono III.
Sebelumnya, Gamelan Kanjeng Kiai Marikangen digunakan untuk mengiringi prajurit putri Langenkusuma menuju alun-alun untuk berlatih perang.
Selanjutnya pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VI dan Sri Sultan Hamengku Buwono VII, gamelan ini digunakan untuk mengiringi tari Bedhaya, Wayang Wong (ringgit tiyang), dan wayang kulit (ringgit wacucal).
Gamelan Kanjeng Kiai Panji adalah gamelan peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono V yang termasuk dalam Gangsa Ageng dengan laras pelog.
11. Gamelan Kanjeng Kiai Pusparana
Gamelan Kanjeng Kiai Pusparana adalah gamelan peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono V yang termasuk dalam Gangsa Ageng dengan laras slendro.
Gamelan Kanjeng Kiai Madukintir adalah gamelan yang dibuat atas prakarsa Pangeran Purubaya, yang kemudian menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono VII.
Gamelan ini termasuk dalam Gangsa Ageng dengan laras slendro yang digunakan untuk mengiringi Wayang Wong, beksan (pertunjukan tari), dan uyon-uyon (karawitan).
Gamelan Kanjeng Kiai Siratmadu adalah gamelan yang dibuat atas prakarsa Pangeran Purbaya, yang kemudian menjadi Sri Sultan Hamengku Buwono VII.
Gamelan ini termasuk dalam Gangsa Ageng dengan laras pelog yang digunakan untuk mengiringi Wayang Wong, beksan (pertunjukan tari), dan uyon-uyon (karawitan).
Gamelan Kanjeng Kiai Medharsih adalah gamelan peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono VII yang diperkirakan didapatkan ketika beliau masih menjadi putra mahkota.
Gamelan ini termasuk dalam Gangsa Ageng dengan laras slendro yang digunakan untuk mengiringi beksan, uyon-uyon, dan semacamnya.
Gamelan Kanjeng Kiai Mikatsih adalah gamelan peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono VII yang diperkirakan didapatkan ketika beliau masih menjadi putra mahkota.
Gamelan ini termasuk dalam Gangsa Ageng dengan laras pelog yang digunakan untuk mengiringi beksan, uyon-uyon, dan semacamnya.
Gamelan Kanjeng Kiai Harjanagara adalah gamelan peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII.
Gamelan ini termasuk dalam Gangsa Ageng dengan laras slendro yang digunakan untuk mengiringi Wayang Wong dan uyon-uyon.
Gamelan Kanjeng Kiai Harjamulya adalah gamelan peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII.
Gamelan ini termasuk dalam Gangsa Ageng dengan laras pelog yang digunakan untuk mengiringi Wayang Wong dan uyon-uyon.
Gamelan Kanjeng Kiai Madumurti adalah gamelan pemberian seorang warga Yogyakarta keturunan Cina yang sangat mencintai budaya Jawa bernama Li Jing Kim kepada Sri Sultan Hamengku Buwono VIII pada tahun 1930.
Gamelan ini termasuk dalam Gangsa Ageng dengan laras slendro yang digunakan untuk mengiringi Wayang Wong dan uyon-uyon.
Gamelan Kanjeng Kiai Madumurti juga menjadi gamelan yang diberikan Li Jing Kim kepada Sri Sultan Hamengku Buwono VIII pada tahun 1930.
Gamelan ini termasuk dalam Gangsa Ageng dengan laras pelog yang digunakan untuk mengiringi Wayang Wong dan uyon-uyon.
Gamelan Kanjeng Kiai Sangumulya adalah gamelan yang dibuat pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono X pada tahun 1998.
Gamelan ini termasuk dalam Gangsa Ageng dengan laras pelog yang digunakan untuk mengiringi mengiringi beksan, wayang kulit, wayang golek, dan uyon-uyon.
Gamelan Kanjeng Kiai Sangumulya juga menjadi gamelan yang dibuat pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono X pada tahun 1998.
Gamelan ini termasuk dalam Gangsa Ageng dengan laras slendro yang digunakan untuk mengiringi mengiringi beksan, wayang kulit, wayang golek, dan uyon-uyon.
Nama gamelan Kanjeng Kiai Sangumulya dan Kanjeng Kiai Sangumukti berasal dari pertanyaan Sri Sultan Hamengku Buwono IX kepada putranya Sri Sultan Hamengku Buwono X tentang manakah yang ia inginkan, hidup mukti atau hidup mulya.
Penempatan Gangsa Ageng, kecuali Kanjeng Kiai Kancil Belik dan Kanjeng Kiai Surak, akan dirotasi tiap beberapa tahun untuk memastikan semuanya diperhatikan dan dirawat dengan baik
Sedang untuk Gamelan Kanjeng Kiai Kancil Belik berada di Gedhong Gangsa Lor, dan Gamelan Kanjeng Kiai Surak yang lebih tua, diletakkan di Gedhong Gangsa Kidul yang masing-masing berhadapan dengan Bangsal Kencana.
Untuk perawatan, Abdi Dalem Kanca Gendhing akan membersihkan salah satu dari gamelan tersebut setiap hari Jumat.
Tak hanya dibersihkan, gamelan juga akan diperiksa secara bergilir yang apabila ditemukan kerusakan maka akan segera dilakukan perbaikan.
Adapun bagian gamelan pusaka Keraton Yogyakarta yang tidak dapat diperbaiki akan dilebur untuk kemudian dibuat menjadi baru kembali tanpa mengubah unsur logam pembuatnya.
Sumber:
kratonjogja.id
yogyakarta.kompas.com
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.