Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Brandu Terus Berulang, Kasus Antraks di Gunungkidul Perlu Penanganan Sistematis

Kompas.com - 12/07/2023, 13:58 WIB
Wijaya Kusuma,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

"Mereka raja tega, siapapun dibabat. Tidak mengenal agama, tidak mengenal suku bangsa, tidak mengenal jenis kelamin. Pokonya kena kena saja dan kalau enggak kuat, risikonya meninggal," tandasnya.

Nanung berharap pemerintah lebih serius dalam menangani antraks. Keseriusan ini dengan memberikan tambahan anggaran.

"Saya kepengin ada dua anggaran lagi yang diposkan di situ. Pertama menambah pengadaan mobile insinerator," tegasnya.

Dalam prosedur operasi standar (standard operating procedure/SOP) ternak yang terkena antraks harus dibakar sampai habis hingga menjadi abu. Sebab, spora antraks menjadi sumber dari permasalahan yang perlu ditangani dengan serius.

"Antraks ini beda, oke lah bakterinya mati tapi sporanya bisa jadi tidak mati. Jadi memang harus dikremasi, dibakar sampai jadi abu," urainya.

Menurutnya semua daerah yang pernah ditemukan kasus antraks pemerintahnya perlu memiliki fasilitas mobile insinerator. Selain itu, perlu juga harus ada anggaran untuk perawatan.

"Di semua wilayah yang pernah ada kasus mestinya ada fasilitas itu (mobile insinerator) kemudian ada yang merawat. Jadi tidak hanya pengadaan alat, tapi juga harus ada yang merawat itu harus ada anggaranya," bebernya.

Baca juga: Cegah Tradisi Brandu, Pemkab Gunungkidul Usulkan Adanya Kompensasi Pembelian Ternak Antraks

Jika alat kremasi tidak ada, Nanung mengungkapkan bisa dibakar dengan menggunakan kayu. Namun harus dipastikan benar-benar terbakar sampai menjadi abu.

"Jika tidak memungkinkan, pilihan ketiga adalah dikubur minimal 2 sampai 3 meter. Kemudian disemen. Dan tanah itu tidak boleh diolah sampai kapan pun. Karena sporanya awet, pemerintah perlu membeli tanah itu kemudian dipagar dan diberi pengumuman," ucapnya.

Menurut Nanung, kasus antraks di Gunungkidul bukan yang pertama. Namun sebelumnya sudah pernah terjadi. Hal itu terkait dengan kebiasaan brandu di masyarakat.

"Cukup ini yang terakhir dan kebiasaan brandu tolong jangan diulang lagi selamanya. Ketika ada hewan yang mati mendadak jangan dibrandu, dibeli kemudian dibagi-bagikan dagingnya. Jangan lagi begitu, itu kan membagikan penyakit. Semua pihak harus mengambil langkah untuk berpartisipasi untuk menghentikan kebiasaan membrandu selamanya," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Tolak Larangan Study Tour, PHRI DIY: Awasi Kelayakan Kendaraan

Tolak Larangan Study Tour, PHRI DIY: Awasi Kelayakan Kendaraan

Yogyakarta
Jokowi Diminta Tetap Berpolitik Usai Tidak Jadi Presiden, Projo: Rakyat Masih Butuh Bapak

Jokowi Diminta Tetap Berpolitik Usai Tidak Jadi Presiden, Projo: Rakyat Masih Butuh Bapak

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok : Malam Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok : Malam Cerah Berawan

Yogyakarta
Bantul dan Yogyakarta Kerja Sama Olah Sampah, Sultan: Semoga UMKM Tumbuh

Bantul dan Yogyakarta Kerja Sama Olah Sampah, Sultan: Semoga UMKM Tumbuh

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok :Cerah Berawan Sepanjang Hari

Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok :Cerah Berawan Sepanjang Hari

Yogyakarta
Mahasiswa FH UGM Hendak Tabrak Mahasiswa Lain Pakai Mobil, Ini Penyebabnya

Mahasiswa FH UGM Hendak Tabrak Mahasiswa Lain Pakai Mobil, Ini Penyebabnya

Yogyakarta
Duet Kustini-Danang di Pilkada Sleman Masih Terbuka, meski Sama-sama Daftar Bakal Calon Bupati

Duet Kustini-Danang di Pilkada Sleman Masih Terbuka, meski Sama-sama Daftar Bakal Calon Bupati

Yogyakarta
Pemkot Yogyakarta Bakal Kirim Sampah ke Bantul untuk Diolah

Pemkot Yogyakarta Bakal Kirim Sampah ke Bantul untuk Diolah

Yogyakarta
Kantornya Digeruduk Warga Gara-gara Penumpukan Sampah, Ini Respons DLH Yogyakarta

Kantornya Digeruduk Warga Gara-gara Penumpukan Sampah, Ini Respons DLH Yogyakarta

Yogyakarta
Bupati Sleman Kustini Mendaftar Maju Pilkada lewat PDI-P

Bupati Sleman Kustini Mendaftar Maju Pilkada lewat PDI-P

Yogyakarta
Tumpukan Sampah di Depo Pengok Yogyakarta, Ekonomi Warga Terdampak

Tumpukan Sampah di Depo Pengok Yogyakarta, Ekonomi Warga Terdampak

Yogyakarta
Bau Sampah Tercium hingga Radius 1 Km, Warga Kampung Pengok Geruduk Kantor DLH Kota Yogyakarta

Bau Sampah Tercium hingga Radius 1 Km, Warga Kampung Pengok Geruduk Kantor DLH Kota Yogyakarta

Yogyakarta
Sayangkan Larangan 'Study Tour' di Sejumlah Daerah, PHRI Gunungkidul: Bisa Berdampak Luas

Sayangkan Larangan "Study Tour" di Sejumlah Daerah, PHRI Gunungkidul: Bisa Berdampak Luas

Yogyakarta
Beberapa Daerah Larang 'Study Tour', PHRI DIY: Apa Bedanya dengan Kunker?

Beberapa Daerah Larang "Study Tour", PHRI DIY: Apa Bedanya dengan Kunker?

Yogyakarta
Pegawai K2 Gunungkidul Minta Diangkat Jadi ASN, Sudah Mengabdi dan Sebagian Akan Pensiun

Pegawai K2 Gunungkidul Minta Diangkat Jadi ASN, Sudah Mengabdi dan Sebagian Akan Pensiun

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com