Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tradisi Brandu Terus Berulang, Kasus Antraks di Gunungkidul Perlu Penanganan Sistematis

Kompas.com - 12/07/2023, 13:58 WIB
Wijaya Kusuma,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Tradisi brandu atau porak disinyalir menjadi penyebab sejumlah warga di Padukuhan Jati, Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, Gunungkidul, suspek antraks hingga membuat satu orang meninggal dunia. Hal itu terjadi setelah ada yang menyembelih dan mengonsumsi sapi mati akibat antraks.

Dalam tradisi brandu, warga mengumpulkan iuran untuk warga yang hewan ternaknya sakit atau mati. Kemudian hewan ternak itu disembelih dan dagingnya dibagikan kepada warga yang telah mengumpulkan iuran. 

Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Derajat Sulistyo Widhyarto mengatakan menyembelih dan mengkonsumsi ternak yang mati akibat antraks bukanlah peristiwa pertama di Gunungkidul. Peristiwa tersebut sudah berulang kali terjadi.

Baca juga: Sembelih Ternak Terkena Antraks, Pakar UGM: Itu Kesalahan Fatal

Derajat melihat, peristiwa serupa selalu terulang karena lemahnya sosialiasi dan edukasi di masyarakat. Termasuk lemahnya pengawasan di tingkat masyarakat.

"Persoalanya kan proses sosialiasinya, edukasinya ini kan masih lemah," ujar Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Derajat Sulistyo Widhyarto saat dihubungi, Senin (11/07/2023).

Dia menyebut adanya warga yang menggali sapi mati untuk kemudian dikonsumsi menunjukkan lemahnya pengetahuan masyarakat terkait penyakit antraks. 

"Sekarang kalau sampai ada orang makan sapi yang sudah di kubur, berarti pengetahuan tentang penyakit itu kan rendah sekali," tuturnya.

Menurutnya langkah instan seperti memberikan sanksi tidak akan efektif untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dia menilai pemerintah perlu melakukan upaya yang sistematis. Salah satunya dengan meningkatkan literasi masyarakat. Lalu mengedukasi masyarakat. Kemudian penanganan secara patologinya atau penyakitnya.

Derajat mengungkapkan yang dibutuhkan masyarakat adalah proses tersebut. Sebab kemungkinan berulangnya peristiwa tersebut sangat tinggi.

"Literasi, edukasi, terus penanganan patologisnya itu kan sistematis. Ada orang yang melaksanakan, ada orang yang mensosialisasikan, ada orang yang memastikan patologinya," tandasnya.

Perlu mobile insinerator

Kasus antraks di Gunungkidul sudah beberapa kali terjadi. Dosen Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Nanung Danar Dono menilai kasus antraks harus ditangani dengan baik agar tak ada lagi korban meninggal

"Saya kira cukup sudah, jangan sampai ada kasus-kasus lagi. Bahkan sampai orang meninggal," ujarnya, Jumat (7/07/2023)

Nanung menyampaikan kejadian kasus antraks di Indonesia bukanlah yang pertama. Pada tahun 2016 ada koordinasi dari berbagai instansi. Saat itu dilaporkan ada 11 provinsi yang terdapat kasus antraks.

"Nah sekarang hampir semua provinsi di Indonesia sudah kena, hampir semuanya," tegasnya.

Baca juga: Tidak Berlakukan KLB Antraks dan Sanksi Brandu, Bupati Gunungkidul Pilih Edukasi Warga

Antraks adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yakni Bacillus Anthracis. Sama halnya virus, bakteri tidak punya mata, telinga dan punya hati.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Tolak Larangan Study Tour, PHRI DIY: Awasi Kelayakan Kendaraan

Tolak Larangan Study Tour, PHRI DIY: Awasi Kelayakan Kendaraan

Yogyakarta
Jokowi Diminta Tetap Berpolitik Usai Tidak Jadi Presiden, Projo: Rakyat Masih Butuh Bapak

Jokowi Diminta Tetap Berpolitik Usai Tidak Jadi Presiden, Projo: Rakyat Masih Butuh Bapak

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok : Malam Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok : Malam Cerah Berawan

Yogyakarta
Bantul dan Yogyakarta Kerja Sama Olah Sampah, Sultan: Semoga UMKM Tumbuh

Bantul dan Yogyakarta Kerja Sama Olah Sampah, Sultan: Semoga UMKM Tumbuh

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok :Cerah Berawan Sepanjang Hari

Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok :Cerah Berawan Sepanjang Hari

Yogyakarta
Mahasiswa FH UGM Hendak Tabrak Mahasiswa Lain Pakai Mobil, Ini Penyebabnya

Mahasiswa FH UGM Hendak Tabrak Mahasiswa Lain Pakai Mobil, Ini Penyebabnya

Yogyakarta
Duet Kustini-Danang di Pilkada Sleman Masih Terbuka, meski Sama-sama Daftar Bakal Calon Bupati

Duet Kustini-Danang di Pilkada Sleman Masih Terbuka, meski Sama-sama Daftar Bakal Calon Bupati

Yogyakarta
Pemkot Yogyakarta Bakal Kirim Sampah ke Bantul untuk Diolah

Pemkot Yogyakarta Bakal Kirim Sampah ke Bantul untuk Diolah

Yogyakarta
Kantornya Digeruduk Warga Gara-gara Penumpukan Sampah, Ini Respons DLH Yogyakarta

Kantornya Digeruduk Warga Gara-gara Penumpukan Sampah, Ini Respons DLH Yogyakarta

Yogyakarta
Bupati Sleman Kustini Mendaftar Maju Pilkada lewat PDI-P

Bupati Sleman Kustini Mendaftar Maju Pilkada lewat PDI-P

Yogyakarta
Tumpukan Sampah di Depo Pengok Yogyakarta, Ekonomi Warga Terdampak

Tumpukan Sampah di Depo Pengok Yogyakarta, Ekonomi Warga Terdampak

Yogyakarta
Bau Sampah Tercium hingga Radius 1 Km, Warga Kampung Pengok Geruduk Kantor DLH Kota Yogyakarta

Bau Sampah Tercium hingga Radius 1 Km, Warga Kampung Pengok Geruduk Kantor DLH Kota Yogyakarta

Yogyakarta
Sayangkan Larangan 'Study Tour' di Sejumlah Daerah, PHRI Gunungkidul: Bisa Berdampak Luas

Sayangkan Larangan "Study Tour" di Sejumlah Daerah, PHRI Gunungkidul: Bisa Berdampak Luas

Yogyakarta
Beberapa Daerah Larang 'Study Tour', PHRI DIY: Apa Bedanya dengan Kunker?

Beberapa Daerah Larang "Study Tour", PHRI DIY: Apa Bedanya dengan Kunker?

Yogyakarta
Pegawai K2 Gunungkidul Minta Diangkat Jadi ASN, Sudah Mengabdi dan Sebagian Akan Pensiun

Pegawai K2 Gunungkidul Minta Diangkat Jadi ASN, Sudah Mengabdi dan Sebagian Akan Pensiun

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com