Sisi dimensi sosiologis inilah yang selama ini belum dilakukan.
"Tapi, yang memaksa mereka secara kultural, secara sosiologis tadi belum dilakukan, misalnya memberikan 'hukuman' bentuknya rehabilitasi dia dimasukan dalam kelompok atau komunitas produktif. Nah, dia dipaksa di situ," ucap dia.
"Tentu saja perlu diidentifikasi skill-nya, artinya mereka membutuhkan ketrampilan tertentu atau tidak," imbuh dia.
Baca juga: Disdukcapil Kota Yogyakarta Temukan Warga 3 Tahun Sekali Pindah KK untuk Ikut PPDB
Sosiolog UGM ini mengamati pengemis di Yogyakarta ada yang terorganisir. Kemudian pengemis yang sifatnya profesi keluarga.
"Yang kedua itu memang keluarga itu profesinya mengemis. Saya amati ada anak kecil sampai dewasa jadi pengemis, gitu terus bersama ayah dan ibunya. Jadi, memang keluarga itu mengemis, profesinya," urai dia.
Selain itu, ada pengemis yang sifatnya temporer. Mereka mengemis ketika momen hari besar agama.
"Jadi, kalau pas ada mau Lebaran, hari besar terus acara-acara sosial besar itu pengemis itu tiba-tiba muncul," pungkas dia.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang