Editor
Selain itu, kerangka yang semula bambu diganti dengan kayu nangka dan sebagian dengan kayu glugu.
Tembok yang semula hanya dari gedhek (anyaman bambu) diganti dengan batu bata yang direkatkan dengan tanah liat yang diplester dengan adukan aci gamping dengan tumbukan bata dan pasir.
Demikian lantainya dibuat dari bata yang ditata lalu diplester dengan adukan seperti membuat tembok.
Ruangan di sisi kiri dan kanan bagian dalam bangunan masjid atau sebelah utara dan sebelah selatan juga dibuat ruangan untuk jama’ah sholat bagi orang-orang putri yang disebut pawastren.
Sementara tempat berwudhu yang semula dari padasan dibuat kolam di depan serambi masjid, dengan air yang dialirkan dari sungai Belik.
Pada tahun 1958, Masjid Wonokromo kembali dibongkar dengan menambah gulu melet sebagai penyela antara atap tumpang sebelah atas dan atap tumpang sebelah bawah.
Bangunan serambi masjid diperluas, dan kolam tempat wudhu ditimbun untuk kemudian dijadikan halaman masjid.
Tempat wudhu selanjutnya dibuat dengan bentuk kulah di sisi utara dan selatan serambi masjid.
Bangunan masjid diganti tembok yang disemen, namun empat tiang utama di dalam masjid diganti dengan batang kayu jati.
Gulu melet diberi kaca bening, sehingga suasana di dalam masjid menjadi terang.
Tempat khatib diberi semacam gazebo, dengan serambi beberapa tiang serambi terbuat dari beton dan tiang di dalam serambi dibuat dari balok kayu jati, serta penambahan kanopi (kuncungan) di depan serambi.
Lantai baik untuk ruangan masjid atau serambi diganti dengan tegel yang dibuat warna warni dengan corak ornamen kembang-kembang.
Renovasi Masjid Wonokromo dilakukan sumbangan dana dari H. Prawito Suwarno alias Tembong dari Kotagede.
Tahun 1976 kembali dilakukan penggantian mustoko yang semula berbentuk bawangan yang terbuat dari kayu nangka, diganti dengan mustoko berbentuk bawangan yang dibuat dari alumunium dengan ukuran yang lebih besar.
Pada tahun 1986, Masjid Wonokromo mendapatkan Bantuan Presiden (Banpres) sejumlah Rp. 25.000.000,-.
Dengan banyak pertimbangan, maka bangunan Masjid Wonokromo dibongkar dan diperluas atas izin tertulis dari Keraton atau setelah mendapat palilah dalem.
Bangunan Masjid Wonokromo dibangun dengan total konstruksi beton bertulang, dengan rancangan gambar yang dibuat dan dirancang oleh insinyur bangunan, dengan tidak meninggalkan arsitektur masjid corak Jawa Yogyakarta.
Hal ini juga memenuhi dhawuh dalem agar Masjid Wonokromo tidak meninggalkan corak kejawaannya, yang tertuang dalam surat palilah dalem.