YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Plakat berwarna hitam terpasang di tiang besi berdiri di tengah-tengah pertigaan sebelah timur Jalan Gejayan, Kabupaten Sleman. Plakat tersebut seakan dipayungi oleh keteduhan rimbunya dahan pohon.
Plakat yang menghadap ke Jalan Gejayan ini bertuliskan "JL Mozes GK". Beberapa cat memang tampak sudah mengelupas, tapi tulisan"JL Mozes GK" berwarna putih masih tampak jelas.
Hampir di kanan dan kiri sepanjang Jalan Mozes Gatotkaca, Caturtunggal, Kapanewon Depok, Kabupaten Sleman berjajar kios-kios handphone dan asesoris. Meski pun ada beberapa warung makan dan warung lainya.
Penamaan Jalan Mozes Gatotkaca tak lepas dari tragedi di tahun 1998 silam yang dikenal dengan peristiwa Gejayan.
Pada 8 Mei 1998, ribuan mahasiswa dari berbagai Universitas di Yogyakarta dan sejumlah elemen masyarakat berkumpul menjadi satu di Jalan Gejayan. Mereka mengelar aksi demo menyuarakan reformasi dan turunnya Soeharto.
"Seingat saya itu hari Jumat tanggal 8 Mei (1998)," ujar Heru salah satu orang yang dulu ikut dalam aksi demo di Jalan Gejayan pada 8 Mei 1998, Minggu (14/05/2023).
Selepas shalat Jumat, di Jalan Gejayan terdengar suara tiang listrik dan tiang telepon yang dipukul. Seiring bunyi suara tersebut, berbondong-bondong para mahasiswa dan sejumlah elemen masyarakat datang ke Jalan Gejayan. Mereka lantas mengelar aksi demo di Jalan Gejayan.
"Awalnya ada yang memukul tiang listrik, tiang telepon kemudian berkumpul, menjadi kumpulan massa dan demo," ucapnya.
Aksi demo di Jalan Gejayan awalnya berlangsung aman. Peristiwa bentrokan terjadi setelah aparat keamanan diduga berusaha membubarkan massa yang masih berkumpul di Jalan Gejayan usai aksi demo selesai.
"Seingat saya demo sudah ditutup, sudah selesai. Posisi demo sudah selesai, tapi masih berkumpul, setelah itu pecah bentrokan," ungkapnya.
Aparat keamanan saat itu menembakkan gas air mata hingga mengerahkan water canon untuk membubarkan massa di Jalan Gejayan. Upaya itu mendapat perlawanan dari para mahasiswa dan berbagai elemen masyarakat.
"Itu kejadian Jumat, kebetulan seingat saya, hari Sabtunya itu Sadhar (Universitas Santa Dharma) ada wisuda, itu gas air mata masih terasa di mata," ucapnya.
Salah satu warga Mrican, Condongcatur, Kapanewon Depok, Kabupaten Sleman, Hari mengaku masih ingat dengan peristiwa 8 Mei 1998. Rumah Hari, berada di kampung sebelah timur Jalan Gejayan.
Saat itu Hari datang ke Jalan Gejayan karena mendengar ada aksi demo. Dirinya kemudian berangkat dari rumahnya untuk menonton aksi demo tersebut.
Baca juga: 25 Tahun Hilangnya Sang Aktivis 1998, Herman Hendrawan dan Petrus Bima Anugerah
"Saya kan dengar demonya belum selesai. Nah saya naik sepeda dari rumah mau nonton. Saya pamit bapak mau nonton demo, bapak pesan ati-ati (hati-hati)," ucap Hari saat ditemui di sekitar Jalan Mozes Gatotkaca.