"Pengambilan keputusan untuk suatu persoalan kompleks seharusnya perlu pertimbangan yang cukup panjang," tambahnya.
Baca juga: Begini Isi Surat Mahasiswi Dalam Kotak Jenazah Bayi yang Digugurkannya
Dalam kasus ini, kata Ai, masyarakat bisa menimba pelajaran penting soal peran orangtua terhadap anak.
Anak yang memasuki usia remaja, atau bahkan menginjak dewasa, masih membutuhkan adanya dukungan keluarga atau orangtua.
Selain itu, peran masyarakat secara luas terkait perkembangan generasi muda juga diperlukan, terutama bagi para wanita untuk melanjutkan hidupnya tanpa merenggut hak hidup para janin.
"Kaum remaja perlu belajar menimbang panjang suatu pilihan karena mereka lah yang harus menerima risikonya. Keluarga tidak hanya menuntut, memberikan batasan, atau menghukum tapi juga merengkuh ketika anak berbelok arah," katanya.
"Masyarakat tidak menghakimi tapi memberi dukungan dan kesempatan bagi individu. AU dan siapapun, tidak akan dapat mengubah masa lalu akan tetapi bisa upayakan masa depan yang lebih baik," kata Ai.
Baca juga: Syok dan Menangis, Mahasiswi di Bantul Akui Telah Aborsi dan Buang Mayat Bayinya di Serambi Masjid
Pelaku aborsi yang sedang menjalani proses hukum akan mengalami goncangan psikis. Dampak psikis tersebut akan berbeda-beda tergantung dengan sifat dan karakter pelaku.
Namun, secara umum, pendampingan yang diberikan jika pelaku mengalami dampak psikis berat seharusnya tidak lagi berfokus untuk mengulik kesalahan, tetapi untuk membantu yang bersangkutan untuk berdamai dengan dirinya sendiri.
"Tujuannya adalah membangkitkan semangat untuk menata kehidupan lagi sebagai warga binaan hingga selesai masa yang ditentukan. Pendampingan religiusitas dan spiritualias sangat berperan besar dalam membantu pemulihan dan resiliensi korban," pungkas Ai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.