Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sisi Lain Kasus Mahasiswi Aborsi dan Buang Jasad Bayi di Teras Masjid Bantul

Kompas.com, 20 Februari 2022, 17:09 WIB
Michael Hangga Wismabrata

Penulis

KOMPAS.com - Warga sekitar masjid di Kelurahan Tamantirto, Kapanewon Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), gempar saat menemukan sosok jasad bayi di dalam kardus pada 22 Januari 2022 malam.

Jasad bayi itu berada di dalam kardus dan ada secarik surat yang ditulis sang ibu.

Selang tiga jam, polisi akhirnya berhasil menangkap seorang wanita berinisial AU (21) asal Kalimantan Tengah, di sebuah indekos di daerah Tamantirto.

AU yang masih berstatus mahasiswi itu pun mengaku bahwa jasad itu adalah banyinya yang telah digugurkan dengan menenggak 13 jenis obat penggugur kandungan.

Baca juga: Mahasiswi yang Buang Jasad Bayinya di Serambi Masjid Bantul Dijerat Pasal Berlapis

"Pelaku mahasiswi di salah satu perguruan tinggi di Yogya. Yang bersangkutan sudah kita tahan di rutan Polres Bantul untuk kita lakukan pengembangan dan sebagainya," kata Kapolres Bantul AKBP Ihsan, Rabu (16/2/2022).

Seperti diketahui, AU terancam dijerat dengan pasal berlapis, yaiu Pasal 194 UU RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 77A UURI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UURI No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Lalu AU juga dijerat dengan Pasal 346 KUHP tentang Aborsi dengan hukuman maksimal 10 tahun penjara.

Baca juga: [POPULER YOGYAKARTA] Mahasiswi Aborsi dan Buang Jasad Bayinya di Bantul | Kasus Covid-19 di DIY Meningkat

Sisi lain kasus aborsi

Kapolres Bantul AKBP Ihsan menunjukkan kain pembungkus jenasah bayi di makam misterius di Pemakaman Ngasem, Jetis, Bantul, DI Yogyakarta.KOMPAS.COM/MARKUS YUWONO Kapolres Bantul AKBP Ihsan menunjukkan kain pembungkus jenasah bayi di makam misterius di Pemakaman Ngasem, Jetis, Bantul, DI Yogyakarta.

Di sisi lain, kasus yang menimpa AU menjadi sorotan dan memunculkan pertanyaan. Mengapa AU setega itu?

Menurut salah satu dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Dr. Maria Laksmi Anantasari, perbuatan AU melanggar hukum.

Namun demikian, ada sisi lain yang perlu dipahami masyarkat dalam kasus AU tersebut, yaitu faktor psikis dari yang bersangkutan. 

"Yang bersangkutan adalah pelaku suatu perilaku aborsi yang di mata hukum merupakan suatu tindak kejahatan, di sisi lain ia dapat dikatakan sebagai “korban”dari situasi yang tidak kondusif," katanya kepada Kompas.com.

Baca juga: Bermesraan di Alun-alun Jember, Mahasiswi dan Pacarnya Diciduk Satpol PP

Menurut Ai, sapaan akrabnya, masalah yang dihadapi pelaku itu sangat kompleks dan tidak mudah.

Perasaan pelaku yang merasa sendirian menghadapi masalah itu justru akan membuat sulit untuk menemukan alternatif solusi.

"Memikirkan janin yang semakin membesar mendesak pelaku segera mengambil keputusan. Menentukan prioritas. 'lebih baik aborsi daripada putus kuliah'. Aborsi dipandang sebagai satu-satu nya jalan penyelesaian masalah untuk menyelamatkan masa depan," katanya, Minggu (20/2/2022).

"Pengambilan keputusan untuk suatu persoalan kompleks seharusnya perlu pertimbangan yang cukup panjang," tambahnya.

Baca juga: Begini Isi Surat Mahasiswi Dalam Kotak Jenazah Bayi yang Digugurkannya

Peran orangtua


Isi surat dari mahasiswi tersangka aborsi di TKP Kasihan Bantul 
TRIBUNJOGJA.COM/ Santo Ari Isi surat dari mahasiswi tersangka aborsi di TKP Kasihan Bantul

Dalam kasus ini, kata Ai, masyarakat bisa menimba pelajaran penting soal peran orangtua terhadap anak.

Anak yang memasuki usia remaja, atau bahkan menginjak dewasa, masih membutuhkan adanya dukungan keluarga atau orangtua.

Selain itu, peran masyarakat secara luas terkait perkembangan generasi muda juga diperlukan, terutama bagi para wanita untuk melanjutkan hidupnya tanpa merenggut hak hidup para janin.

"Kaum remaja perlu belajar menimbang panjang suatu pilihan karena mereka lah yang harus menerima risikonya. Keluarga tidak hanya menuntut, memberikan batasan, atau menghukum tapi juga merengkuh ketika anak berbelok arah," katanya.

"Masyarakat tidak menghakimi tapi memberi dukungan dan kesempatan bagi individu. AU dan siapapun, tidak akan dapat mengubah masa lalu akan tetapi bisa upayakan masa depan yang lebih baik," kata Ai.

Baca juga: Syok dan Menangis, Mahasiswi di Bantul Akui Telah Aborsi dan Buang Mayat Bayinya di Serambi Masjid

Pendampingan pasca-aborsi

Pelaku aborsi yang sedang menjalani proses hukum akan mengalami goncangan psikis. Dampak psikis tersebut akan berbeda-beda tergantung dengan sifat dan karakter pelaku. 

Namun, secara umum, pendampingan yang diberikan jika pelaku mengalami dampak psikis berat seharusnya tidak lagi berfokus untuk mengulik kesalahan, tetapi untuk membantu yang bersangkutan untuk berdamai dengan dirinya sendiri.

"Tujuannya adalah membangkitkan semangat untuk menata kehidupan lagi sebagai warga binaan hingga selesai masa yang ditentukan. Pendampingan religiusitas dan spiritualias sangat berperan besar dalam membantu pemulihan dan resiliensi korban," pungkas Ai.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau