Sekadar diketahui, kegiatan suku Tionghoa di Kulon Progo nyaris tidak terdengar. Pasalnya jumlahnya sangat sedikit, bahkan sudah berakulturasi dengan masyarakat setempat.
Berbeda dengan kehidupan masyarakat Kulon Progo di masa lalu, masyarakat suku Tionghoa sangat banyak, setidaknya dilihat dari adanya monumen penanda berbentuk tugu Pagoda yang ada di teteg wetan (pintu kereta api Timur) Kota Wates.
Tugu itu berdiri pada 1931 itu jadi simbol bahwa hubungan Pemerintah Kulon Progo, warga dan warga Tionghoa terjalin kuat di masa lalu.
Baca juga: Perayaan Hari Raya Imlek di Jateng Ditetapkan Sesuai Level di Daerah
Kini, jumlahnya makin sedikit dan aktivitasnya nyaris tidak lagi terdengar.
“Kita syukuri. Intinya saya bisa masuk dan bekerja sama dengan semuanya. Kami melebur saja. Saat melebur, kita bisa sama-sama berbuat, membangun dan membawa puskesmas ini mau bawa ke mana dan seterusnya,” kata Renny.
Ditemui terpisah, dokter umum puskesmas, Arum Ermi Wijayanti mengungkapkan, menyukai rasa manis panganan khas Imlek itu. Ia berencana akan makan selagi sambil bekerja.
“Kita ikut senang ikut merayakan. Kebetulan sejak Ibu di sini, kami dapat menu seperti ini. Rasa (panganan ini) manis dan legit. Kebetulan kami orang Jawa cocok untuk makanan dengan rasa yang manis manis,” kata Arum.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.