Renny menceritakan, ia masih memegang tradisi Tionghoa, terutama Imlek.
Seperti di tahun-tahun sebelumnya, ia membagikan panganan khas itu pada pegawai di kantornya.
Kegiatan itu sudah dilakukannya sejak lama, bahkan sebelum bertugas di Kulon Progo.
Baca juga: Ribuan Warga Tumpah Ruah di Kawasan Pasar Gede Solo, Saksikan 1.000 Lampion Imlek Menyala
Kesempatan-kesempatan itu dilakukan sekaligus mengingatkan mereka hidup di tengah keberagaman.
“Ini gambaran ucapan syukur. (Sekaligus) ini sebagai gambaran bahwa budaya Tionghoa yang masih tetap hidup dalam diri saya. Saya harus bisa berbaur dengan teman lain, terlebih sebagai aparatur sipil negara,” kata Renny.
“Kami menekankan keberagaman itu indah. Tetap indah di mana bisa saling menghormati satu dengan lainnya. Kita bisa belajar banyak di sana,” kata Renny.
Kepala Puskesmas I Sentolo, Dokter Renny Lo, merayakan Imlek atau tahun baru China dengan membagi pada masing-masing pegawai sebuah paket kecil berisi kue keranjang dan makanan serba manis di Puskesmas I Sentolo, Kapanewon Sentolo, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.Dokter Renny berkarya sebagai dokter mulai di Tasikmalaya, Bantul, lalu ke Kalimantan Barat.
Ia kemudian ke Kulon Progo sejak 13 tahun lalu. Renny hidup di tengah budaya Jawa, sejak menikah dengan pria asal Kulon Progo.
Baca juga: Jelang Imlek, Kelenteng di Palembang Mulai Lakukan Tradisi Cuci Patung Dewa
Namun, kata Renny, ia masih mengajarkan pada anak-anaknya tentang budaya ibu dan keluarganya.
Imlek jadi waktu keluarga berkumpul, makan bersama, saling mengunjungi, dan berbagi terutama pada keluarga kurang mampu.
Hal itu membangkitkan rasa menghargai nilai keluarga, selalu dikenang dan akan terus diajarkan pada anak-anaknya.
“Pesan orangtua bahwa budaya Tionghoa tetap harus diajarkan pada anak cucu. Agar mereka tahu leluhur, apa itu Imlek, belajar apa makna terdalam Imlek. Meski nantinya hidup dalam kultur budaya Jawa. Tapi budaya imlek harus dikenang sebagai penghormatan pada para leluhur,” kata Renny.