Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Alasan Bendera Pusaka Pernah Dirobek Menjadi Dua, Dilakukan Demi Menyelamatkan Sang Merah Putih

Kompas.com, 10 Agustus 2024, 21:43 WIB
Puspasari Setyaningrum

Editor

KOMPAS.com - Jelang perayaan HUT Ke-79 RI pada tanggal 17 Agustus 2024, duplikat bendera pusaka dan salinan naskah teks proklamasi telah berada di Ibu Kota Nusantara (IKN).

Duplikat bendera pusaka dan salinan naskah teks proklamasi tiba di IKN setelah menjalani kirab dari Monas, Jakarta pada Sabtu (10/08/2024).

Baca juga: Mengenal Bendera Pusaka, dari Sejarah hingga Duplikatnya

Setibanya di Istana Negara Ibu Kota Nusantara (IKN), bendera pusaka dan naskah proklamasi selanjutnya disimpan di sebuah ruangan khusus dan dipersiapkan untuk digunakan pada upacara peringatan HUT Ke-79 Kemerdekaan Republik Indonesia di IKN.

Sebelumnya, duplikat bendera pusaka inilah yang selalu dikibarkan oleh Pasukan Pengibar Bendera Pusaka (Paskibraka) di Istana Merdeka.

Sebelum menggunakan duplikatnya, Bendera Pusaka yang asli selalu dihadirkan setiap upacara peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

Baca juga: Jelang HUT RI, Bendera Raksasa Dibentangkan di Waduk Gondang Lamongan

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 40 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia, Bendera Pusaka adalah bendera kebangsaan yang digunakan pada upacara Proklamasi Kemerdekaan di Jakarta pada tanggal 17 Agustus 1945.

Bendera Merah Putih inilah yang dijahit sendiri oleh Ibu Negara Fatmawati dan dikibarkan pertama kali oleh Suhud dan Latief Hendraningrat.

Baca juga: Bersejarah, Pertama Kali Bendera Pusaka Diarak dari Monas ke IKN

Bendera Pusaka yang asli selalu dikibarkan setiap peringatan Hari Kemerdekaan dan terakhir dikibarkan di depan Istana Merdeka pada 17 Agustus 1968.

Karena kondisinya yang semakin rapuh, maka sejak tahun 1969 Bendera Pusaka tidak lagi dikibarkan dan digantikan oleh duplikatnya.

Kisah Bendera Pusaka yang Dirobek Menjadi Dua

Salah satu kisah menarik dari sejarah Bendera Pusaka adalah fakta bahwa ternyata bendera Merah Putih ini sempat dirobek menjadi dua bagian.

Kisah ini terjadi saat Ibu Kota RI berpindah dari Jakarta ke Yogyakarta pada 3 Januari 1946.

Kala itu, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta menjalankan tugas pemerintahan di Istana Negara Gedung Agung di Yogyakarta.

Namun kemudian terjadi Agresi Militer Belanda II. Tepatnya pada tanggal 19 Desember 1948, pemerintahan di Yogyakarta harus jatuh ke tangan Belanda.

Pemimpin Indonesia saat itu, Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh.Hatta ditangkap oleh Belanda, begitu juga dengan tokoh penting lainnya seperti Sutan Syahrir, Agus Salim, Mohammad Roem dan AG Pringgodigdo.

Sesaat sebelum ditangkap dan diasingkan, Presiden Soekarno sempat berusaha menyelamatkan Bendera Pusaka dengan menyerahkannya kepada seorang ajudan yang bernama Husein Mutahar.

Halaman:


Terkini Lainnya
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Yogyakarta
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau