Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Catur Gatra Tunggal, Konsep Tata Ruang dalam Kosmologi Jawa

Kompas.com, 27 Februari 2024, 21:50 WIB
Puspasari Setyaningrum

Editor

KOMPAS.com - Catur Gatra Tunggal atau Catur Sagotra adalah filosofi dan konsep kesatuan tata ruang dalam kosmologi Jawa yang digunakan dalam pembentukan inti kota atau pusat kota.

Konsep Catur Gatra Tunggal yang digagas oleh Panembahan Senopati ini telah diterapkan sejak berdirinya Kerajaan Mataram Islam di Kotagede.

Baca juga: Pasar Legi Kotagede, Pasar Tradisional Tertua di Kota Yogyakarta

Dilansir dari Instagram @kraton_solo, Catur Gatra Tunggal berasal dari istilah ‘catur’ yang memiliki arti empat, ‘gatra’ yang memiliki arti wujud, dan ‘tunggal’ yang memiliki arti kesatuan.

Sehingga Catur Gatra Tunggal dapat diartikan sebagai empat wujud yang melebur menjadi suatu kesatuan.

Baca juga: 12 Tempat Bersejarah di Yogyakarta, dari Peninggalan Kerajaan Mataram Islam hingga Masa Kemerdekaan

Dilansir dari laman Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Catur Gatra Tunggal adalah empat elemen yang menjadi satu kesatuan dalam kebersamaan tunggal.

Unsur atau elemen dalam Catur Gatra terdiri atas pemerintahan/politik, sosial, ekonomi, dan religi.

Baca juga: Tradisi Masangin dan Mitos Melewati Pohon Beringin Kembar di Alun-Alun Kidul Yogyakarta

Dalam konsep tersebut, kesatuan empat susunan elemen ini terdiri atas bangunan keraton, masjid, alun-alun, dan pasar yang menjadi identitas kota atau jati diri sebuah kota.

Lebih lanjut, bangunan keraton dan kepatihan menjadi lambang elemen politik, bangunan masjid menjadi lambang elemen keagamaan atau religi, bangunan pasar menjadi lambang elemen ekonomi, dan bangunan alun-alun lambang elemen sosial.

Sebagai warisan Kerajaan Mataram Islam, konsep tata ruang ini diaplikasikan di beberapa lokasi dan masih bisa disaksikan hingga saat ini.

Catur Gatra Tunggal di Keraton Yogyakarta

Keraton Yogyakarta. Salah satu tempat bersejarah di Yogyakarta yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tanggal 9 Oktober 1755. Salah satu fungsi keraton dalam budaya Jawa, yakni menjadi tempat tinggal raja, ratu, beserta keluarganya.Jogjakarta.go.id Keraton Yogyakarta. Salah satu tempat bersejarah di Yogyakarta yang didirikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tanggal 9 Oktober 1755. Salah satu fungsi keraton dalam budaya Jawa, yakni menjadi tempat tinggal raja, ratu, beserta keluarganya.

Konsep Catur Gatra Tunggal masih dapat terlihat pada tata ruang di kawasan Keraton Yogyakarta.

Dilansir dari laman Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, empat elemen Catur Gatra Tunggal di kawasan Keraton Yogyakarta adalah:

1. Elemen politik dilambangkan dengan bangunan Keraton Yogyakarta

2. Elemen sosial dilambangkan dengan bangunan Alun-alun Utara dan Alun-alun Selatan

3. Elemen ekonomi dilambangkan dengan bangunan Pasar Gedhe atau kini bernama Pasar Beringharjo

4. Elemen religi dilambangkan dengan bangunan Masjid Gedhe Kauman

Catur Gatra Tunggal di Pura Pakualaman

Gerbang utama Pura Pakualaman, Yogyakarta.KOMPAS.COM/YUSTINUS WIJAYA KUSUMA Gerbang utama Pura Pakualaman, Yogyakarta.

Konsep Catur Gatra Tunggal juga ditemukan pada tata ruang di kawasan Pura Pakualaman.

Dilansir dari laman Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, empat elemen Catur Gatra Tunggal di kawasan Pura Pakualaman adalah:

1. Elemen politik dilambangkan dengan bangunan Puro Pakualaman

2. Elemen sosial dilambangkan dengan bangunan Alun-alun Sewandanan

3. Elemen ekonomi dilambangkan dengan bangunan Pasar Tanjung atau kini bernama Pasar Sentul

4. Elemen religi dilambangkan dengan bangunan Masjid Besar Pakualaman

Catur Gatra Tunggal di Keraton Surakarta

Museum Keraton Surakarta Hadiningrat atau Museum Keraton Kasunanan Surakartapariwisatasolo.surakarta.go.id Museum Keraton Surakarta Hadiningrat atau Museum Keraton Kasunanan Surakarta

Tata ruang di kawasan Keraton Surakarta juga menggunakan konsep Catur Gatra Tunggal.

Dilansir dari Instagram @kraton_solo, empat elemen Catur Gatra Tunggal di kawasan Keraton Surakarta adalah:

1. Elemen politik dilambangkan dengan bangunan Keraton Kasunanan Surakarta

2. Elemen sosial dilambangkan dengan bangunan Alun-alun Utara dan Alun-alun Selatan

3. Elemen ekonomi dilambangkan dengan bangunan Pasar Gedhe Harjdonegoro

4. Elemen religi dilambangkan dengan bangunan Masjid Agung Surakarta .

Sumber:
kebudayaan.jogjakota.go.id  
kebudayaan.jogjakota.go.id   
Instagram @kraton_solo 

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau