Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelenteng Poncowinatan, Klenteng Tertua di Yogyakarta yang Berdiri Sejak 1879

Kompas.com, 13 Desember 2023, 20:41 WIB
Puspasari Setyaningrum

Editor

KOMPAS.com - Kelenteng Kwan Tee Kiong atau lebih dikenal dengan Kelenteng Poncowinatan adalah kelenteng tertua di Yogyakarta.

Karena lokasinya berada tidak jauh dari kawasan Tugu Yogyakarta, tepatnya di Jalan Poncowinatan Nomor 11 Yogyakarta.

Karena berada di Jalan Poncowinatan maka tempat ibadah ini lebih dikenal dengan sebutan Kelenteng Poncowinatan.

Baca juga: Kelenteng Tertua di Yogyakarta Siap Gelar Ibadah Imlek, Tak Ada Pembatasan

Bangunan Kelenteng Poncowinatan yang indah dan memiliki nilai sejarah teryata tidak hanya dikunjungi oleh umat yang ingin beribadah.

Wisatawan yang tengah mampir ke Yogyakarta juga kerap mengunjungi kelenteng ini untuk melakukan wisata religi, atau untuk mempelajari sejarah dan keragaman budaya yang ada di Yogyakarta.

Meski Kelenteng Poncowinatan bukan merupakan destinasi wisata, namun pengelola tetap menerima wisatawan yang ingin berkunjung.

Baca juga: Kampung Ketandan, Kawasan Pecinan di Yogyakarta yang Sudah Ada Sejak Abad ke-19

Namun pengelola mengingatkan agar wisatawan menjaga sikap dan perilaku agar tidak mengganggu suasana sakral dan khusyuk di kawasan kelenteng ini, terutama jika ada umat yang tengah beribadah.

Wisatawan bisa berkeliling di sekitar di sekitar kelenteng untuk melihat keindahan arsitektur bangunan yang menjadi salah satu wujud keharmonisan antara budaya Jawa dan Tionghoa di Yogyakarta.

Baca juga: Kampoeng Ketandan Yogyakarta Jadi Bagian dari Wisata Jalan Kaki

Sejarah Kelenteng Poncowinatan

Dilansir dari laman resmi Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, Klenteng Poncowinatan didirikan pada 1879 di atas tanah hibah dari Sri Sultan Hamengku Buwono VII yang diberikan kepada masyarakat Tionghoa.

Sehingga, untuk menghormati Keraton Yogyakarta, maka kelenteng ini pun dibangun dengan menghadap ke arah selatan.

Kelenteng Poncowinatan kini dikelola Yayasan Bhakti Loka dan menjadi salah satu benda atau Bangunan Cagar Budaya (BCB) yang dimiliki Kota Yogyakarta.

Kelenteng Kwan Tee Kiong atau Kelenteng Poncowinatan ditetapkan sebagai cagar budaya melalui Permenbudpar RI No. PM.07/PW.007/MKP/2010.

Bagian Bangunan Kelenteng Poncowinatan

Bangunan Kelenteng Poncowinatan berbentuk persegi panjang, dengan dinding terbuat dari batu bata dan tiang serta plafon yang terbuat dari kayu jati.

Atapnya terbuat dari genteng, dengan sudut atap melengkung ke atas dengan hiasan berupa patung naga.

Saat ini, Kelenteng Poncowinatan digunakan sebagai tempat pemujaan Tri Dharma yaitu Buddha, Konghucu, dan Taoisme.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau