Di ruang tengah ada jadwal kegiatan yang cukup padat dari mulai bangun pagi hingga petang. Selain itu, ada menu makanan yang disiapkan juru masak per harinya.
Ruangan tergolong sejuk, karena menghadap ke selatan, dan ventilasi yang mencukupi. Ada seorang penjaga di pintu masuk wisma, mereka pun tidak terlihat sangar meski menggunakan seragam biru.
"Untuk kapasitas sebenarnya di sini bisa menampung 102 anak, tetapi memang belum pernah sampai maksimal. Saat ini hanya dihuni 28 anak," kata Kepala LPKA II B Yogyakarta, Sigit Sudarmono.
Dijelaskannya, dari 28 anak paling banyak kasus klitih yakni 10 anak, dan disusul kasus yang lain seperti persetubuhan, hingga kasus pencurian.
Meski tak sebebas anak seusianya yakni 14 sampai 18 tahun di luar, di dalam LPKA hak-hak mereka tetap diperhatikan. Sebelum masuk ke LPKA, akan diperiksa kesehatannya dan psikisnya.
Hal ini untuk menentukan langkah pembinaan selanjutnya. Proses ini didampingi berbagai pihak mulai dari wali anak, asesor, konselor, dan Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Bapas.
Baca juga: Peringati Hari Anak Nasional, Kementerian KP Bagikan 1,2 Ton Ikan di Kampung Pemulung dan Lapas Anak
LPKA punya hak untuk menentukan pembinaan karakter, dibatasi atau diberikan ruang gerak. Pembatasan ruang gerak ini jika si anak melakukan kesalahan, bahkan harus rela dikucilkan terlebih dahulu untuk memberikan 'pelajaran', dan tidak mengulangi kesalahan. Pengucilan ini seperti makan sendiri, dan berkegiatan sendiri dengan waktu yang ditentukan petugas.
"Orientasi seminggu, dilihat, datang cek fisik dulu, paramedis, kasih sosialiasasi hidup LPKA seperti apa, tim assement assesor dan PK Bapas. Lalu ditentukan ring rendah, sedang, berat," kata Sigit.
Untuk pendidikan, anak tidak boleh lepas dari sekolah. Bahkan, saat masuk petugas langsung berkoordinasi dengan pihak sekolah si anak agar tidak dikeluarkan.
Namun apa daya, memang tidak dikeluarkan tetapi ada sekolah yang menginginkan mereka mengundurkan diri. Pihak LPKA sendiri akan melakukan antar jemput, dan memfasilitasi guru mengajar sesuai dengan kesepakatan.
Jika orang tua ingin anaknya pindah sekolah, LPKA sudah bekerjasama dengan beberapa sekolah dan lembaga pendidikan. Untuk yang non formal ada SKB seluruh DIY, dan PKBM yang dikelola swasta.
Untuk sekolah formal ada dua SMA dan satu SMP yang sudah bekerja sama.
Baca juga: Kunjungi Lapas Anak Kota Tangerang, Menteri PPPA: Anak-anak Nyaman dengan Pendampingan
"Begitu anak masuk kita komunikasikan ke sekolah agar anak tidak dikeluarkan, karena kita bisa memfasilitasinya, tadi ada pilihan untuk formal dan non formal," kata Kasi Pembinaan LPKA II Yogyakarta, Aris Yularto.
Memang diakui Aris, untuk siswa SMK masih menjadi kendala. Sebab, tahun ini baru ada satu SMK yang bekerja sama, itu pun hanya satu jurusan. Pihaknya tengah melakukan langkah komunikasi untuk meningkatkan layanan SMK pada anak didik.
Aris menyebut dari pengalaman beberapa tahun terakhir sebenarnya untuk pendidikan anak SMK tidak ada masalah. Saat PKL pun mereka diantar oleh pihak LPKA. Selain itu, ujian pun jika diperlukan diantar ke sekolah.