Salin Artikel

Berkunjung ke Lembaga Pembinaan Khusus Anak di Gunungkidul, "Rumah Sementara" yang Jauh dari Kesan Seram

Namun tidak berlaku di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) II B Yogyakarta, yang berada di Kalurahan Baleharjo, Kapanewon Wonosari, Gunungkidul, DI Yogyakarta.

Saat masuk disambut pintu otomatis, dan di dalamnya ada lobi mirip perkantoran pada umumnya. Dua buah ac menyala menyejukkan ruangan yang didominasi warna hijau itu.

Kursi juga berwarna hijau tidak ada kesan seram saat berada di ruangan ini. Untuk memasuki ruangan 'wisma anak', sebutan untuk sel anak, harus melewati tiga pintu.

Langkah kaki berlanjut mengitari lapas. Tempat ini betul-betul seperti miniatur dunia luar. Rumah ibadah ada, sarana olahraga ada, sarana hiburan tersedia.

Di sampingnya ada kebun buah, hingga sayuran yang dikelola anak-anak itu. Di belakang kebun ada dapur tapi mirip rumah makan. Terdapat daftar menu harian, perhitungan kalori, dan meja berderet rapi. Saat itu, ada seorang juru masak menggoreng ikan.

Saat di dalam terdapat lapangan futsal beberapa petugas tengah memasang spanduk, dan di sisi kanan terdapat mini kafe yang bernama 'Pawon Lare'. Beberapa anak binaan asyik menggoreng singkong, dan membakar pisang, menggunakan celemek dan sarung tangan mereka luwes menggoreng singkong.

Wajah polos mereka seolah membenamkan aksi kriminalitas yang sudah pernah dilakukannya beberapa waktu lalu. Bahkan ada yang sampai menghilangkan nyawa musuhnya, mereka kini membaur dalam 'rumah sementara' di dalam LPKA.

Tidak ada jeruji besi, mereka berinteraksi layaknya di asrama sekolah, ada masjid di pojokan, dan gereja untuk mereka beribadah. Beberapa ruang kelas di sana yang digunakan untuk belajar maupun keterampilan.

Bahkan fasilitas video call, dan sekolah jarak jauh juga disediakan. Tiga wisma yang masing-masing diberi nama Ahmad Dahlan, KI Hajar Dewantara, dan Cut Nyak Dien.

Untuk Wisma Ahmad Dahlan dihuni anak usia di bawah 18 tahun, Ki Hajar Dewantara untuk remaja, dan Cut Nyak Dien merupakan maksimum security untuk anak baru dan yang melanggar.

Di dalam wisma juga tidak akan menemukan jeruji besi, ada beberapa kamar yang di dalamnya ada tempat tidur lengkap dengan kasur, bantal, selimut, hingga guling. Di ruang tengah terdapat televisi tabung, karambol, dan papan catur.

Masing-masing kamar diberi pintu biasa layaknya rumah, dan ada kamar mandi bersama yang cukup luas. Ada beberapa sekat untuk membatasi saat mereka mandi dengan pancuran dari atas.

Saat Kompas.com masuk ke wisma ada tiga anak yang duduk di ruang tengah beralaskan karpet merah bersih. Mereka asyik mengobrol meski bersuara pelan, sementara seorang anak lainnya membersihkan kamar dan menata beberapa buku yang digunakan untuk melepas penat.

"Yang tinggal di sini ada yang baru masuk lima hari lalu," kata seorang anak bertubuh tambun, Jumat (18/8/2023) pagi.

Di ruang tengah ada jadwal kegiatan yang cukup padat dari mulai bangun pagi hingga petang. Selain itu, ada menu makanan yang disiapkan juru masak per harinya.

Ruangan tergolong sejuk, karena menghadap ke selatan, dan ventilasi yang mencukupi. Ada seorang penjaga di pintu masuk wisma, mereka pun tidak terlihat sangar meski menggunakan seragam biru.

"Untuk kapasitas sebenarnya di sini bisa menampung 102 anak, tetapi memang belum pernah sampai maksimal. Saat ini hanya dihuni 28 anak," kata Kepala LPKA II B Yogyakarta, Sigit Sudarmono.

Dijelaskannya, dari 28 anak paling banyak kasus klitih yakni 10 anak, dan disusul kasus yang lain seperti persetubuhan, hingga kasus pencurian.

Meski tak sebebas anak seusianya yakni 14 sampai 18 tahun di luar, di dalam LPKA hak-hak mereka tetap diperhatikan. Sebelum masuk ke LPKA, akan diperiksa kesehatannya dan psikisnya.

Hal ini untuk menentukan langkah pembinaan selanjutnya. Proses ini didampingi berbagai pihak mulai dari wali anak, asesor, konselor, dan Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Bapas.

LPKA punya hak untuk menentukan pembinaan karakter, dibatasi atau diberikan ruang gerak. Pembatasan ruang gerak ini jika si anak melakukan kesalahan, bahkan harus rela dikucilkan terlebih dahulu untuk memberikan 'pelajaran', dan tidak mengulangi kesalahan. Pengucilan ini seperti makan sendiri, dan berkegiatan sendiri dengan waktu yang ditentukan petugas.

"Orientasi seminggu, dilihat, datang cek fisik dulu, paramedis, kasih sosialiasasi hidup LPKA seperti apa, tim assement assesor dan PK Bapas. Lalu ditentukan ring rendah, sedang, berat," kata Sigit.

Pendidikan LPKA

Untuk pendidikan, anak tidak boleh lepas dari sekolah. Bahkan, saat masuk petugas langsung berkoordinasi dengan pihak sekolah si anak agar tidak dikeluarkan.

Namun apa daya, memang tidak dikeluarkan tetapi ada sekolah yang menginginkan mereka mengundurkan diri. Pihak LPKA sendiri akan melakukan antar jemput, dan memfasilitasi guru mengajar sesuai dengan kesepakatan.

Jika orang tua ingin anaknya pindah sekolah, LPKA sudah bekerjasama dengan beberapa sekolah dan lembaga pendidikan. Untuk yang non formal ada SKB seluruh DIY, dan PKBM yang dikelola swasta.

Untuk sekolah formal ada dua SMA dan satu SMP yang sudah bekerja sama.

"Begitu anak masuk kita komunikasikan ke sekolah agar anak tidak dikeluarkan, karena kita bisa memfasilitasinya, tadi ada pilihan untuk formal dan non formal," kata Kasi Pembinaan LPKA II Yogyakarta, Aris Yularto.

Memang diakui Aris, untuk siswa SMK masih menjadi kendala. Sebab, tahun ini baru ada satu SMK yang bekerja sama, itu pun hanya satu jurusan. Pihaknya tengah melakukan langkah komunikasi untuk meningkatkan layanan SMK pada anak didik.

Aris menyebut dari pengalaman beberapa tahun terakhir sebenarnya untuk pendidikan anak SMK tidak ada masalah. Saat PKL pun mereka diantar oleh pihak LPKA. Selain itu, ujian pun jika diperlukan diantar ke sekolah.

"PKL kita juga antar, kalau ujian sekolah antar sekolah. Tahun ini ada tiga sekolah kita antar menggunakan tiga mobil yang berbeda, itu gratis tidak membebani orang tua," kata dia.

Untuk meyakinkan pihak sekolah, beberapa kali mengundang kepala sekolah untuk mengetahui kegiatan anak-anak ini. Sebab, masih banyak yang beranggapan dipenjara hanya terkurung dan tidak bisa melakukan kegiatan apapun.

"Untuk biaya sekolah yang negeri gratis semua, tapi kalau swasta ya itu tanggung jawab orang tua ya," kata Aris.

Selama di dalam LPKA anak-anak ini berkegiatan dari bangun tidur hingga menjelang tidur. Semua sudah terjadwal dengan rapi. Bahkan jadwal dipasang di masing-masing kamar mereka.

Kegiatan mulai rohani, hingga olahraga dilakukan anak yang berperkara dengan hukum ini. Olah raga pun cukup lengkap, mulai futsal hingga olahraga keterampilan seperti catur.

Bahkan sering kali mereka diajak rekreasi berenang di Kota Wonosari. "Anak di sini kelebihan energi, maka kita fasilitasi kelebihan energi itu," kata Aris.

Untuk pendidikan lanjutan, ada beberapa yang sudah keluar difasilitasi mendaftar ke perguruan tinggi. Pada awal masuk menggunakan sistem daring, dan dilanjutkan perkuliahan saat dirinya keluar.

"Pernah ada yang kita fasilitasi sampai perguruan tinggi. Sekarang sudah bebas," kata Aris.

Untuk keterampilan, selain berkebun, memasak, juga ada pelatihan bengkel, hingga potong rambut. Bengkel membuat kanopi dari baja ringan.

Kegiatan musik mulai dari alat band komplit, dan akustik pun tersedia. Bahkan alat musik tradisional seperti gamelan, dan alat hadroh juga ada.

Makanan dengan Acuan Ketat

Kepala subseksi Perawatan LPKA II Yogyakarta, Hijrah mengatakan, divisinya membawahi kebutuhan anak, salah satunya makanan. Menu yang disediakan sesuai dengan kebutuhan anak, dan tumbuh kembang mereka.

Hasil masakan pun diawasi oleh petugas. Jika ada yang kurang layak, tidak boleh disajikan. Bahkan, daftar menu harian juga dipajang di dalam wisma anak.

Sehingga mereka mengetahui apa saja yang dimakan hari ini. "Ada acuannya detail untuk makanan," kata dia.

Ada anak yang diajak membantu untuk memasak juru masak. Anak-anak itu, yang sudah melewati pemantauan dan tidak membahayakan. Sebab, dapur terdapat alat yang berbahaya.

"Sudah aman dan ikut pelatihan tidak berisiko diajak ke sini," kata Hijrah.

Setelah aman, anak-anak mengikuti program asimilasi. Sehingga dapur merupakan' saringan' terakhir sebelum mereka masuk program asimilasi itu.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/08/21/163628978/berkunjung-ke-lembaga-pembinaan-khusus-anak-di-gunungkidul-rumah

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke