Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Berkunjung ke Lembaga Pembinaan Khusus Anak di Gunungkidul, "Rumah Sementara" yang Jauh dari Kesan Seram

Kompas.com, 21 Agustus 2023, 16:36 WIB
Markus Yuwono,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Penjara seperti bayangan sebagian besar masyarakat menyeramkan dengan jeruji besi sebagai pembatasnya.

Namun tidak berlaku di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) II B Yogyakarta, yang berada di Kalurahan Baleharjo, Kapanewon Wonosari, Gunungkidul, DI Yogyakarta.

Saat masuk disambut pintu otomatis, dan di dalamnya ada lobi mirip perkantoran pada umumnya. Dua buah ac menyala menyejukkan ruangan yang didominasi warna hijau itu.

Baca juga: Duduk Perkara 24 Tahanan Lapas Anak Batanghari Kabur, Ketahuan gara-gara 4 Orang Kembali dan Ketuk Pintu Depan

Kursi juga berwarna hijau tidak ada kesan seram saat berada di ruangan ini. Untuk memasuki ruangan 'wisma anak', sebutan untuk sel anak, harus melewati tiga pintu.

Langkah kaki berlanjut mengitari lapas. Tempat ini betul-betul seperti miniatur dunia luar. Rumah ibadah ada, sarana olahraga ada, sarana hiburan tersedia.

Di sampingnya ada kebun buah, hingga sayuran yang dikelola anak-anak itu. Di belakang kebun ada dapur tapi mirip rumah makan. Terdapat daftar menu harian, perhitungan kalori, dan meja berderet rapi. Saat itu, ada seorang juru masak menggoreng ikan.

Saat di dalam terdapat lapangan futsal beberapa petugas tengah memasang spanduk, dan di sisi kanan terdapat mini kafe yang bernama 'Pawon Lare'. Beberapa anak binaan asyik menggoreng singkong, dan membakar pisang, menggunakan celemek dan sarung tangan mereka luwes menggoreng singkong.

Wajah polos mereka seolah membenamkan aksi kriminalitas yang sudah pernah dilakukannya beberapa waktu lalu. Bahkan ada yang sampai menghilangkan nyawa musuhnya, mereka kini membaur dalam 'rumah sementara' di dalam LPKA.

Tidak ada jeruji besi, mereka berinteraksi layaknya di asrama sekolah, ada masjid di pojokan, dan gereja untuk mereka beribadah. Beberapa ruang kelas di sana yang digunakan untuk belajar maupun keterampilan.

Baca juga: Kunjungi Lapas Anak Blitar, Wamen Hukum dan HAM: Lapasnya Sangat Bersih, Sangat Manusiawi

Bahkan fasilitas video call, dan sekolah jarak jauh juga disediakan. Tiga wisma yang masing-masing diberi nama Ahmad Dahlan, KI Hajar Dewantara, dan Cut Nyak Dien.

Untuk Wisma Ahmad Dahlan dihuni anak usia di bawah 18 tahun, Ki Hajar Dewantara untuk remaja, dan Cut Nyak Dien merupakan maksimum security untuk anak baru dan yang melanggar.

Di dalam wisma juga tidak akan menemukan jeruji besi, ada beberapa kamar yang di dalamnya ada tempat tidur lengkap dengan kasur, bantal, selimut, hingga guling. Di ruang tengah terdapat televisi tabung, karambol, dan papan catur.

Masing-masing kamar diberi pintu biasa layaknya rumah, dan ada kamar mandi bersama yang cukup luas. Ada beberapa sekat untuk membatasi saat mereka mandi dengan pancuran dari atas.

Saat Kompas.com masuk ke wisma ada tiga anak yang duduk di ruang tengah beralaskan karpet merah bersih. Mereka asyik mengobrol meski bersuara pelan, sementara seorang anak lainnya membersihkan kamar dan menata beberapa buku yang digunakan untuk melepas penat.

"Yang tinggal di sini ada yang baru masuk lima hari lalu," kata seorang anak bertubuh tambun, Jumat (18/8/2023) pagi.

Baca juga: Pinangki Akhirnya Dieksekusi ke Lapas Anak Wanita Tangerang

Di ruang tengah ada jadwal kegiatan yang cukup padat dari mulai bangun pagi hingga petang. Selain itu, ada menu makanan yang disiapkan juru masak per harinya.

Ruangan tergolong sejuk, karena menghadap ke selatan, dan ventilasi yang mencukupi. Ada seorang penjaga di pintu masuk wisma, mereka pun tidak terlihat sangar meski menggunakan seragam biru.

"Untuk kapasitas sebenarnya di sini bisa menampung 102 anak, tetapi memang belum pernah sampai maksimal. Saat ini hanya dihuni 28 anak," kata Kepala LPKA II B Yogyakarta, Sigit Sudarmono.

Dijelaskannya, dari 28 anak paling banyak kasus klitih yakni 10 anak, dan disusul kasus yang lain seperti persetubuhan, hingga kasus pencurian.

Meski tak sebebas anak seusianya yakni 14 sampai 18 tahun di luar, di dalam LPKA hak-hak mereka tetap diperhatikan. Sebelum masuk ke LPKA, akan diperiksa kesehatannya dan psikisnya.

Hal ini untuk menentukan langkah pembinaan selanjutnya. Proses ini didampingi berbagai pihak mulai dari wali anak, asesor, konselor, dan Pembimbing Kemasyarakatan (PK) Bapas.

Baca juga: Peringati Hari Anak Nasional, Kementerian KP Bagikan 1,2 Ton Ikan di Kampung Pemulung dan Lapas Anak

LPKA punya hak untuk menentukan pembinaan karakter, dibatasi atau diberikan ruang gerak. Pembatasan ruang gerak ini jika si anak melakukan kesalahan, bahkan harus rela dikucilkan terlebih dahulu untuk memberikan 'pelajaran', dan tidak mengulangi kesalahan. Pengucilan ini seperti makan sendiri, dan berkegiatan sendiri dengan waktu yang ditentukan petugas.

"Orientasi seminggu, dilihat, datang cek fisik dulu, paramedis, kasih sosialiasasi hidup LPKA seperti apa, tim assement assesor dan PK Bapas. Lalu ditentukan ring rendah, sedang, berat," kata Sigit.

Pendidikan LPKA

Untuk pendidikan, anak tidak boleh lepas dari sekolah. Bahkan, saat masuk petugas langsung berkoordinasi dengan pihak sekolah si anak agar tidak dikeluarkan.

Namun apa daya, memang tidak dikeluarkan tetapi ada sekolah yang menginginkan mereka mengundurkan diri. Pihak LPKA sendiri akan melakukan antar jemput, dan memfasilitasi guru mengajar sesuai dengan kesepakatan.

Jika orang tua ingin anaknya pindah sekolah, LPKA sudah bekerjasama dengan beberapa sekolah dan lembaga pendidikan. Untuk yang non formal ada SKB seluruh DIY, dan PKBM yang dikelola swasta.

Untuk sekolah formal ada dua SMA dan satu SMP yang sudah bekerja sama.

Baca juga: Kunjungi Lapas Anak Kota Tangerang, Menteri PPPA: Anak-anak Nyaman dengan Pendampingan

"Begitu anak masuk kita komunikasikan ke sekolah agar anak tidak dikeluarkan, karena kita bisa memfasilitasinya, tadi ada pilihan untuk formal dan non formal," kata Kasi Pembinaan LPKA II Yogyakarta, Aris Yularto.

Memang diakui Aris, untuk siswa SMK masih menjadi kendala. Sebab, tahun ini baru ada satu SMK yang bekerja sama, itu pun hanya satu jurusan. Pihaknya tengah melakukan langkah komunikasi untuk meningkatkan layanan SMK pada anak didik.

Aris menyebut dari pengalaman beberapa tahun terakhir sebenarnya untuk pendidikan anak SMK tidak ada masalah. Saat PKL pun mereka diantar oleh pihak LPKA. Selain itu, ujian pun jika diperlukan diantar ke sekolah.

"PKL kita juga antar, kalau ujian sekolah antar sekolah. Tahun ini ada tiga sekolah kita antar menggunakan tiga mobil yang berbeda, itu gratis tidak membebani orang tua," kata dia.

Untuk meyakinkan pihak sekolah, beberapa kali mengundang kepala sekolah untuk mengetahui kegiatan anak-anak ini. Sebab, masih banyak yang beranggapan dipenjara hanya terkurung dan tidak bisa melakukan kegiatan apapun.

"Untuk biaya sekolah yang negeri gratis semua, tapi kalau swasta ya itu tanggung jawab orang tua ya," kata Aris.

Baca juga: KPK Eksekusi Eks Bupati Talaud ke Lapas Anak Wanita Tangerang

Selama di dalam LPKA anak-anak ini berkegiatan dari bangun tidur hingga menjelang tidur. Semua sudah terjadwal dengan rapi. Bahkan jadwal dipasang di masing-masing kamar mereka.

Kegiatan mulai rohani, hingga olahraga dilakukan anak yang berperkara dengan hukum ini. Olah raga pun cukup lengkap, mulai futsal hingga olahraga keterampilan seperti catur.

Bahkan sering kali mereka diajak rekreasi berenang di Kota Wonosari. "Anak di sini kelebihan energi, maka kita fasilitasi kelebihan energi itu," kata Aris.

Untuk pendidikan lanjutan, ada beberapa yang sudah keluar difasilitasi mendaftar ke perguruan tinggi. Pada awal masuk menggunakan sistem daring, dan dilanjutkan perkuliahan saat dirinya keluar.

"Pernah ada yang kita fasilitasi sampai perguruan tinggi. Sekarang sudah bebas," kata Aris.

Untuk keterampilan, selain berkebun, memasak, juga ada pelatihan bengkel, hingga potong rambut. Bengkel membuat kanopi dari baja ringan.

Baca juga: Hari Anak Nasional, 35 Penghuni Lapas Anak di Bandung Dapat Remisi

Kegiatan musik mulai dari alat band komplit, dan akustik pun tersedia. Bahkan alat musik tradisional seperti gamelan, dan alat hadroh juga ada.

Makanan dengan Acuan Ketat

Kepala subseksi Perawatan LPKA II Yogyakarta, Hijrah mengatakan, divisinya membawahi kebutuhan anak, salah satunya makanan. Menu yang disediakan sesuai dengan kebutuhan anak, dan tumbuh kembang mereka.

Hasil masakan pun diawasi oleh petugas. Jika ada yang kurang layak, tidak boleh disajikan. Bahkan, daftar menu harian juga dipajang di dalam wisma anak.

Sehingga mereka mengetahui apa saja yang dimakan hari ini. "Ada acuannya detail untuk makanan," kata dia.

Baca juga: Hari Sumpah Pemuda: Saat Binaan Lapas Anak Pun Punya Masa Depan

Ada anak yang diajak membantu untuk memasak juru masak. Anak-anak itu, yang sudah melewati pemantauan dan tidak membahayakan. Sebab, dapur terdapat alat yang berbahaya.

"Sudah aman dan ikut pelatihan tidak berisiko diajak ke sini," kata Hijrah.

Setelah aman, anak-anak mengikuti program asimilasi. Sehingga dapur merupakan' saringan' terakhir sebelum mereka masuk program asimilasi itu.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau