Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Begini Kisah Yogyakarta Dipercaya WCC sebagai Kota Batik Dunia...

Kompas.com, 26 Juni 2023, 17:23 WIB
Robertus Belarminus

Editor

KOMPAS.com - Dewan Kerajinan Dunia atau World Craft Council (WCC), sebuah lembaga nonprofit dan nongovernment organization (NGO) yang berafiliasi dengan UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization), telah menetapkan Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia.

Pemilihan Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia tidak terjadi secara tiba-tiba, tapi ada proses panjang dan kisah di baliknya sebagaimana disampaikan Prof Dr (HC) Ir Rahardi Ramelan, M.Sc. ME.

"Saya adalah juri di Inacraft Award selama lebih dari 12 tahun. Suatu saat dalam kegiatan Inacraft ada orang yang menghubungi saya. Dia adalah Edric Hong, Head of World Craft Council Asia Pacific Region. Kami sepakat untuk mengadakan sebuah pertemuan besar. Waktu itu kami belum tahu kota mana yang akan kami pilih," kata Rahardi, dalam rilis yang diterima redaksi Kompas.com dari Humas Pemprov Yogyakarta, Senin (26/6/2023).

Ia mengatakan, setelah diskusi yang panjang, pimpinan World Craft Council Asia Pacific Region mengajukan proposal kepada World Craft Council (WWC) atau Dewan Kerajinan Dunia untuk menunjuk Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia.

Baca juga: Menengok Lukisan Cap Batik Kentang, Karya Anak Rumah Belajar Sabilulungan

Tanggal 18 Oktober 2014, WWC menetapkan Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia.

7 keunggulan

Mantan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Indonesia pada Kabinet Reformasi Pembangunan ini menuturkan, Batik Yogyakarta dipilih karena memiliki tujuh kriteria keunggulan.

Tujuh keunggulan tersebut yakni memiliki nilai sejarah (historical value), nilai keaslian (authenticity value), nilai pelestarian (conservation value), nilai ekonomi (economic value), nilai ramah lingkungan (environmental friendly value), nilai global (global value) dan nilai keberlanjutan (sustainability value).

"Harapan saya masyarakat Yogyakarta bisa menerima dengan senang hati atas kepercayaan WCC menunjuk Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia. Dengan begitu, setiap warga dunia yang datang berkunjung ke Yogyakarta berkata inilah Kota Kerajinan Batik Dunia," tutur Rahardi.

Oleh sebab itu, sejak Yogyakarta menjadi Kota Batik Dunia, Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta berupaya mengejawantahkan predikat tersebut melalui kegiatan yang membumi dan dapat melibatkan semua elemen masyarakat baik pecinta dan pelaku usaha batik maupun masyarakat umum dengan menggelar Jogja International Batik Biennale (JIBB).

"Penyelenggaraan JIBB pertama kalinya dimulai pada 2016 dan merupakan langkah nyata DIY untuk semakin mengangkat citra Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia. Lantas, JIBB diselenggarakan setiap dua tahunan dengan puncak acara bertepatan dengan Peringatan Hari Batik Nasional pada Oktober," ungkap Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Paduka Paku Alam X, mewakili Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, dalam kata sambutannya di Peluncuran Jogja International Batik Biennale (JIBB) 2023 di Gedung Sarinah, Jakarta, pada Jumat (23/6/2023) sore.

Lewat JIBB 2023, yang mengusung tema Borderless Batik dengan sub tema 'Sustainable and Marketability', batik sebagai produk budaya bangsa yang telah diakui dunia diharapkan semakin luwes pengunaan maupun konsumennya.

Sri Paduka Paku Alam X mengatakan, JIBB 2023 melalui tema batik tanpa batas diharapkan batik semakin luwes dalam hal penggunaannya serta konsumen batik tidak dibatasi usia, tempat dan wilayah.

Baca juga: Kaisar Naruhito Nikmati Koleksi Batik, Keris, dan Wayang Kulit Milik Keraton Yogyakarta

Dengan sub tema 'Sustainable and Marketability', JIBB 2023 diharapkan dapat menghadirkan hasil riset dan pengembangan serta praktik terbaik dalam konteks keberlanjutan batik bagi generasi milenial dan iGen serta gaya hidup generasi Z.

"Tujuannya adalah melestarikan, melindungi, mengembangkan, memberdayakan dan memanfaatkan warisan seni budaya wastra batik. Sehingga dapat mendukung keberadaan Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia dan memberikan nilai atau daya jual yang tinggi," ujar dia.

JIBB 2023 ini, diawali launching dengan menampilkan display batik koleksi Keraton Yogyakarta dan Puro Pakualaman dengan konsep Batik Daur Hidup.

Selanjutnya, diikuti rangkaian kegiatan seminar international hybrid serta puncak acara pada Oktober 2023 bertepatan dengan Hari Batik Nasional.

Setelah prosesi launching, maka ditayangkan video Kisah JIBB yang menceritakan mengapa Yogyakarta ditunjuk sebagai Kota Batik Dunia.

Yogyakarta berhasil memenuhi tujuh kriteria nilai yaitu sejarah, keaslian, pelestarian, ekonomi, ramah lingkungan, global dan keberlanjutan.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau