Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesaksian Mahasiswa UNY Kesulitan Bayar UKT, Kerja Sampingan Jadi Buruh hingga Jual Sapi

Kompas.com, 17 Januari 2023, 16:50 WIB
Wijaya Kusuma,
Khairina

Tim Redaksi

Salah satu mahasiswa yang berasal dari keluarga tidak mampu menceritakan, awalnya membayangkan biaya kuliah di UNY murah sehingga bisa dijangkau oleh mahasiswa dari desa dengan ekonomi kurang mampu sepertinya.

"Bapak saya bekerja sebagai serabutan tapi lebih sering bekerja di angkringan, ibu buruh pabrik," ujar mahasiswa yang tidak menyebutkan namanya tersebut dalam kesaksianya.

Baca juga: Mahasiswi UNY asal Purbalingga Meninggal Saat Perjuangkan UKT, Disdik: Harusnya Dikawal sejak Daftar

Mahasiswa ini mengungkapkan masuk UNY masih masa pandemi. Kondisi tersebut berdampak pada pendapatan orangtuanya.

Pendapatan orangtua terpotong cukup banyak. Penghasilan dari angkringan tidak bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari karena pembeli berkurang cukup banyak.

"Ibu juga terkena dampak pandemi karena ibu saya karyawan swasta di salah satu pabrik lalu diberikan cuti berapa hari dan masuk lagi jadi gaji terpotong cukup banyak dan bahkan enggak sampai UMR juga," ungkapnya.

Ia mengaku mendapatkan UKT sebesar Rp 4,2 juta. Melihat kondisi ekonomi orangtuanya, nominal UKT tersebut menurutnya sangat tinggi.

"Ibu Bapak sempat cerita berdua tentang nasib pendidikan saya, mereka bercerita mengenai apakah saya besok bisa membayar UKT di semester depan. Ketika saya tahu cerita itu, saya merasa ini sangat ironi karena mereka menginginkan saya untuk kuliah," urainya.

Mendengar hal itu, ia kemudian menyampaikan kepada orang tuanya akan mencoba mencari pekerjaan sampingan untuk membiayai kuliah.

"Pada semester 1 dan 2 sempet melakukan pekerjaan sampingan juga sebagai buruh di salah satu perusahaan perkebunan," jelasnya.

Pada saat kondisi pandemi, orangtuanya terpaksa menjual sapi untuk membayar uang kuliahnya. Padahal sapi tersebut merupakan tabungan orang tuanya untuk biaya sekolah adiknya.

"Singkat cerita bapak saya menjual sapi, dan cukup sedih karena dia menjual sapi itu yang mana sebagai salah satu barang berharga untuk tabungan nanti tapi malah dijual sekarang," ucapnya.

Bahkan, mahasiswa ini juga mengaku harus menjual motor demi bisa membayar biaya kuliah. Peristiwa itu terjadi saat awal kuliah di UNY.

"Kita harus mencoba mendorong agar kebijakan di UNY khususnya berubah agar menjadi satu kampus yang lebih ramah temen-temen yang mau kuliah di situ," tandasnya.

Tak hanya satu mahasiswa ini. Ada juga mahasiswa yang mengambil cuti karena tidak mampu membayar UKT.

Bahkan ada juga yang memutuskan untuk berhenti kuliah karena pengajuan penurunan UKT tidak disetujui. Padahal waktu itu, kondisi ekonomi orang tuanya sedang mengalami penurunan yang signifikan.

Mahasiswa keberatan

Gerakan kolektif UNY Bergerak dan Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Ekspresi UNY melakukan survei kesesuaian UKT di kampus mereka.

Survei dimulai dari tanggal 21 Desember 2022 hingga 2 Januari 2023 dengan menggunakan rumus Slovin. Metode yang digunakan dalam survei ini adalah sampel acak dengan media Google formulir.

Hasil survei, sebanyak 97 persen dari seribuan mahasiswa aktif yang mengisi survei merasa keberatan dengan golongan UKT yang ditetapkan kampus.

"Dari survei kami, dari UNY Bergerak dan juga LPM Ekspresi itu 97 persen menyatakan keberatan dengan golongan (UKT)," ujar salah satu anggota tim pengkaji UNY Bergerak Mushab Aulia Yahya, Sabtu (14/1/2023).

Mahasiswa yang mengisi angket survei tersebut mulai dari angkatan 2019 hingga 2022.

Mahasiswa yang mengisi survei juga representasi dari setiap fakultas, jurusan hingga setiap jalur masuk UNY.

Dari 97 persen yang disurvei tersebut menyatakan keberatan, 50 persennya merupakan mahasiswa angkatan 2022 atau mahasiswa baru.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau