Dengan siraman, kedua calon pengantin juga diharapkan mendapat tuntunan selama mengarungi bahtera rumah tangga.
Siraman juga dimaknai secara simbolik bahwa pengantin bertekad untuk berperilaku, bertindak, dan bertutur kata yang bersih dan baik selama menjadi suami sitri.
Baca juga: Mengenal Makna Sesajen dan Belajar Cara Dakwah dari Wali Songo
Adapun tata cara siraman pertama adalah menyiapkan air kembang setaman yang digunakan untuk menyiram kedua mempelai.
Biasanya, air yang digunakan juga berasal dari beberapa tempat yang berbeda.
Berikutnya, calon pengantin yang sudah mengenakan busana siraman akan dijemput kedua orangtuanya dari kamar.
Calon pengantin akan dituntun untuk ke tempat siraman, yang diiringi para sanak saudaranya.
Setelah kedua calon pengantin siap di tempatnya, acara akan diawali dengan doa bersama yang dipimpin oleh tokoh setempat.
Kemudian siraman dimulai. Adapun yang pertama kali menyiramkan air adalah bapak pengantin, kemudian ibunya, lalu diikuti oleh orang-orang yang dituakan.
Pihak terakhir yang menyiram biasanya adalah juru rias atau sesepuh yang telah disepakati.
Pada siraman terakhir, kedua calon pengantin akan dikeramasi dengan beberapa piranti atau ubarampe, yaitu landha merang, santen kanil, air asam.
Calon pengantin juga diluluri tubuhnya dengan konyoh, lalu disiram air lagi hingga bersih.
Acara berikutnya adalah doa bersama, kemudian ditutup dengan penyiraman air kendi yang telah disiapkan kepada calon pengantin.
Baca juga: 5 Makanan yang Kerap Dijadikan Sesajen Masyarakat Jawa Beserta Maknanya
Dalam upacara siraman terdapat beberapa piranti atau ubarampe yang harus disiapkan.
Masing-masing ubarampe siraman itu tidak sembarangan, mereka memiliki makna filosofis yang mendalam.
Berikut beberapa makna ubarampe siraman: