Air siraman disebut juga dengan banyu peritosari. Air siraman merupakan air yang dicampur dengan bunga setaman, yaitu mawar, melati, dan kenanga.
Sumber air bisa memilih salah satu dari: 7 sumber air berbeda, air keraton, air tempuran dua aliran sungai, atau sumur-sumur tua.
Adapun sumber air dari 7 tempat yang berbeda ini melambangkan harapan hidup untuk saling menolong.
Tujuh dalam bahasa Jawa adalah pitu, yang kemudian dimaknai dengan saling pitulungan atau saling tolong menolong.
Kembang atau bunga setaman yang biasa digunakan adalah mawar, melati, dan kenanga. Ketiganya merupakan bunga yang terkenal harum baunya.
Maksud dari penggunaan kembang setaman ini adalah agar keluarga yang dibina senantiasa keharuman dari para leluhur.
Harum bagi masyarakat Jawa bermakna diberkahi, direstui, sehingga keluarga yang dibina tidak menemui ringtangan yang besar.
Baca juga: Resep Madumongso Wijen, Camilan Manis di Pernikahan Adat Jawa
Bunga melati melambangkan ketulusan yang luar biasa. Melati dimaknai dengan "rasa melas saka jero ati", atau kasih sayang dari dalam hati.
Bunga kenanga dimaknai dengan kata “keneng-a” atau gapailah. Maknanya, calon pengantin diharapkan bisa menggapai keluhuran budi para pendahulu.
Sementara mawar dimaknai dengan kata “mawi-arsa” yaitu memiliki kehendak atau niat. Bahwa pengantin harus memiliki ketulusan niat dalam membina rumah tangga.
Beberapa ubarampe siraman lain seperti gayung dari batok kelapa dimaknai agar kedua mempelai memanfaatkan hasil alam secara bijaksana.
Lalu ada kendi yang dipecahkan, yang bermakna pengantin siap menikah dan membina rumah tangga dengan baik.
Selain itu juga ada makanan yang disajikan saat upacara siraman seperti nasi tumpeng, bubur ketan 5 warna, pisang raja, dan sebagainya.
Masing-masing makanan itu juga memiliki makna filosofis yang mendalam, dan harapan kebaikan bagi kedua calon pengantin.
Sumber:
Kompas.com
Walisongo.ac.id
Ubharajaya.ac.id