KOMPAS.com - Ruwatan Rambut Gimbal yang dilakukan masyarakat di dataran tinggi Dieng, Wonosobo menjadi salah satu upacara adat yang masih bertahan hingga saat ini.
Prosesi potong rambut gimbal dilakukan satu tahun sekali terhadap anak-anak Dieng yang kebetulan berambut gimbal.
Sebagaimana umumnya upacara adat, ruwatan rambut gimbal dilakukan masyarakat dengan harapan akan adanya kebaikan yang menyertainya.
Baca juga: Dieng Culture Festival di Tengah Pandemi Covid-19, Digelar Sederhana dengan Virtual Hybrid
Rambut gimbal yang dipotong dalam prosesi adat tersebut merupakan rambut asli dan bukan buatan salon.
Rambut gimbal itu tumbuh hanya pada beberapa anak tertentu di dataran tinggi Dieng.
Konon, anak-anak berambut gimbal itu merupakan titisan dari seorang tokoh yang dipercaya sebagai pendiri daerah Dieng.
Ada yang menyebut tokoh itu bernama Kiai Kolodete, namun ada pula yang menyebutnya dengan nama Ki Demang Rewok.
Keberadaan rambut gimbal ini diyakini masyarakat akan menimbulkan masalah di kemudian hari.
Untuk itu, rambut gimbal pada anak-anak itu dipotong. Namun prosesi pemotongan harus dilakukan dalam upacara adat.
Baca juga: Rambut Gimbal, Nyai Roro Kidul, dan Permintaan Tak Biasa Para Bocah Dieng
Selain harus dalam upcara adat atau ruwatan, potong rambut gimbal ini juga hanya bisa dilakukan jika sang anak sudah mengizinkan.
Biasanya, anak-anak yang akan diruwat akan diminta untuk meminta apapun, dan orang tuanya harus mengabulkan permintaan itu.
Nantinya, setelah rambut gimbal itu dipotong, masyarakat percaya akan mendatangkan rezeki dan kemakmuran.
Sebaliknya, jika syarat seperti harus dipotong dalam upacara adat, atau permintaan anak tidak dikabulkan, maka rambut gimbal yang sudah dipotong itu akan kembali lagi.
Sebelum prosesi ruwatan dimulai, masyarakat dipimpin oleh tokoh yang dituakan akan menggelar doa bersama di beberapa tempat.