Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengenal Albertus Soegijapranata, Pribumi Indonesia Pertama yang Jadi Uskup Agung

Kompas.com, 17 Januari 2022, 14:36 WIB
William Ciputra

Penulis

KOMPAS.com - Indonesia memiliki sederet tokoh terkenal di masa lalu yang berjuang demi bangsa dari bidang masing-masing. Salah satunya adalah Albertus Soegijapranata.

Albertus Soegijapranata atau dalam ejaan baru ditulis Sugiyapranata adalah tokoh Katolik Indonesia yang hidup di akhir masa penjajahan Belanda, masa pendudukan Jepang, dan awal masa kemerdekaan.

Gelar Monsignor atau yang disingkat MGR, selalu disematkan dalam menuliskan namanya, karena jasa-jasanya dalam perkembang Katolik di Nusantra.

Albertus Soegijapranata dikenal sebagai sosok pribumi pertama yang menjadi Uskup Agung di Indonesia. Dia juga dikenal dengan konsep, “100% Katolik 100% Indonesia”.

Baca juga: Albertus Soegijapranata: Pendidikan, Kepastoran, dan Akhir Hidupnya

Profil Albertus Soegijapranata

Soegijapranata lahir di Surakarta pada tanggal 25 November 1896. Dia lahir dari keluarga abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta.

Soegija lahir dari keluarga muslim. Kakeknya yang bernama Soepa dikenal sebagai seorang Kiai di zaman itu.

Saat Soegija masih kecil, keluarganya hijrah ke Yogyakarta. Di sana, sang ayah menjadi abdi dalem Sri Sultan Hamengkubuwono VII.

Kecerdasan Soegija sudah tampak sejak dia masih kecil. Saat itu, dia bersekolah di Sekolah Angka Loro di lingkungan Keraton.

Kecerdasan Soegija menarik perhatian Imam Yesuit, Pr. Frans van Lith atau yang lebih dikenal dengan sapaan Romo Van Lith.

Memasuki tahun 1909, Romo Van Lith meminta Soegija untuk bergabung dengan sekolah Yesuit yang ada di Muntilan, yaitu Kolese Xaverius, sekolah asrama untuk calon guru.

Kolese Xaverius dulunya adalah Kweekschool yang merupakan sekolah Katolik yang didirikan Romo Van Lith.

Kweekschool diubah menjadi Kolese Xaverius pada tahun 1910, setelah pada tahun 1906 didirikan yayasan yang menaunginya bernama Romasche Catholic (RC) Kweekschool te Moentilan.

Meski berstatus sebagai sekolah Katolik, Kolese Xaverius tidak membatasi muridnya hanya pada anak-anak Katolik saja.

Secara umum sekolah ini membuka diri bagi pribumi, agar mereka mendapatkan pendidikan sebagai upaya untuk memberantas buta huruf.

Menjadi Katolik

Nama Soegijapranata salah satunya diabadikan menjadi nama SMA Katolik di Pasuruan, Jawa TimurShutterstock/Budi2306 Nama Soegijapranata salah satunya diabadikan menjadi nama SMA Katolik di Pasuruan, Jawa Timur
Soegijapranata mulai mengenyam pendidikan di Kolese Xaverius pada tahun 1909. Di sana dia mulai tertarik dengan ajaran Katolik.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau