Salin Artikel

Mengenal Albertus Soegijapranata, Pribumi Indonesia Pertama yang Jadi Uskup Agung

Albertus Soegijapranata atau dalam ejaan baru ditulis Sugiyapranata adalah tokoh Katolik Indonesia yang hidup di akhir masa penjajahan Belanda, masa pendudukan Jepang, dan awal masa kemerdekaan.

Gelar Monsignor atau yang disingkat MGR, selalu disematkan dalam menuliskan namanya, karena jasa-jasanya dalam perkembang Katolik di Nusantra.

Albertus Soegijapranata dikenal sebagai sosok pribumi pertama yang menjadi Uskup Agung di Indonesia. Dia juga dikenal dengan konsep, “100% Katolik 100% Indonesia”.

Profil Albertus Soegijapranata

Soegijapranata lahir di Surakarta pada tanggal 25 November 1896. Dia lahir dari keluarga abdi dalem Keraton Kasunanan Surakarta.

Soegija lahir dari keluarga muslim. Kakeknya yang bernama Soepa dikenal sebagai seorang Kiai di zaman itu.

Saat Soegija masih kecil, keluarganya hijrah ke Yogyakarta. Di sana, sang ayah menjadi abdi dalem Sri Sultan Hamengkubuwono VII.

Kecerdasan Soegija sudah tampak sejak dia masih kecil. Saat itu, dia bersekolah di Sekolah Angka Loro di lingkungan Keraton.

Kecerdasan Soegija menarik perhatian Imam Yesuit, Pr. Frans van Lith atau yang lebih dikenal dengan sapaan Romo Van Lith.

Memasuki tahun 1909, Romo Van Lith meminta Soegija untuk bergabung dengan sekolah Yesuit yang ada di Muntilan, yaitu Kolese Xaverius, sekolah asrama untuk calon guru.

Kolese Xaverius dulunya adalah Kweekschool yang merupakan sekolah Katolik yang didirikan Romo Van Lith.

Kweekschool diubah menjadi Kolese Xaverius pada tahun 1910, setelah pada tahun 1906 didirikan yayasan yang menaunginya bernama Romasche Catholic (RC) Kweekschool te Moentilan.

Meski berstatus sebagai sekolah Katolik, Kolese Xaverius tidak membatasi muridnya hanya pada anak-anak Katolik saja.

Secara umum sekolah ini membuka diri bagi pribumi, agar mereka mendapatkan pendidikan sebagai upaya untuk memberantas buta huruf.

Pada tahun 1910, Soegija meminta agar dapat mengikuti pelajaran-pelajaran Katolik.

Permintaan itu awalnya tidak langsung dikabulkan. Pihak sekolah perlu meminta izin kepada orang tua Soegija untuk dapat mengabulkan permintaan itu.

Namun, orang tua Soegija menolak dan tidak mengizinkan anaknya mempelajari Katolik.

Meski demikian, Soegija sudah bertekad. Hingga dia tetap diizinkan pihak sekolah untuk belajar Katolik.

Sejak itu, Soegija mulai mendalami ajaran-ajaran Katolik. Puncaknya pada tanggal 24 Desember 1910, Soegijapranata dibaptis dan menjadi pemeluk Katolik.

Saat pembaptisan itulah Soegijapranata mendapat nama baptis Albertus. Hingga saat ini dia dikenal dengan nama Albertus Soegijapranata.

Menjadi Imam Katolik

Albertus Soegijapranata menamatkan pendidikannya di Kolese Xaverius pada tahun 1915.

Keinginannya untuk terus mendalami ajaran Katolik tidak usai dengan selesainya masa pendidikan di Kolese Xaverius, dan berkeinginan menjadi seorang imam.

Maka pada tahun 1916, Soegija pun dikirim ke Gymnasium, Uden, Belanda. Di sana dia mengikuti kegiatan imamat dan mendalami ilmu agama Katolik.

Selain itu, Soegija juga mendapatkan pelajaran bahasa Latin, Yunani, hingga Filsafat, di bawah asuhan Ordo Salib suci, atau Ordo Sanctae Crucis (OSC).

Sejak itu, perjalanan keilmuan Soegija terus berlanjut hingga dia memperdalam ilmu Teologi di Maastricht, Limburg, Belanda.

Di Maastricht inilah pada tahun 1931 Soegija menerima Sakramen Imamat dari Uskup Roermond. Soegija lantas menambah kata pranata pada namanya, hingga menjadi Soegijapranata.

Dua tahun setelah pentahbisan itu, Soegijapranata kembali ke Tanah Air, dan langsung ditugaskan sebagai Pastur Pembantu di Bintaran, lalu diangkat menjadi Pastur Paroki.

Pada tahun 1940, melalui telegram dari Kardinal Giovanni Battista Montini, Soegijapranata diangkat menjadi pemimpin Vikarat Apostolik.

Vikarat Apostolik adalah otoritas kawasan dalam Gereja Katolik Roma yang dibentuk di wilayah yang belum memiliki keuskupan.

Saat itu, Vikarat Apostolik baru ada satu yaitu di Batavia dan dipimpin oleh Mgr. Petrus Wilekens.

Pertumbuhan pemeluk Katolik yang meningkat membuat Mgr. Petrus mengusulkan pembentukan Vikarat Apostolik yang baru.

Dalam telegram itu pula Soegijapranata ditunjuk menjadi Uskup Tituler Danaba. Saat menerima telegram itu, Soegijapranata digambarkan menangis dan tidak percaya.

Meski demikian, Soegija tetap menerima penugasan tersebut.

Pada tanggal 30 September 1940, Soegija pun pergi ke Semarang. Dia dikuduskan oleh Wilekens pada tanggal 6 Oktober 1940, di Gereja Rosario Suci Randusari.

Dengan pentahbisan tersebut, Soegijapranata pun resmi menjadi uskup pribumi pertama di Indonesia.

Sumber:
Kompas.com
Dpad.jogjaprov.go.id

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/01/17/143600878/mengenal-albertus-soegijapranata-pribumi-indonesia-pertama-yang-jadi

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com