Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Keraton Yogyakarta: Sejarah Berdiri, Arsitek, Isi, dan Fungsi Bangunan

Kompas.com, 15 Januari 2022, 13:32 WIB
Dini Daniswari

Penulis

KOMPAS.com - Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan istana resmi Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang berlokasi di Kota Yogyakarta.

Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang juga dikenal sebagai Keraton Yogyakarta berdiri pada 1755 sebagai hasil dari Perjanjian Giyanti.

Keraton berdiri di tanah seluas 14.000 meter persegi. Di dalamnya, terdapat bangunan-bangunan yang digunakan sebagai tempat tinggal Sultan dan keluarganya serta abdi dalem keraton.

Keraton Yogyakarta sebagai Living Monument

Kawasan keraton merupakan living monument yang masih hidup dan memiliki luas. Hal ini dibuktikan dengan ditetapkannya kawasan keraton sebagai salah satu cagar budaya di Yogyakarta berdasarkan SK Gubernur No. 186/2011.

Baca juga: Kiai Tunggul Wulung, Pusaka Keraton Yogyakarta yang Terbuat dari Kiswah Kabah

Ketetapan surat keputusan kawasan keraton tersebut meliputi wilayah dalam benteng Baluwarti (Njeron Benteng) dan sebagian wilayah Mantrijeron, Mergangsan, Gondomanan, dan Ngampilan.

Kemudian pada 2017 terbit Peraturan Gubernur nomor 75/2017 yang menggabungkan kawasan cagar budaya Malioboro dan dalam benteng keraton (Baluwarti) menjadi satu kawasan, yaitu Kawasan Cagar Budaya Keraton, yang membujur dari Tugu sampai Panggung Krapyak.

Sejarah Berdiri Keraton Yogyakarta 

Berawal pada abad ke 16 terdapat sebuah kerajaan Islam di Jawa bagian tengah-selatan bernama Mataram.

Kerajaan ini berpusat di Kota Gede, sebelah tenggara Yogyakarta, kemudian pindah ke Kerta, Plered, Kartasura dan Surakarta.

Lambat laut kewibawaan Mataram terganggu lantaran intervensi kompeni Belanda. Akibatnya, timbul gerakan anti penjajahan di bawah pimpinan Pangeran Mangkubumi yang mengobarkan perlawanan terhadap kompeni dan tokoh yang dipengaruhinya, antara lain Patih Pringgalaya.

Baca juga: Geger Sepehi, Penyerbuan Keraton Yogyakarta oleh Inggris

Untuk mengakhiri perselisihan tersebut dicapai Perjanjian Giyanti atau Palihan Nagari.

Perjanjian Giyanti ditandatangani pada 13 Februari 1755 (Kemis Kliwon, 12 Robingulakir 1680 TJ) menyatakan bahwa kerajaan Mataram dibagi menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat)

Surakarta dipimpin oleh Susuhunan Paku Buwono III. Sementara Yogyakarta dipimpin oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sultan Hamangku Buwono I.

Perjanjian Giyanti diikuti pertemuan antara Sultan Yogyakarta dan Sunan Surakarta, di Lebak, Jatisari pada 15 Februari 1755.

Dalam pertemuan tersebut diletakkan dasar kebudayaan masing-masing kerajaan. Kesepakatan ini dikenal dengan nama Perjanjian Jatisari tentang perbedaan identitas kedua wilayah karena sudah menjadi dua kerajaan yang berbeda.

Pembahasan dalam perjanjian Jatisari meliputi tata cara berpakaian, adat istiadat, bahasa, gamelan, tari-tarian, dan lain-lain.

Halaman:


Terkini Lainnya
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Yogyakarta
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau