Hasil atau inti perjanjian tersebut adalah Sultan Hamangku Buwono I memilih melanjutkan tradisi-tradisi lama budaya Mataram.
Sedangkan, Sunan Pakubuwono III sepakat untuk memberikan modifikasi atau menciptakan bentuk budaya baru.
Baca juga: UU Keistimewaan, Pintu Masuk Klaim Tanah oleh Keraton Yogyakarta (2)
Perjanjian Jatisari ini merupakan titik awal perkembangan budaya yang berbeda, antara Yogyakarta dan Surakarta.
Tanggal 13 Maret 1755 (Kemis Pon, 29 Jumadilawal 1680 TJ) adalah tanggal bersejarah untuk Kasultanan Yogyakarta. Pada tanggal inilah proklamasi atau Hadeging Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat dikumandangkan.
Selanjutnya, Sultan Hamangku Buwono I memulai pembangunan Keraton Yogyakarta pada tanggal 9 Oktober 1755.
Keraton sebagai kompleks kegiatan budaya dan tempat tinggal Sri Sultan Hamengkubuwono dan keluarga, tidak semua terbuka untuk umum.
Arsitektur keraton dirancang oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I sekaligus sebagai pendiri Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Bentuk bangunan terpengaruh model dari Eropa (Portugis, Belanda) dan China. Bangunan pokok dan desain dasar tata ruang dari keraton dan desain lanskap kota tua Yogyakarta diselesaikan antara 1755-1756.
Baca juga: Perayaan Maulid Nabi di Keraton Yogyakarta Digelar Sedehana, Tanpa Gunungan dan Arak-arakan Prajurit
Keraton Yogyakarta terdiri dari tiga bagian, yaitu kompleks depan kraton, kompleks inti keraton, dan kompleks belakang keraton.
Kompleks depan keraton terdiri dari Gladhjak-Pangurakan (Gerbang Utama), Alun-alun ler, dan Masjid Gedhe.
Kawasan komplek inti Keraton Yogyakarta tersusun dari tujuh rangkaian plataran mulai dari Alun-alun Utara hingga Alun-alun Selatan, yaitu Pagelaran dan Sitihinggil Lor, Kemandungan Lor, Srimanganti, Kedhaton, Kemagangan, Kamandungan Kidul, dan Sitihinggil Kidul.
Sedangkan kompleks belakang keraton terdiri dari Alun-alun Kidul dan Plengkung Nirbaya.
Keberadaan Malioboro tidak dapat dilepaskan dari berdirinya Kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat. Keberadaan wilayah ini sebagai unsur integral dalam tata ruang ibukota kerajaan.
Di Jalan Malioboro terdapat Kepatihan sebagai pusat pemerintahan sehari-hari dan Pasar Gedhe sebagai perekonomian warga.
Keduanya merupakan bagian dari kesatuan tata ruang yang disebut catur gatra tunggal atau catur sagotra.
Baca juga: Keraton Yogyakarta Gelar Pentas Musik untuk Peringati Hari Sumpah Pemuda