KOMPAS.com - Di kompleks Keraton Yogyakarta terdapat berbagai jenis tanaman yang membuat suasana menjadi sejuk dan rindang.
Tidak hanya tanaman hias, ada juga pohon buah dan sejumlah tanaman langka yang dirawat oleh para Abdi Dalem.
Baca juga: Sejarah Benteng Keraton Yogyakarta dan Bagian-bagian Bangunannya
Sejumlah tanaman di kompleks Keraton Yogyakarta bahkan ada yang telah memiliki usia lebih dari 100 tahun.
Beberapa pohon juga telah menjadi ciri khas Keraton Yogyakarta yang merupakan vegetasi khusus untuk mendukung filosofi Sangkan Paraning Dumadi.
Baca juga: 5 Perbedaan Alun-alun Lor dan Alun-alun Kidul Yogyakarta, Ada Tapa Pepe serta Tradisi Masangin
Sebagai tanaman yang ditanam di lingkungan kerajaan, pohon-pohon di Keraton Yogyakarta ini tentunya memiliki makna dan filosofi tersendiri.
Dilansir dari laman kratonjogja.id, berikut makna dan filosofi sejumlah pohon di Keraton Yogyakarta.
Baca juga: Kiai Dewadaru dan Kiai Janadaru, Beringin Pusaka Keraton Yogyakarta di Tengah Alun-alun Utara
Keraton Yogyakarta identik dengan keberadaan pohon beringin di Alun-Alun Utara dan Alun-Alun Selatan yang dikenal dengan sebutan ringin kurung.
Pohon beringin juga dapat ditemukan di dalam Keraton, yaitu di area Plataran Kamandungan Lor dan Plataran Kemagangan.
Pohon ini dianggap sebagai pohon kehidupan, tempat bersemayam roh, serta lambang kedigdayaan atau pengayoman.
Oleh karena itu, beringin memang kerap ditanam di tempat-tempat yang dianggap keramat atau suci seperti alun-alun, mata air, dan pemakaman.
Ada dua macam pohon beringin yang ditanam di Keraton Yogyakarta, yaitu beringin yang kita kenal pada umumnya (Ficus benjamina) dan beringin preh (Ficus ribes).
Pohon beringin ini memiliki makna keteduhan dan pengayoman, bahwa Sultan sebagai raja akan senantiasa mengayomi rakyatnya.
Selain itu, pohon beringin juga kerap menjadi representasi dari seorang pemimpin, sebab memiliki tujuh keistimewaan yaitu kuat dan kokoh, mudah beradaptasi, pengayom, penopang, bersinergi dengan pemimpin di atasnya, memberi manfaat, dan terus bertumbuh.
Pohon Gayam juga banyak ditemukan di kompleks Keraton Yogyakarta, yaitu di sebelah selatan Bangsal Pagelaran, pada jalan menuju Sitihinggil, dan Alun-Alun Selatan.
Pohon ini juga ditanam di sekitar Sumbu Filosofi, yaitu di sepanjang Jalan Marga Utama, Malioboro hingga Marga Mulya.
Nama pohon ini berasal dari kata “gayam” berasal dari bahasa Jawa “nggayuh” yang bermakna meraih sesuatu. Sehingga pohon gayam kemudian dianggap memiliki makna sebagai perlambang manusia yang harus mempunyai keinginan untuk mencapai keutamaan hidup.
Makna lain dari kata gayam dalam bahasa Jawa berasal dari akronim gegayuh ayem yang berarti mencari ketenangan. Hal ini menjadikan pohon gayam juga memiliki makna sebagai perlambang keteduhan dan ketentraman (ayem).
Terkait dengan pribadi Sultan, diharapkan sebagai seorang pemimpin mampu memberi pengayoman dan keteduhan sehingga rakyat dapat hidup dengan tenteram.
Di samping sebagai perlambang atas diri Sultan, buah pohon ini menjadi nama dari bentuk warangka keris yaitu gayaman.
Pohon Keben bisa ditemukan di kompleks Keraton Yogyakarta, yaitu di halaman Masjid Gedhe dan juga Plataran Kamandungan Lor.
Penanamannya Keben di kompleks Keraton Yogyakarta diambil dari nama pohon ini merupakan perwujudan rasa terima kasih dari Pangeran Mangkubumi.
Alasannya dituturkan dalam babad, yaitu ketika Pangeran Mangkubumi beserta keluarganya pernah berlindung di bawah pohon ini saat terjadi pertempuran melawan VOC.