KULON PROGO, KOMPAS.com – Setiap 1 Suro atau awal tahun pada penanggalan Jawa, keluarga besar dari Mbah Sukaryono (78) memandikan kitab Kalimasada di rumah mereka pada Pedukuhan Klebakan, Kalurahan Salamrejo, Kapanewon Sentolo, KabupatennKulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kitab tersebut terbuat dari daun lontar sebanyak 68 lembar. Tiap lembar daun lontar tertulis aksara Jawa.
Keluarga besar Sukaryono memandikan halaman demi halaman kitab dengan campuran antara air zafaron yang biasa untuk ritual, sedikit alkohol, dan minyak wangi kasturi.
Baca juga: Jamasan Pusaka, Salah Satu Tradisi Keraton Yogyakarta di Bulan Suro
Memandikan dilakukan dengan cara mengoleskan kapas yang telah dibasahi minyak-minyakan itu.
“Dulu dimandikan dengan jadah tanpa garam. Sekarang dijamas pakai minyak zafaron, sedikit alkohol dan kasturi. Pernah suatu waktu pakai minyak arab,” kata Sukaryono usai jamasan, Rabu (19/7/2023).
Kitab Kalimasada merupakan pemberian Raja Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) VII pada Ki Dharma Gati alias Wonososro, penjaga hutan di Gunungkidul.
Pemberian keraton merupakan anugerah yang terus dipelihara dan dirawat. Seperti halnya Jamus yang dianggap pusaka, 1 Suro menjadi waktu untuk merawat pemberian keraton tersebut.
Turun temurun generasi Dharma Gati merawat pemberian Sultan HB VII. Tradisi jamasan terus dilakukan hingga Sukaryono yang merupakan generasi ke-4 trah Dharma Gati.
Kitab dimandikan di ruang utama rumah Sukaryono. Mereka menggelar meja kecil dan bantal untuk tempat jamasan. Prosesi memandikan kitab diikuti seluruh keluarga besar dan warga sekitar sebagai tamu diundang.
Baca juga: Mengintip Tradisi Jamasan Keris Kiai Cinthaka Milik Sunan Kudus
Mereka berbalut baju Jawa, yakni laki-laki berblangkon, Surjan dan jarit. Terselip keris di pinggang belakang. Sementara yang perempuan menggunakan sanggul dan kebaya.
Semua diawali dengan makan bubur usik. Ini bubur beras putih tanpa garam yang disiram gula merah cair. Makan bubur, menurut Sukaryono, menggambarkan hati yang bersih dan siap menerima petuah isi kitab Kalimasada.
Prosesi dilanjutkan dengan mengeluarkan kitab yang terbungkus kain putih dari kotak penyimpanan.
Ikatan kain putih dibuka, dikeluarkan dari bungkusnya, lalu tampaklah kitab susunan daun lontar yang lebarnya sekitar 4 sentimeter dengan panjang sekitar 40 Cm. Susunan daun terikat tali. Kitab diletakkan pada bantal dan siap dimandikan.
Kitab itu berwarna cokelat, seperti warna daun kering. Tertera aksara Jawa yang terkesan pudar.
Memandikan kitab dilakukan dengan mengoles minyak khusus pada tiap lembar daun. Sukaryono mengawali memandikan tiap lembar. Setelah dioles minyak, aksara Jawa terlihat lebih tajam bersama beberapa tanda-tanda kerusakan dimakan usia yang semakin kentara.
Baca juga: Mengapa Bulan Suro Identik dengan Kirab dan Jamasan Pusaka? Ini Penjelasan Budayawan