YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Tradisi brandu atau porak disinyalir menjadi penyebab sejumlah warga di Padukuhan Jati, Kalurahan Candirejo, Kapanewon Semanu, Gunungkidul, suspek antraks hingga membuat satu orang meninggal dunia. Hal itu terjadi setelah ada yang menyembelih dan mengonsumsi sapi mati akibat antraks.
Dalam tradisi brandu, warga mengumpulkan iuran untuk warga yang hewan ternaknya sakit atau mati. Kemudian hewan ternak itu disembelih dan dagingnya dibagikan kepada warga yang telah mengumpulkan iuran.
Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Derajat Sulistyo Widhyarto mengatakan menyembelih dan mengkonsumsi ternak yang mati akibat antraks bukanlah peristiwa pertama di Gunungkidul. Peristiwa tersebut sudah berulang kali terjadi.
Baca juga: Sembelih Ternak Terkena Antraks, Pakar UGM: Itu Kesalahan Fatal
Derajat melihat, peristiwa serupa selalu terulang karena lemahnya sosialiasi dan edukasi di masyarakat. Termasuk lemahnya pengawasan di tingkat masyarakat.
"Persoalanya kan proses sosialiasinya, edukasinya ini kan masih lemah," ujar Sosiolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Derajat Sulistyo Widhyarto saat dihubungi, Senin (11/07/2023).
Dia menyebut adanya warga yang menggali sapi mati untuk kemudian dikonsumsi menunjukkan lemahnya pengetahuan masyarakat terkait penyakit antraks.
"Sekarang kalau sampai ada orang makan sapi yang sudah di kubur, berarti pengetahuan tentang penyakit itu kan rendah sekali," tuturnya.
Menurutnya langkah instan seperti memberikan sanksi tidak akan efektif untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dia menilai pemerintah perlu melakukan upaya yang sistematis. Salah satunya dengan meningkatkan literasi masyarakat. Lalu mengedukasi masyarakat. Kemudian penanganan secara patologinya atau penyakitnya.
Derajat mengungkapkan yang dibutuhkan masyarakat adalah proses tersebut. Sebab kemungkinan berulangnya peristiwa tersebut sangat tinggi.
"Literasi, edukasi, terus penanganan patologisnya itu kan sistematis. Ada orang yang melaksanakan, ada orang yang mensosialisasikan, ada orang yang memastikan patologinya," tandasnya.
Kasus antraks di Gunungkidul sudah beberapa kali terjadi. Dosen Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada (UGM) Nanung Danar Dono menilai kasus antraks harus ditangani dengan baik agar tak ada lagi korban meninggal
"Saya kira cukup sudah, jangan sampai ada kasus-kasus lagi. Bahkan sampai orang meninggal," ujarnya, Jumat (7/07/2023)
Nanung menyampaikan kejadian kasus antraks di Indonesia bukanlah yang pertama. Pada tahun 2016 ada koordinasi dari berbagai instansi. Saat itu dilaporkan ada 11 provinsi yang terdapat kasus antraks.
"Nah sekarang hampir semua provinsi di Indonesia sudah kena, hampir semuanya," tegasnya.
Baca juga: Tidak Berlakukan KLB Antraks dan Sanksi Brandu, Bupati Gunungkidul Pilih Edukasi Warga
Antraks adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri yakni Bacillus Anthracis. Sama halnya virus, bakteri tidak punya mata, telinga dan punya hati.