Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cegah Antraks, Sultan Minta Masyarakat Jangan Sembelih Hewan Ternak yang Mati karena Sakit

Kompas.com - 05/07/2023, 19:27 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Masih banyaknya masyarakat Kabupaten Gunungkidul yang merasa "eman-eman" saat harus mengubur hewan ternak yang mati karena sakit, disayangkan oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Menurut Sultan, diperlukan ketegasan dari pemerintah kabupaten untuk memberian literasi dan larangan kepada masyarakat untuk menyembelih hewan yang mati karena sakit, hal ini untuk mencegah penularan antraks meluas.

"Jangan seperti kemarin, tahu-tahu mati terus disembelih dan dimakan bersama. Kenapa hal seperti ini selalu terulang. Saya kira masyarakat sendiri ya ngemingke (menyepelekan) aja," kata Sultan ditemui di Kantor Gubernur DIY Kompleks Kepatihan, Rabu (5/7/2023).

Baca juga: Antraks Gunungkidul, Sultan: Pengawas Lalu Lintas Hewan Ternak Jangan Hanya Duduk-duduk di Pos

"Kalau saya lebih senang masyarakat begitu pemerintahnya ya harus lebih tegas lagi," imbuh Sultan.

Sultan mempertanyakan sejauh mana Pemerintah Gunungkidul membuat larangan menyembelih hewan yang mati karena sakit atau hewan yang sakit, tetapi belum mati.

"Sekarang sebarapa jauh memaksakan hal seperti itu untuk tumbuh kesadaran," ujar dia.

Untuk memutus mata rantai Antraks ini, menurut Sultan, dibutuhkan ketegasan dan pemberian literasi kepada masyarakat Gunungkidul. Jika kedua hal ini tidak dilakukan permasahan Antraks akan tidak akan pernah selesai.

"Yang perlu petugas memberikan literasi yang baik ke publik kalau tidak dilakukan tidak akan selesai," katanya.

Menurut Sultan, hal itu perlu dilakukan mengingat pemerintah tidak mungkin menutup lalu lintas hewan ternak di Kabupaten Gunungkidul.

Baca juga: Kasus Antraks Gunungkidul, Warga Menggali Kembali Sapi Mati yang Sudah Dikubur untuk Dikonsumsi

"Kami tidak mungkin tutup (lalu lintas hewan), arep ngedol ora oleh (mau jual tidak boleh) kan gak mungkin," kata dia.

Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembajun Setyaningastutie mengatakan budaya membagikan daging hewan ternak yang hampir mati dan disembelih perlu dikoreksi.

"Budaya porak (brandu) itu juga perlu kita luruskan lagi, Tapi tadi ada satu tenaga ahli mengatakan ini masalah finansial. Sekarang sapi segitu mahal kalau belum saatnya niatnya mau dipotong, dan dijual kemudian sakit akhirnya disembelih kemudian dibagi ke tetangga," kata dia.

Lalu sambung dia, masyarakat yang mendapatkan daging ternak tersebut memberikan sesuatu untuk ganti daging hewan ya g telah dibagi.

Baca juga: Dinkes DIY Sebut Kasus Antraks Gunungkidul Seharusnya Sudah KLB

"Jadi ala kadarnya karena tahu mereka pasti susah ternaknya mati tidak bisa dijual, memberikan sekedar bantuan. Ini akhirnya yang menjadi kendala juga. Gak hanya kesehatan dan pertanian tapi budaya perilaku juga perlu dikoreksi juga," katanya.

Sebelumnya, Tradisi brandu atau porak, tradisi mengganti rugi ternak yang mati atau sakit oleh warga Gunungkidul, DI Yogyakarta.

Tradisi ini sering terjadi ketika ada hewan ternak yang sakit maupun sudah mati dipotong dan dagingnya dijual untuk mengurangi kerugian pemilik ternak.

"Kalau sosialisasi sudah terus menerus kawan-kawan dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) sudah dilakukan agar tidak dibrandu intinya sudah berulang, kembali lagi faktor ekonomi, karena biasanya eman-eman (sia-sia)," kata Wakil Bupati Gunungkidul Heri Susanto saat ditemui di kantor Pemkab Gunungkidul Rabu (5/7/2023).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dua Nelayan Hilang Kontak di Perairan Gunungkidul, Hasil Pencarian Masih Nihil

Dua Nelayan Hilang Kontak di Perairan Gunungkidul, Hasil Pencarian Masih Nihil

Yogyakarta
Tolak Larangan Study Tour, PHRI DIY: Awasi Kelayakan Kendaraan

Tolak Larangan Study Tour, PHRI DIY: Awasi Kelayakan Kendaraan

Yogyakarta
Jokowi Diminta Tetap Berpolitik Usai Tidak Jadi Presiden, Projo: Rakyat Masih Butuh Bapak

Jokowi Diminta Tetap Berpolitik Usai Tidak Jadi Presiden, Projo: Rakyat Masih Butuh Bapak

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok : Malam Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok : Malam Cerah Berawan

Yogyakarta
Bantul dan Yogyakarta Kerja Sama Olah Sampah, Sultan: Semoga UMKM Tumbuh

Bantul dan Yogyakarta Kerja Sama Olah Sampah, Sultan: Semoga UMKM Tumbuh

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok :Cerah Berawan Sepanjang Hari

Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok :Cerah Berawan Sepanjang Hari

Yogyakarta
Mahasiswa FH UGM Hendak Tabrak Mahasiswa Lain Pakai Mobil, Ini Penyebabnya

Mahasiswa FH UGM Hendak Tabrak Mahasiswa Lain Pakai Mobil, Ini Penyebabnya

Yogyakarta
Duet Kustini-Danang di Pilkada Sleman Masih Terbuka, meski Sama-sama Daftar Bakal Calon Bupati

Duet Kustini-Danang di Pilkada Sleman Masih Terbuka, meski Sama-sama Daftar Bakal Calon Bupati

Yogyakarta
Pemkot Yogyakarta Bakal Kirim Sampah ke Bantul untuk Diolah

Pemkot Yogyakarta Bakal Kirim Sampah ke Bantul untuk Diolah

Yogyakarta
Kantornya Digeruduk Warga Gara-gara Penumpukan Sampah, Ini Respons DLH Yogyakarta

Kantornya Digeruduk Warga Gara-gara Penumpukan Sampah, Ini Respons DLH Yogyakarta

Yogyakarta
Bupati Sleman Kustini Mendaftar Maju Pilkada lewat PDI-P

Bupati Sleman Kustini Mendaftar Maju Pilkada lewat PDI-P

Yogyakarta
Tumpukan Sampah di Depo Pengok Yogyakarta, Ekonomi Warga Terdampak

Tumpukan Sampah di Depo Pengok Yogyakarta, Ekonomi Warga Terdampak

Yogyakarta
Bau Sampah Tercium hingga Radius 1 Km, Warga Kampung Pengok Geruduk Kantor DLH Kota Yogyakarta

Bau Sampah Tercium hingga Radius 1 Km, Warga Kampung Pengok Geruduk Kantor DLH Kota Yogyakarta

Yogyakarta
Sayangkan Larangan 'Study Tour' di Sejumlah Daerah, PHRI Gunungkidul: Bisa Berdampak Luas

Sayangkan Larangan "Study Tour" di Sejumlah Daerah, PHRI Gunungkidul: Bisa Berdampak Luas

Yogyakarta
Beberapa Daerah Larang 'Study Tour', PHRI DIY: Apa Bedanya dengan Kunker?

Beberapa Daerah Larang "Study Tour", PHRI DIY: Apa Bedanya dengan Kunker?

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com