Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjuangan Guru Honorer di Sleman: 12 Tahun Melawan Mafia Tanah, Sertifikat Belum Kembali

Kompas.com, Diperbarui 12/05/2025, 20:52 WIB
Wijaya Kusuma,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Pasangan suami istri di Kabupaten, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Hedi Ludiman (49) dan Evi Fatimah (38) menjadi korban dugaan praktik mafia tanah.

Hedi Ludiman yang merupakan guru honorer ini sudah 12 tahun berjuang untuk mendapatkan kembali sertifikat tanah milik istrinya yang secara tiba-tiba telah digadaikan ke bank dan dibalik nama.

"Saya sudah 12 tahun berjuang sendirian, ke sana kemari," ujarnya saat ditemui di Paten, Kalurahan Tridadi, Kapanewon Sleman, Kabupaten Sleman, DIY, Senin (12/5/2025).

Baca juga: Mafia Tanah Muncul di Yogyakarta, BPN DIY Blokir Dua Sertifikat Bermasalah

Tanah tersebut berada di Paten, Kalurahan Tridadi, Kapanewon Sleman, Kabupaten Sleman dengan luas 1.475 meter persegi.

Di atas tanah tersebut berdiri bangunan rumah berukuran 8 meter x16 meter.

Hedi menyampaikan, peristiwa berawal pada 2011, di mana ada dua orang berinisial SJ dan SH datang bermaksud mengontrak rumah untuk usaha konveksi.

Selama ini bangunan rumah di atas tanah warisan seluas 1.475 meter persegi tersebut memang dikontrakan.

"Ketemu istri saya, mau ngontrak rumah selama lima tahun. Itu kan setahun Rp 5 juta, selama lima tahun berarti Rp 25 juta," ungkapnya.

Baca juga: Cerita Pilu Mbah Tupon: Tanah 1.655 Meter Persegi Beralih Nama, Kini Terancam Dilelang

Baca juga: Cerita Bryan, Penyedia Jasa Ambulans Gratis di Bantul yang Jadi Korban Mafia Tanah

Awal mula munculnya mafia tanah dalam kasus Hedi

Saat itu SJ dan SH menyanggupi harga tersebut.

Keduanya kemudian menyampaikan akan membayar secara bertahap melalui transfer dan akan mulai menempati pada 2012.

Hedi menuturkan, kedua orang tersebut saat itu meminta sertifikat tanah yang hendak dikontrak kepada istrinya, Evi Fatimah.

Keduanya beralasan sertifikat tanah tersebut sebagai jaminan sebelum menempati rumah.

Baca juga: Cerita Dini Indriani yang Kehilangan Uang di Sebuah Asuransi...

Saat itu istrinya tidak berburuk sangka terhadap SH. Sebab SH usianya sudah tua sekitar 60-an tahun.

Sertifikat tanah lantas diserahkan pada awal Agustus 2011. 

"Ibunya (SH) itu sudah tua, kan tua seperti ini nggak mungkin menipu. Ini (Evi Fatimah) kan percayanya karena itu," ungkapnya.

Di dalam prosesnya, lanjut Hedi, istrinya, Evi Fatimah diajak ke salah satu kantor notaris di daerah Kalasan, Sleman oleh SJ dan SH dengan alasan membuat surat perjanjian mengontrak rumah.

Baca juga: Mbah Tupon, Kasus Mafia Tanah di Yogyakarta, dan Proses Hukumnya

Di kantor notaris tersebut, SH dan Evi hanya bertemu dengan staf.

Kemudian SH meminta Evi untuk segera menandatangani dokumen. 

Isi yang ditandatangi hanya dibacakan dan tidak boleh dibaca langsung oleh Evi. Tak hanya itu, Evi juga tidak diberikan salinan surat yang ditandatanganinya.

"Tidak tahu maksud dan tujuanya, waktu itu kan ini (Evi Fatimah) masih muda, jadi nggak tahu apa itu notaris. Tidak boleh dibaca, cuma dibacakan. Yang ditandatangani itu nggak tahu, katanya perjanjian kontrak mengontrak," tuturnya.

Baca juga: Penyebab Tutupnya Toko Mama Khas Banjar, karena Produk Kedaluwarsa?

Sertifikat digadaikan ke bank dan dibalik nama

Usai dari notaris, Evi diminta pulang ke rumah dan tidak ada masalah apa pun.

Hingga akhirnya pada Mei 2012, ada dari pihak salah satu Bank Perkreditan Rakyat (BPR) datang ingin bertemu Evi.

Hedi mengungkapkan, saat bertemu dengan istrinya tersebut dari pihak bank menyampaikan jika sertifikat tanah sudah digadaikan Rp 300 juta dan kreditnya macet.

Informasi tersebut sontak mengejutkan Hedi, sebab istrinya tidak pernah menggadaikan sertifikat tanahnya ke bank. 

Baca juga: Toko Mama Khas Banjar Tutup, Pemilik: Mental Kami Hancur, Kami Trauma

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau