Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Cukup Bukti, Penyelidikan Dugaan Politik Uang di Sleman Dihentikan

Kompas.com, 2 Januari 2024, 17:41 WIB
Wijaya Kusuma,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Penyelidikan dugaan pelanggaran politik uang dalam kegiatan senam massal yang melibatkan oknum lurah dan perangkat kalurahan di Kapanewon Ngaglik Sleman dihentikan karena belum cukup alat bukti.

Ketua Bawaslu Sleman, Arjuna Al Ichsan Siregar mengatakan, ada tiga potensi dugaan pelanggaran dalam kegiatan senam massal di daerah Kapanewon Ngaglik pada 10 Desember 2023 lalu.

Dugaan potensi pelanggaran tersebut yakni terkait politik uang karena ada bagi-bagi sembako. Kemudian terkait dengan netralitas oknum lurah dan perangkat kalurahan.

Baca juga: 2 Perangkat Kelurahan di Sleman Diduga Langgar Netralitas karena Ikut Kampanye Caleg

"Kemarin kan Kita katakan ada tiga potensi dugaan pelanggaran, dua pidana dan satu yang netralitas," ujar Ketua Bawaslu Sleman, Arjuna Al Ichsan Siregar, Selasa (2/01/2024).

Arjuna menyampaikan telah memanggil 10 orang untuk dimintai klarifikasi. Namun dari jumlah tersebut, hanya tiga orang saksi yang hadir untuk dimintai klarifikasi.

Sedangkan pihak terlapor yakni oknum lurah, perangkat kalurahan dan caleg tidak ada yang hadir di Bawaslu Sleman untuk dimintai klarifikasi.

Terkait dengan potensi dugaan pelanggaran pidana sudah dilakukan kajian di Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Kemudian diputuskan penyelidikan dugaan pelanggaran dihentikan karena belum cukup alat bukti.

"Terlapor satu pun tidak ada yang berkenan hadir di Bawaslu. Sehingga Kami putuskan itu belum cukup alat bukti untuk memutuskan ada potensi pidananya. Sehingga untuk potensi pidana dihentikan karena belum cukup alat bukti," tegasnya.

Arjuna mengungkapkan selama proses klarifikasi Bawaslu tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pemanggilan paksa. Hal itulah, yang dinilai menjadi kelemahan dalam Undang-undang Pemilu.

"Memang salah satu kelemahan di Undang-undang 7 tahun 2017 atau Undang-undang Pemilu itu selama proses klarifikasi itu Bawaslu tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pemanggilan paksa, beda dengan kepolisian," ungkapnya.

"Sehingga ya dengan keterbatasan itu ya kita ikuti saja aturannya karena memang tidak ada kewenangan lebih yang diberikan kepada Bawaslu dan undang-undang belum direvisi," pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Sleman menemukan dua oknum perangkat kalurahan di wilayah Kapanewon Ngaglik yang diduga tidak netral. Bawaslu Sleman sejauh ini sudah meminta klarifikasi tiga orang terkait kasus tersebut.

Ketua Bawaslu Sleman, Arjuna Al Ichsan Siregar mengatakan oknum perangkat yang diduga tidak netral tersebut ada di salah satu desa di Kapanewon Ngaglik.

Baca juga: Jaga Netralitas Pilpres 2024, 21 Rektor di Soloraya Deklarasi Pemilu Damai

"Bentuknya itu senam massal, nah senam ini selalu di fasilitasi oleh perangkat desa ini," ujar Ketua Bawaslu Sleman, Arjuna Al Ichsan Siregar saat dihubungi, Jumat (22/12/2023).

Arjuna menyampaikan di kegiatan senam massal tersebut tiba-tiba datang calon anggota dewan legislatif. Sementara, kegiatan tersebut tidak ada pemberitahuan ke Bawaslu maupun Kepolisian.

"Nah tiba-tiba di acara itu calegnya kampanye bagi-bagi sembako," ucapnya.

Diungkapkan Arjuna di lokasi kegiatan senam massal tersebut ada satu orang perangkat kalurahan dan kepala kalurahan. Kemudian caleg yang hadir ada empat orang.

"Calegnya dari DPR RI ada, DPRD Provinsi ada, dari DPRD Kabupaten ada, ada empat caleg. Yang hadir di tempat itu pada saat senam itu, ada perangkat desa satu, ada lurahnya satu," tandasnya.

Menurut Arjuna awalnya ada masyarakat yang memberikan informasi kepada Bawaslu terkait dugaan tidak netral tersebut. Kemudian Bawaslu Sleman mengecek lansung ke lokasi.

"Kita coba cek kelapangan, ternyata teman-teman Panwaslu kecamatan sudah di sana dan mengawasi. Kita minta laporan, sudah kita kaji kemudian kita lihat gimana peristiwanya ya kemudian kita tangani," ungkapnya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau