YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Ike Yulita Astiani atau akrab disapa Yayuk adalah penerus kuliner legendaris Jamu Ginggang yang beralamatkan di Jalan Masjid PA 32, Pakualaman, Kota Yogyakarta.
Perempuan lulusan D3 ini sejak kecil dididik dengan disiplin oleh keluarga besarnya, terutama soal produksi jamu tradisional.
Sejak duduk di bangku SD hingga kuliah, Yayuk selalu diminta untuk membantu produksi Jamu Ginggang. Dia ditugasi pada bagian menghaluskan bahan-bahan jamu seperti kunyit, kencur, dan lainnya.
Baca juga: Kenapa Sukoharjo Dijuluki Kota Jamu?
Aktivitas itu membuat Yayuk jatuh cinta kepada jamu. Ditambah lagi jamu adalah salah satu warisan leluhurnya.
Dia menceritakan, resep Jamu Ginggang didapat dari leluhurnya yang merupakan abdi dalem Keraton Pura Pakualaman. Kala itu leluhur Yayuk yakni Mbah Jaya mendapatkan mandat dari Sri Paduka Pakualam ke VII untuk menjadi tabib di lingkungan Pakualaman.
Resep-resep jamu Ginggang didapat langsung dari Sri Paduka Pakualam VII. Kepercayaan yang didapat itu tak disia-siakan oleh leluhur Yayuk.
Resep yang didapat ini lalu diracik oleh Mbah Jaya kala itu. Saat mencobanya, Sri Paduka Pakualam ke VII merasakan manfaatnya. Sejak saat itu Mbah Jaya dijadikan tabib kerajaan.
“Karena keakraban Mbah Jaya dan Sri Paduka Pakualam ke VII Mbah Jaya diberi julukan Tan Genggang atau Tansah Genggang. Kalau diartikan ke Bahasa Indonesia berarti hubungan yang abadi,” ujar dia saat ditemui Kompas.com Selasa (14/8/2023).
Yayuk menjelaskan, usaha kuliner jamu tersebut dimulai pada 1925. Hal ini karena jamu tersebut bisa diandalkan untuk kesehatan.
“Hasil racikannya cukup bisa diandalkan bisa ada efeknya bagus untuk kesehatan di Keraton Pakualam,” ucap dia.
Setelah beberapa tahun kemudian Mbah Jaya meninggal dunia dan diteruskan oleh adiknya yang bernama Mbah Belawa. Mbah Belawa ini juga tabib dari Pakualam ke VII.
Cara meracik dan resepnya diteruskan oleh Mbah Belawa. Kemudian dilanjutkan ke generasi ketiga yakni Mbah Kasidah yang membuat Jamu Ginggang terkenal pada tahun 1970.
Diminatinya Jamu Ginggang tak lepas dari peran Mbah Kasidah. Pasalnya, selain membuka tempat berjualan, Mbah Kasidah juga menjajakan jamu tersebut berkeliling ke pasar gede atau Pasar Beringharjo.
Selain itu, terkenalnya Jamu Ginggang pada tahun 1970 ini juga karena kasiatnya yang dirasakan oleh para peminumnya. Misalnya saja pegal linu, pelanggan yang meminum jamu tersebut akan merasakan sakitnya berkurang.
Harga jamu juga dinilai murah oleh masyarakat kala itu. Bahkan memiliki cita rasa yang enak.