Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Jamu Ginggang, Kuliner Legendaris Peninggalan Pakualam VII, Eksis hingga Generasi Kelima

Kompas.com - 25/08/2023, 09:45 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Ike Yulita Astiani atau akrab disapa Yayuk adalah penerus kuliner legendaris Jamu Ginggang yang beralamatkan di Jalan Masjid PA 32, Pakualaman, Kota Yogyakarta.

Perempuan lulusan D3 ini sejak kecil dididik dengan disiplin oleh keluarga besarnya, terutama soal produksi jamu tradisional.

Sejak duduk di bangku SD hingga kuliah, Yayuk selalu diminta untuk membantu produksi Jamu Ginggang. Dia ditugasi pada bagian menghaluskan bahan-bahan jamu seperti kunyit, kencur, dan lainnya.

Baca juga: Kenapa Sukoharjo Dijuluki Kota Jamu?

Aktivitas itu membuat Yayuk jatuh cinta kepada jamu. Ditambah lagi jamu adalah salah satu warisan leluhurnya.

Dia menceritakan, resep Jamu Ginggang didapat dari leluhurnya yang merupakan abdi dalem Keraton Pura Pakualaman. Kala itu leluhur Yayuk yakni Mbah Jaya mendapatkan mandat dari Sri Paduka Pakualam ke VII untuk menjadi tabib di lingkungan Pakualaman.

Resep-resep jamu Ginggang didapat langsung dari Sri Paduka Pakualam VII. Kepercayaan yang didapat itu tak disia-siakan oleh leluhur Yayuk.

Resep yang didapat ini lalu diracik oleh Mbah Jaya kala itu. Saat mencobanya, Sri Paduka Pakualam ke VII merasakan manfaatnya. Sejak saat itu Mbah Jaya dijadikan tabib kerajaan.

“Karena keakraban Mbah Jaya dan Sri Paduka Pakualam ke VII Mbah Jaya diberi julukan Tan Genggang atau Tansah Genggang. Kalau diartikan ke Bahasa Indonesia berarti hubungan yang abadi,” ujar dia saat ditemui Kompas.com Selasa (14/8/2023).

Jadi usaha kuliner

Yayuk menjelaskan, usaha kuliner jamu tersebut dimulai pada 1925. Hal ini karena jamu tersebut bisa diandalkan untuk kesehatan. 

“Hasil racikannya cukup bisa diandalkan bisa ada efeknya bagus untuk kesehatan di Keraton Pakualam,” ucap dia.

Setelah beberapa tahun kemudian Mbah Jaya meninggal dunia dan diteruskan oleh adiknya yang bernama Mbah Belawa. Mbah Belawa ini juga tabib dari Pakualam ke VII.

Cara meracik dan resepnya diteruskan oleh Mbah Belawa. Kemudian dilanjutkan ke generasi ketiga yakni Mbah Kasidah yang membuat Jamu Ginggang terkenal pada tahun 1970.

Diminatinya Jamu Ginggang tak lepas dari peran Mbah Kasidah. Pasalnya, selain membuka tempat berjualan, Mbah Kasidah juga menjajakan jamu tersebut berkeliling ke pasar gede atau Pasar Beringharjo.

Selain itu, terkenalnya Jamu Ginggang pada tahun 1970 ini juga karena kasiatnya yang dirasakan oleh para peminumnya. Misalnya saja pegal linu, pelanggan yang meminum jamu tersebut akan merasakan sakitnya berkurang. 

Harga jamu juga dinilai murah oleh masyarakat kala itu. Bahkan memiliki cita rasa yang enak.

Mempertahankan eksistensi

Sejak tahun 1950 Jamu Ginggang menetap di Jalan Masjid, Pakualaman, Kota Yogyakarta. Setelah Mbah Benawa meninggal, Jamu Ginggang diteruskan kepada generasi keempat. Kemudian dari generasi keempat diteruskan ke generasi kelima, yang satu di antaranya adalah Yayuk. 

Kedai Jamu Ginggang saat ini masih mempertahankan suasana kuno. Ada ubin berwarna merah mengkilap. Namun beberapa ubin warnanya tampak mulai memudar. Sementara itu ada ubin pecah di permukaannya menambah nuansa kuno.

Mebel-mebel seperti meja, kursi, dan rak juga masih menggunakan desain dari era 1950. Jam dinding kuno juga tampak tergantung.

Selain nuansa kuno kedai, cara mengolah jamu secara tradisional juga masih dipertahankan sampai sekarang. Dia juga mempertahankan resep tradisional Jamu Ginggang yang tidak menggunakan bahan pengawet dan pemanis buatan. Sehingga jamu diracik dari bahan-bahan alami.

Baca juga: Mengintip Babah Kuya, Toko Jamu Legendaris di Bandung, Berdiri Sejak 1838

“Sempat tanya ke pelanggan dan ahli, ternyata tidak dibolehkan renovasi katanya biar tetap kuno,” ucapnya.

Sejak pagi hari, pegawai yang berjumlah enam orang sudah siap untuk mengolah jamu. Bahan-bahan jamu ditumbuk dengan menggunakan alas batu dan kayu panjang.

Proses lainnya yakni Mipis yakni menghaluskan bahan-bahan jamu dengan digiling menggunakan batu yang berbentuk silinder. Karyawannya yang duduk di lantai menggiling bahan-bahan jamu seperti menipiskan adonan donat.

Proses ini dimulai sejak pagi hari. Sehingga saat siang, jamu pun sudah siap diracik sesuai dengan pesanan pelanggan.

Pelanggan pada era modern kali ini kebanyakan usia produktif yang sering mengeluhkan pegal-pegal. Mereka memesan jamu untuk mengurangi pegal yang dirasakan setelah seharian bekerja.

Untuk mempertahankan pelanggan, Jamu Ginggang jarang menaikkan harga. Butuh waktu untuk memutuskan kenaikan harga menurut Yayuk.

Baca juga: 8 Jenis Jamu Gendong Lengkap dengan Bahan, Manfaat, dan Filosofi

Era milenial tak menyurutkan eksistensi dari Jamu Ginggang. Seperti saat ini pelanggan masih setia menikmati jamu asli Ginggang ini.

Pelanggan Jamu Ginggang berasal dari berbagai kalangan dan daerah. Bahkan pada tahun 1980an Jamu Ginggang pernah mendapatkan pesanan ratusan bungkus untuk dikirim ke Jepang.

“Tahun 1980an itu dapat pesanan ratusan bungkus dari Jepang, saat itu dikirim ke Jepang ternyata banyak yang suka di sana,” kata Yayuk.

Eksisnya Jamu Ginggang masih membawa berkah bagi keluarga Yayuk. Dalam satu bulan, Jamu Ginggang dapat meraup omzet Rp 10 juta.

Tetap berinovasi

Selain mempertahankan mempertahankan resep Jamu Ginggang, Yayuk tetap melakukan inovasi. 

Sekarang ini Yayuk sedang mencoba untuk membuat lulur yang berasal dari sisa bahan jamu yang tidak terpakai. Menurut dia inovasi seperti ini perlu dilakukan untuk menjaga Jamu Ginggang tetap eksis.

Baca juga: Akad Nikah Kaesang-Erina, Para Tamu Bakal Disuguhi Makanan Para Raja, Minumnya Jamu

Ia berpesan kepada para wirausahawan muda agar tidak mudah putus asa dalam memulai  usaha serta berani inovasi dalam membuat resep-resep baru.

“Pertahankan resep dan jangan takut untuk mencoba resep-resep baru,” ucap dia.

“Jamu Ginggang yang asli itu milik lima bersaudara, Prayogo, Karsono, Dasiah, Dasinah (ibunya), Rubini,” tutupnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok : Malam Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok : Malam Cerah Berawan

Yogyakarta
Bantul dan Yogyakarta Kerja Sama Olah Sampah, Sultan: Semoga UMKM Tumbuh

Bantul dan Yogyakarta Kerja Sama Olah Sampah, Sultan: Semoga UMKM Tumbuh

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok :Cerah Berawan Sepanjang Hari

Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok :Cerah Berawan Sepanjang Hari

Yogyakarta
Mahasiswa FH UGM Hendak Tabrak Mahasiswa Lain Pakai Mobil, Ini Penyebabnya

Mahasiswa FH UGM Hendak Tabrak Mahasiswa Lain Pakai Mobil, Ini Penyebabnya

Yogyakarta
Duet Kustini-Danang di Pilkada Sleman Masih Terbuka, meski Sama-sama Daftar Bakal Calon Bupati

Duet Kustini-Danang di Pilkada Sleman Masih Terbuka, meski Sama-sama Daftar Bakal Calon Bupati

Yogyakarta
Pemkot Yogyakarta Bakal Kirim Sampah ke Bantul untuk Diolah

Pemkot Yogyakarta Bakal Kirim Sampah ke Bantul untuk Diolah

Yogyakarta
Kantornya Digeruduk Warga Gara-gara Penumpukan Sampah, Ini Respons DLH Yogyakarta

Kantornya Digeruduk Warga Gara-gara Penumpukan Sampah, Ini Respons DLH Yogyakarta

Yogyakarta
Bupati Sleman Kustini Mendaftar Maju Pilkada lewat PDI-P

Bupati Sleman Kustini Mendaftar Maju Pilkada lewat PDI-P

Yogyakarta
Tumpukan Sampah di Depo Pengok Yogyakarta, Ekonomi Warga Terdampak

Tumpukan Sampah di Depo Pengok Yogyakarta, Ekonomi Warga Terdampak

Yogyakarta
Bau Sampah Tercium hingga Radius 1 Km, Warga Kampung Pengok Geruduk Kantor DLH Kota Yogyakarta

Bau Sampah Tercium hingga Radius 1 Km, Warga Kampung Pengok Geruduk Kantor DLH Kota Yogyakarta

Yogyakarta
Sayangkan Larangan 'Study Tour' di Sejumlah Daerah, PHRI Gunungkidul: Bisa Berdampak Luas

Sayangkan Larangan "Study Tour" di Sejumlah Daerah, PHRI Gunungkidul: Bisa Berdampak Luas

Yogyakarta
Beberapa Daerah Larang 'Study Tour', PHRI DIY: Apa Bedanya dengan Kunker?

Beberapa Daerah Larang "Study Tour", PHRI DIY: Apa Bedanya dengan Kunker?

Yogyakarta
Pegawai K2 Gunungkidul Minta Diangkat Jadi ASN, Sudah Mengabdi dan Sebagian Akan Pensiun

Pegawai K2 Gunungkidul Minta Diangkat Jadi ASN, Sudah Mengabdi dan Sebagian Akan Pensiun

Yogyakarta
Sumbu Filosofi Yogyakarta Miliki Potensi Bencana, Apa Saja?

Sumbu Filosofi Yogyakarta Miliki Potensi Bencana, Apa Saja?

Yogyakarta
 Mengenal Hewan Raja Kaya dan Maknanya dalam Kehidupan Masyarakat Jawa

Mengenal Hewan Raja Kaya dan Maknanya dalam Kehidupan Masyarakat Jawa

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com