KOMPAS.com - Bangunan Keraton yang tak terpisahkan dari Sumbu Filosofi Yogyakarta memiliki dua lapis tembok pertahanan yang memiliki nama dan maknanya masing-masing.
Keberadaan bangunan benteng Keraton ini tak hanya sebagai ikon namun juga menjadi saksi sejarah pemerintahan Keraton Yogyakarta.
Baca juga: Plengkung Wijilan, Gerbang di Kawasan Keraton Yogyakarta yang Identik dengan Kuliner Gudeg
Benteng bagian dalam yang secara langsung melingkupi bangunan kedhaton atau kawasan Keraton yang disebut Cepuri.
Baca juga: Hubungan 3 Bangunan di Sumbu Filosofi Yogyakarta, Apa Maknanya?
Sementara benteng bagian luar yang melingkupi bagian keraton dan permukiman di sekitarnya disebut Baluwerti.
Baca juga: Mengenal Sumbu Filosofi Yogyakarta, Konsep Tata Ruang Peninggalan Sri Sultan Hamengku Buwono I
Benteng Baluwerti adalah bangunan tembok setebal 4 meter dengan bentuk mirip persegi empat, namun berbentuk lebih besar bagian timur.
Benteng Baluwerti dari timur ke barat memiliki panjang 1200 meter, sedang arah utara ke selatan memiliki panjang 940 meter.
Nama Benteng Baluwerti memiliki kesamaan bunyi dengan kata baluarte yang dalam Bahasa Portugis juga berarti benteng.
Benteng Baluwarti mulai dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I dan selesai di masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono II.
Pada masa lalu, kawasan di dalam lingkup baluwarti memiliki lima buah pintu gerbang utama atau plengkung.
Namun saat ini hanya terdapat empat plengkung, yaitu Plengkung Tarunasura (Wijilan) di sebelah timur Alun-alun Utara, Plengkung Jagasura di sebelah barat Alun-alun Utara, Plengkung Nirbaya (Gading) di sebelah selatan Alun-alun Selatan, dan Plengkung Jagabaya di sisi barat Baluwerti.
Satu plengkung yang telah ditutup pada 23 Juni 1812 adalah Plengkung Madyasura/Tambakbaya sehingga dikenal sebagai Plengkung Buntet.
Benteng Baluwerti juga semula memiliki empat bangunan tambahan di sisi barat daya, barat laut, timur laut, dan sisi tenggara yang berbentuk segi lima.
Pada ketiga sudut banggunan tersebut menjorok keluar dan diberi semacam sangkar dengan lubang-lubang kecil sebagai tempat penjagaan yang disebut sebagai bastion.
Pada dinding antar bastion diberi longkangan sebanyak sepuluh buah sebagai tempat memasang meriam.
Salah satu bastion di bagian timur laut diketahui hancur pada peristiwa Geger Sepoy.