Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Detik-detik Remaja 17 Tahun Asal Sleman Bunuh Pencuri Cabai

Kompas.com, 17 Juni 2022, 05:55 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - HH, remaja usia 17 tahun asal Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Yogyakarta atas kasus pembunuhan.

Pelaku yang berstatus pelajar tersebut menganiaya seorang pencuri cabai dengan celurit hingga korban tewas.

Peristiwa tersebut terjadi di salah satu kebun salak di daerah Gading Kulon, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman.

Di hari kejadian, Rabu (15/6/2022), pembunuhan tersebut berawal saat S, tetangga HH bercerita jika tanaman cabai miliknya sering dicuri orang.

Baca juga: Jasad Pria dengan Luka Tusuk di Kebun Salak Sleman Pencuri Cabai, Pembunuhnya Remaja 17 Tahun

HH kemudian menawarkan diri untuk ikut S mengadang pencuri cabai. Ia kemudian berangkat dengan bersama S ke lokasi.

"HH dijemput tetangganya untuk menuju sawah berboncengan menggunakan sepeda motor," ujar Wakapolres Sleman Kompol Tony Priyanto dalam jumpa pers, Kamis (16/06/2022).

Ternyata saat itu HH membawa celurit tanpa sepengetahuan S. Saat itu, HH melihat pelaku pencurian berjalan ke sawah. Ia pun menunggu sampai pelaku pencurian memetik cabai.

Saat pelaku pencurian memetik cabai, S keluar dari persembunyian mendekati dan mengepung pencuri.

Namun ternyata pencuri tersebut melarikan diri dan dikejar oleh HH. Saat mengejar, HH mengayunkan celurit yang ia bawa dan mengenai pencuri cabai.

Baca juga: Jasad Pria dengan Luka Tusukan Ditemukan di Kebun Salak Turi Sleman

"HH mengejar mendekati korban lalu menyabetkan celurit sebanyak enam kali, dua kali tidak kena, empat kali mengenai tubuh korban," tuturnya.

HH terus mengejar sambil memegang jaket korban agar berhenti.

"HH terseret hingga terjatuh dan korban lari masuk ke kebun salak," jelasnya.

Setelah pencuri masuk ke kebun salak, HH dan S kembali ke rumah dan melaporkan kejadian tersebut ke tokoh warga setempat.

Pada 15 Juni 2022 sekitar pukul 08.00 WIB korban ditemukan meninggal dunia oleh seorang warga di kebun salak.

Baca juga: Hujan Deras Disertai Angin Kencang, Pohon Beringin di Sleman Tumbang Timpa Kora-kora dan Trampolin

Polisi yang mendapatkan laporan langsung melakukan olah TKP dan memeriksa para saksi. Pelaku pembunuhan mengarah kepada HH yang masih berusia 17 tahun.

"Motifnya, pelaku anak kesal karena korban mencuri cabai," tandasnya.

Polisi kemudian mengamankan barang bukti berupa satu celurit panjang 30 sentimeter dengan gagang dari kayu, satu celana kolor pendek warna biru dan satu kaos warna abu-abu.

Akibat perbuatanya pelaku diancam dengan Pasal 351 ayat (3) KUHP dengan ancaman hukuman paling lama 7 tahun.

SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Wijaya Kusuma | Editor : Khairina, Dita Angga Rusiana)

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau