Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Disdikpora Kota Yogyakarta Terima Ratusan Aduan PPDB, Paling Banyak Orangtua Siswa Bingung soal Pindah Domisili

Kompas.com, 14 Juni 2022, 13:51 WIB
Wisang Seto Pangaribowo,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Yogyakarta merima ratusan aduan setiap harinya terkait dengan proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2022.

Penilik Madya Disdikpora Kota Yogyakarta Rochmat menyampaikan, rata-rata setiap harinya ada 100 laporan yang masuk ke posko aduan yang berada di Disdikpora Kota Yogyakarta.

"Kita kan rata-rata sehari sekitar 100-an karena memang melayani yang luar daerah. Kadang juga harus melayani orang tua yang daftar SMA tapi malah daftar ke sini. Kalau di rata-rata 100 itu ya mungkin sekarang sudah di atas 800an," jelas dia ditemui di kantor Disdikpora Kota Yogyakarta, Selasa (14/6/2022).

Baca juga: PPDB SMP di Surabaya Dibuka, Tersedia 590 Rombel, Simak Ketentuan Lengkapnya

Dia mengatakan aduan yang paling sering ditemui adalah orang tua masih bingung terkait aturan domisili. Seperti diketahui kependudukan ini menjadi syarat anak mengikuti PPDB dengan jalur zonasi.

Menurutnya, masih banyak orangtua yang berpikir bahwa batas minimum anak pindah domisili adalah enam bulan. Sedangkan aturan pada tahun ini minimum pindah domisili adalah satu tahun.

"Pertama, masalah kependudukan. Karena mindset masih beberapa tahun yang lalu. Misalnya dulu ada aturan sebelum tahun 2019 itu kepindahan oleh Kementerian itu enam bulan, itu mindset masih dibawa sampai sekarang ini. Padahal mulai tahun 2020-2021 kemarin itu perpindahan itu bisa dikatakan penduduk di situ adalah harus satu tahun sebelum pelaksanaan PPDB," jelas dia.

Banyak orangtua yang masih kebingungan menghitung rentang waktu pindah kependudukan. Dia menegaskan anak sudah bisa dikatakan pindah kependudukan untuk PPDB sebelum tanggal 1 Juli 2021.

"Pokoknya setelah 1 Juli 2021 sudah tidak bisa dilakukan karena riskan. Memang sudah masuk ke kota tapi tidak diakui oleh penduduk kota. Di daerah lain sudah lepas," ujarnya.

Jika pindah kependudukan melewati tanggal 1 Juli 2021 maka muncul permasalahan lagi. Pasalnya meskipun sudah terdaftar sebagai warga Kota Yogyakarta, calon peserta didik tetap tidak bisa mendaftar ke sekolah yang diinginkan. Hal ini karena belum satu tahun pindah.

"Kalau penduduknya betul penduduk kota, KK (kartu keluarga) kota, NIK (nomor induk kependudukan) juga sudah masuk. Tetapi persyaratan untuk mendaftarkan ini yang jadi masalah. Kan harus terhitung satu tahun. Itu yang krusial paling banyak di situ," ujarnya.

Disdikpora tak bisa berbuat banyak ketika mendaftar dan pindah belum satu tahun pindah maka proses tidak bisa berlanjut.

"Ya paling ikut luar kota. Kalau kita kan masih ada jalur luar kota yang 10 persen itu. Yang semula dia pengin kuota yang besar 44 persen. Kalau seperti ini tetap kita sarankan, mau tetap di kota tetapi ya tadi saingannya kuotanya tinggal 10 persen," jelas dia.

Pendaftaran peserta didik dimulai pada tanggal 10-13 Juni 2022 untuk jalur bibit unggul. Sementara jalur zonasi hingga tanggal 15. Lalu tanggal 17 proses jalur mutu.

"Pendaftaran kita mulai dari bibit unggul sudah sejak tanggal 10-13 kemarin, besok pengumuman. Sekarang yang masih berjalan adalah jalur wilayah atau zonasi. Berjalan dari kemarin sampai 15 diumumkan tanggal 16. Setelah ini kita proses jalur mutu yang nanti tanggal 17 itu," jelas dia.

Sementara itu salah satu orangtua siswa, Rahman (50) mendatangi pusat aduan karena tidak bisa mencetak berkas-berkas pendaftaran. 

"Kemarin belum mencetak, kelupaan dikira sewaktu-waktu bisa mencetak tetapi ternyata udah enggak bisa dibuka. Sekarang sudah terselesaikan. Mencetak bukti pendaftaran," ucapnya.

Warga Umbulharjo itu mengaku kesulitan mendaftarkan anaknya sekolah karena saat ini sudah menerapkan pendaftaran dengan sistem online.

"Tapi banyak orangtua yang enggak tahu. Ke sana tadi juga ada yang enggak tahu karena sekarang sistem online jadi repot. Kecuali yang muda-muda itu pasti bisa, kalau yang tua repot harus pakai HP daftarnya," katanya.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Penyu Lekang Terdampar Lemas di Pantai Glagah, Satlinmas: Kurus, Berenangnya Tak Normal
Yogyakarta
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau